Pages

Kamis, 02 April 2015

TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR



1. PERISTIWA TUTUR
            Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistic dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Terjadinya peristiwa tutur itu harus memenuhi apa yang dikatakan oleh Delhaems yang disebut dengan SPEAKING “
S          : Setting and scene (tempat dan suasana tutur).
P          : Participants (peserta tutur).
E         : Ends= purpose and goal (tujuan tutur).
A         : Act sequences (pokok tuturan).
K         : Keys= tone or spirit of act (nada tutur).
I           : Instrumentalities (sarana tutur).
N         : Norms of interaction and interpretation (norma tutur).
G         : Genres (Jenis tuturan ).

1.      Setting and scene
Dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu dari terjadinya sebuah tuturan. Secara umum karakter ini menunjuk kepada keadaan dan lingkungan fisik tempat tuturan itu terjadi. Suasana tutur berkaitan erat dengan faktor psikologis sebuah tuturan. Dapat juga suasana tutur dipakai untuk menunjuk batasan kultural dari tempat terjadinya tuturan tersebut. Jadi jelas bahwa tempat tutur (setting) tidaklah sama dengan suasana tutur (scenes) karena yang pertama menunjuk kepada kondisi fisik tuturan sedangkan yang kedua menunjuk kepada kondisi psikologis dan batasan kultural sebuah tuturan. Dimungkinkan pula bagi seorang penutur untuk beralih dari kode yang satu ke dalam kode yang lain dalam suasana tertentu di tempat (setting) yang sama. Sebagai contoh dalam peristiwa transaksi / tawar menawar sandang di sebuah pasar, seorang pedagang mendadak akan berubah dari cara bertutur yang ramah menjadi sangat ketus terhadap calon pembeli karena mungkin dia sangt lamban dan berbelit dalam menawar.
2.      Participants
Dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur. Pihak yang pertama adalah orang kesatu atau sang penutur dan pihak kedua adalah mitra tutur. Dalam waktu dan situasi tertentu dapat pula terjadi bahwa jumlah peserta tutur lebih dari dua, yakni dengan hadirnya pihak ketiga. Pemilih kode yang terkait dengan komponen tutur ini akan melibatkan dua dimensi sosial manusia, yakni dimensi horisontal (solidarity) yang menyangkut hubungan penutur dengan mitra tutur yang telah terbangun sebelumnya dan dimensi vertikal (power), yakni yang berkaitan dengan masalah umur, kedudukan, status sosial dan semacamnya dari pada peserta tutur itu.

3.      Ends= purpose and goal
Tujuan suatu peristiwa dalam suatu perintah di harapkan sejalan dengan tujuan lain warga masyarakat itu. Sebuah tuturan mungkian sekali dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau sebuah pikiran. Barangkali pula tuturan itu dipakai untuk merayu, membujuk, mendapatkan kesan, dan sebagainya. Dalam bertutur pastilah orang itu berharap agar tuturannya tidak dianggap menyimpang dari tujuan masyarakatnya. Sebuah tuturan mungkin juga ditunjukkan untuk merubah perilaku diri seseorang dari seseorang dalam masyarakat. Tuturan yang dimaksudkan untuk merubah perilaku seseorang itu sering pula disebut sebagai tujuan konotatif dari penutur. Tuturan dapat juga dipakai untuk memelihara kontak antra penutur dan mitra tutur dalam suatu masyarakat. Tujuan yang demikian sering pula dikatakan sebagai tujuan fatis dari sebuah tuturan. Demikianlah, orang yang bertutur pastilah memiliki tujuan dan sedpat mungkin penutur aka berupaya untuk bertutur sejalan dengan tujuan dari anggota masyarakat tutur itu.

4.      Act sequences
Pokok tuturan merupakan bagian dari komponen tutur yang tidak pernah tetap, artinya bahwa pokok pikiran itu akan selalu berubah dalam deretan pokok-pokok tuturan dalam peristiwa tutur. Perubahan pokok tuturan itu sudah barang tentu berpengaruh terhadap bahasa atau kode yang dipilihnya dalam bertutur. Dengan perkataan lain pula perpindahan pokok tuturan dalam bartutur itu dapat pula menyebabkan terjadinya alih kode.


5.      Key
                  Nada tutur menunjuk kepada nada, cara, dan motivasi di mana suatu tindakan dapat dilakukan dalam bertutur. Nada tutur ini berkaitan eret dengan masalah modalitas dari kategoti-kategori gramatikal dalam sebuah bahasa. Nada ini dapat berwujud perubahan-perubahan tuturan yang dapat m,enunjuk kepada nada santai, serius, tegang, kasar, dan sebagainya. Nada tutur dapat pula dibedakan menjadi nada tutur yang sifatnya verbal dan non verbal. Nada tutur verbal dapat berupa nada, cara, dan motivasi yang menunjuk pada warna santai, serius, tegang, cepat yang telah disebutkan di depan. Adapun nada tutur non verbal dapat berupa tindakan yang bersifat para linguistik yang melibatkan segala macam bahasa tubuh (body language), kial (gestur), dan juga jarak selama bertutur (proximis). Nada tutur yang bersifat non verbal ini sangat penting perannya dalam komunikasi. Bahkan dalam masyarakat tutur Jawa, nada yang non verbal ini dipakai sebagai salah satu parameter tata krama dari seseorang. Orangb yang berbicara dengan jari yang menunjuk kepada mitra tutur dapat dipakai dalam indikasi bahwa penutur itu kurang sopan/tidak bertatakrama dan bukan berciri “Jawa”. Demikian juga kalau seorang penutur bertutur dengan mitra tutur yang lebih tua dan penutur itu bertutur dengan memandang wajah mitra tuturnya dapatlah dikatakan bahwa penutur itu juga belum njawani.

6.      Intrumentalities
                  Sarana tutur menunjuk kepada salutan tutur (channels) dan bentuk tutur (form of speech). Adapun yang dimaksud dengan saluran tutur adalah alat di mana tuturan tiu dapat dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur. Sarana yang dimaksud dapat berupa saluran lisan, saluran tertulis, saluran bahkan dapat pula lewat sandi-sandi atau kode tertentu. Saluran l;isan dapat pula berupa silan, nyanyian, senandung, dan sebagainya. Adapun bentuk tutur dapat berupa bahasa, yakni bahasa sebagai sistem yang mandiri, dialek dan variasi-variasi bahasa yang lainnya. Bentuk tutur akan lebih banyak ditentukan oleh saluran tutur yang dipakai oleh penutur itu dalam bertutur. Bentuk tutur orang bertelpon pastilah berbeda dengan orang bertutur dengan tanpa menggunakan pesawat telepon. Dalam peristiwa transaksi barang mewah terjadi tawar menawar dilakukan lewat pesawat telepon, pasti bentuk tuturnya berbeda denag tawar menawar langsung yang dilakukan dengan tanpa peasawat telepon.


7.      Norms of interaction and interpretation
Norma tutur dibedakan atas dua hal yakni norma interaksi (interaction norm) dan norma interpretasi (interpretation norms) dalam bertutur. Norma interaksi menunjuk kepada dapat/tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. Sebagai contoh dalam masyarakat tutur Jawa, manakala ada orang sedan bertutur denga orang lain, kendatipun kita amat sangat berkepentingan dengan seseorang yang telibat dalam peristiwa tutur itu, Kita tidak boleh memenggal tuturan mereka. Artinya bahwa pemenggalan percakapan yang sedang berlangsung dan pihak ketiga akan dianggap sebagai pelanggar norma, yakni norma kesopanan yang ada dalam masyarakat tutur Jawa itu. Di dalam masyarakat tutur Jawa juga tidak diperkenankan orang bertutur dengan tidak memperhatikan keberadaan sang mitra tutur. Artinya bahwa dominasi waktu dan kesempatan yan dilakukan oleh penutur saja akan mengakibatkan kesan tidak baik dari pihak mitra tutur terhadap penutur itu. Di samping itu norma interpretasi masih memungkinkan pihak-pihak yang telibat dalam komunikasi untuk memberikan interpretasi terhadap mitra tutur khususnya manakala yang terlibat dalam komunikasi para mahasiswa dalam hal norma interpretasi. Para mahasiswa Arab lebih sering melakukan pertentangan dan pertengkaran yang dilakukan dengan berhadapan muka. Namun demikian, mereka juga sering duduk berdampingan antara yang satu denga yang lainnya. Para mahasiswa Arab juga sering berbicara denga suara yang lebih keras dari pada mahasiswa Amerika (Graves, 1996 dalam Gumpers, 1972). Akhirnya dapat pula disampaikan bahwa norma interpretasi erat sekali kaitannya dengan sistem kepercayaan masyarakat tutur itu. Orang Jawa percaya bahwa mereka yang berumur lebih tua adalah sesepuh mereka. Oleh karenanya mereka akan lebih cenderung dihargai dalam bertutur. Menyampaikan hal yang sama akan lebih diinterpretasikan denga arti yang berbeda jika itu disampaikan oleh orang yang sebaya atau bahkan lebih muda dari sesepuh itu. Hal demikian dapatlah digunakan sebagai bukti bahwa norma interaksi dalam suatu masyarakat tutur pastilah tidak dapat dipisahkan dari sisitem kepercayaan dan adat istiadat yang terdapat dan berlaku di daerah itu.



. .  Genres
Menunjuk kepada jenis kategori kebahasaan yang sedang dituturkan. Maksudnya adalah bahwa jenis tutur ini akan menyangkut kategori wacana seperti percakapan, cerita, pidato dan semacamnya. Berbeda jenis tuturnya akan berbeda pula kode yang dipakai dalam bertutur itu. Orang berpidato tentu menggunakan kode yang berbeda denga kode orang bercerita. Demikian pula orang yang bercerita tidak dapat disamakan dengan kode orang yangsedang bercakap-cakap.


2. TINDAK TUTUR
Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1956. Teori yang berasal dari materi kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O Urmson (1965) dengan judul How to Do Thing with Word? Tetapi teori tersebut baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969), menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in the Philosophy of Language.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang teori tindak tutur, terlebih dahulu kita harus memahami tentang jenis kalimat. Menurut tata bahasa tradisional, ada tiga jenis kalimat, yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogatif dan kalimat imperatif. Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar untuk menaruh perhatian saja, sebab, maksud pengujar hanya memberitahukan saja.
Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar memberi jawaban secara lisan, sedangkan kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.


Pembagian kalimat atas kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah berdasarkan bentuk kalimat itu secara terlepas. Kalau kalimat-kalimat tersebut dipandang dari tataran yang lebih tinggi, misalnya dari tingkat wacana, maka kalimat tersebut dapat saja menjadi tidak sama antara bentuk formalnya dan bentuk isinya. Ada kemungkinan sebuah kalimat deklaratif atau kalimat interogatif tidak lagi berisi pernyataan dan pertanyaan, tetapi menjadi suatu bentuk perintah.
Austin membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif. Kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka, seperti, "Ibu dosen kami cantik sekali", atau "Pagi tadi dia terlambat bangun". Sedangkan kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan. Artinya, apa yang diucapkan oleh si pengujar berisi apa yang dilakukannya, misalnya, "Saya menamakan kapal ini "Liberty Bell", maka makna kalimat itu adalah apa yang diucapkannya.
Sebuah kalimat performatif harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
1. Prosedur konvensional harus ada untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Prosedur tersebut harus menentukan siapa yang harus mengatakan, dan melakukan apa, serta dalam situasi apa.
2. Semua peserta harus melaksanakan prosedur ini dengan patut dan melaksanakannya secara sempurna.
3. Pemikiran, perasaan dan tujuan tentang hal tersebut harus ada pada semua pihak.
Kalimat performatif ini lazim digunakan dalam upacara pernikahan, perceraian, kelahiran, kematian, kemiliteran dan sebagainya. Dalam pengucapannya, kalimat performatif biasanya ditunjang oleh tindakan atau perilaku yang nonlinguistik, seperti pemukulan gong, pengetukan palu dan sebagainya.
Kalimat performatif dapat dibagi atas situasi resmi dan yang tidak resmi. Yang pertama sudah dijelaskan sebelumnya. Yang kedua, adalah kalimat yang tidak terikat oleh ketiga syarat yang disebutkan di atas. Kita dapat memberikan contoh, "Saya berjanji...", Kami minta maaf atas...", Kami peringatkan Anda..., dan Saya bersedia hadir dalam...".
Kalimat performatif dapat juga digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara eksplisit dan implisit. Secara eksplisit artinya menghadirkan kata-kata yang mengacu pada pelaku seperti saya dan kami. Umpamanya, "Saya berjanji akan mengirimkan uang itu secepatnya", "Kami minta maaf atas keterlambatan pembayaran hutang itu", dan "Saya peringatkan, kalau Anda sering bolos, Anda tidak boleh ikut ujian".
Kalimat performatif yang implisit adalah kalimat yang tanpa menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku, misalnya, "jalan ditutup" atau "ada perbaikan jalan" dan "ada ujian". Di balik kalimat-kalimat performatif yang implisit itu tentu ada pihak yang meminta kita melakukan apa yang dimintanya.
Austin membagi kalimat performatif menjadi lima kategori, yaitu:
1. Kalimat verdiktif, yakni kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian, misalnya," Kami menyatakan terdakwa bersalah".
2. Kalimat eksersitif, yakni kalimat perlakuan yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan, dan sebagainya, misalnya, "Kami harap kalian setuju dengan keputusan ini".
3. Kalimat komisif, adalah kalimat perlakuan yang dicirikan dengan perjanjian; pembicara berjanji dengan anda untuk melakukan sesuatu, "Besok kita menonton sepak bola.
4. Kalimat behatitif, adalah kalimat perlakuan yang berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seseorang mendapat keberuntungan atau kemalangan, misalnya, "Saya mengucapkan selamat atas pelantikan Anda sebagai siswa teladan".
5. Kalimat ekspositif adalah kalimat perlakuan yang memberi penjelasan, keterangan atau perincian kepada seseorang, misalnya, "Saya jelaskan kepada Anda bahwa dia tidak bersalah".
Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin, dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:
1. Tindak tutur lokusi - adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti terbatas, atau tindak tutur dalam kalimat yang bermakna dan dapat dipahami, misalnya, "Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya". Searle menyebut tindak tutur ini dengan istilah tindak bahasa proposisi.
2. Tindak tutur ilokusi - adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ini biasanya berkaitan dengan pemberian izin, ucapan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan, misalnya, "Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat".
3. Tindak tutur perlokusi - adalah tindak tutur yang berkaitan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilahku nonlinguistik dari orang lain, misalnya, karena adanya ucapan dokter, "Mungkin Ibu menderita penyakit jantung koroner", maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter adalah tindak tutur perlokusi. Dalam suatu peristiwa tutur, peran pembicara dan pendengar dapat berganti-ganti. Dalam kaitan ini, Austin melihat tindak tutur dari pembicara, sedangkan Searle melihat tindak tutur dari pihak pendengar. Menurut Searle, tujuan pembicara sukar diteliti, sedangkan interpretasi pendengar mudah dilihat dari reaksi-reaksi yang diberikan terhadap pembicara.
Menurut Searle kita bisa memperlihatkan tiga jenis tindakan ketika kita berbicara, yaitu tindakan tuturan, tindakan proposisi, dan tindakan ilokusi. Tindakan tuturan sama dengan tindakan lokusi oleh Austin. Tindakan tuturan mengacu pada fakta bahwa kita harus menggunakan kata-kata dan kalimat jika kita ingin mengatakan apapun. Tindakan proposisi adalah hal-hal yang berkaitan dengan acuan atau ramalan, sedangkan tindakan lokusi berkaitan dengan tujuan pembicara yaitu pernyataan, pertanyaan, janji, atau perintah.
Kalau dilihat dari konteks situasi, ada dua macam tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur yang pertama mudah dipahami oleh si pendenagr karena ujarannya berupa kalimat dengan makna-makna lugas, sedangkan yang kedua hanya dapat dipahami oleh si pendengar yang sudah cukup terlatih dalam memahami kalimat yang bermakna konteks situasional.
Selain bentuk ujaran di atas, kita mengenal bentuk ujaran yang disebut dengan tipe fatis, seperti kata-kata "Udara hari ini cerah ya?" atau "Bagaimana kabarmu?", dan "Anda terlihat cemerlang hari ini!". Kita menggunakan ungkapan tersebut bukan ditujukan untuk isi ujaran, tetapi lebih pada nilai-nilai afektif sebagai suatu indikator bahwa seseorang ingin berkomunikasi dengan orang lain, untuk membuka percakapan, atau menjaga hubungan tetap terbuka dengan orang lain. Ungkapan fatis tidak bermaksud untuk benar-benar membicarakan sesuatu, tetapi lebih cenderung untuk membuka suatu aktifitas percakapan. Menurut Malinowski, ungkapan fatis atau phatic communion ini adalah salah satu tipe percakapan yang ikatan hubungannya diciptakan dengan bertukar kata-kata. Dalam keadaan tersebut, kata-kata tidak membawa arti, tetapi membawa fungsi sosial, dan hal tersebut adalah tujuan yang prinsipil.




3TINDAK TUTUR DAN PRAGMATIK

Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Fenomena lainnya didalam kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi dan implikatur percakapan.
a.       Deiksis adalah hubungan antara kata yang digunakan didalam tindak tutur dengan referen kata itu yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Kata-kata referen antara lain kata-kata yang berkenaan dengan persona, tempat, waktu.
b.      Presuposisi adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secra tersirat. Presuposisi terdapat pula dalam kalimat deklaratif dan kalimat interogatif.
c.       Implikatur percakapan adalah adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua orang yang sedang bercakap-cakap. Keterkaitan ini tidak tampak secara literal, tetapi hanya dipahami secara tersirat.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul & Agustina Leonie. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan awal. Jakarta: Rhineka Cipta


0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

Change Background of This Blog!


Pasang Seperti Ini

About