BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Bahasa
merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari
makhluk- makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa bahasa adalah kunci
utama pengetahuan, memegang kunci utama berarti memegang kunci jendela dunia.
Sebab sejuta pengetahuan, seribu peradaban semuanya tercipta dan terbahasakan,
bahkan sejarah tidak akan terwujud jika tidak ada bahasa didunia . begitu juga
dengan sosiolingistik yang merupakan studi atau pembahasan dari bahasa
sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat, maka kami
merasa sangat penting membahas bahasa dalam konteks sosial. Karena kita ketahui
bahwa, ada dua aspek yang mendasar dalam pengertian masyarakat. Yang pertama
ialah bahwa anggota-anggota suatu masyarakat hidup dan berusaha bersama secara
berkelompok-kelompok. Aspek yang kedua ialah bahwa anggota-anggota dan
kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup bersama karena ada suatu perangkat
hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan tindak laku mereka, ter
masuk tindak laku berbahasa.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
bahasa dalam konteks social ?
2. Apa
peristiwa tutur dan tindak tutur ?
3. Apa
yang dimaksud Tindak tutur dan pragmatik ?
C. TUJUAN
1. Ingin
mengetahui bahasa dalam konteks sosial
2. Ingin
mengetahui peristiwa tutur dan tindak tutur
3. Ingin
mengetahui Tindak tutur dan pragmatik
BAB II
A. Bahasa
Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )
Manusia
adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang
memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa
lainnya.
Hubungan
antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang
Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa
“Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berhubung kaitan dengan
bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena
masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti
Antropologi seperti sistem kerabat.Antropologi bisa juga melibatkan geografi
dan sosiologi serta psikologi sosial”.
Manakala,
Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama
yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud
adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi
interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk
menirukan alam fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan
suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi.
Konteks
sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada golongan
masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya
si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai
guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia juga masuk ke dalam kelas pegawai
negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan
“terdidik”.
Kita
melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi.
Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari
segi lafal mereka, yaitu akhiran - kan yang dilafalkan - ken. Jadi perbedaan
atau penggolongan kelompok masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa
golongan masyarakat itu.[1]
Tahun
1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur
kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City
(lapisan sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang
direkam, tidak dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang.
Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi
menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode
sampling.
Ada
kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke
tiga tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s.
kemudian diadakan penelitian apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan
gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS)
dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial,
yaitu:
vKelas Menengah Tinggi (KMT)
vKelas Menengah Atas (KMA)
tidak
diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si
pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua
arah ini terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai
alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu:
a) Aspek
linguistic.
b) Aspek
nonlinguistik atau paralinguistik.
Kedua
aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik
mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini
mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya
terdapat makna, gagasan, idea atau konsep). Aspek paralinguistik mencakup:
Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi),
staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.[2]
Aspek
linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama
dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses
komunikasi.
Bahasa
dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu tekanan (stress),
nada (pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan
tangan, anggukan kepala, rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang berkenaan
dengan indera perasa (pada kulit).
B. Peristiwa Tutur
Yang
dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi
linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, didalam tempat, waktu dan
situasi tertentu.[3]
Dell
Hymes mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen,
yang dikenal dengan speaking. Kedelapan komponen tersebut adalah:
1) S
(Setting and Scene) : Waktu,tempat dan
situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
2) P
(Participants) : pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan,
bias pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa atau pengirim pesan dan
penerima pesan.
2) E
(End : purupose and goal) : merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan
peristiwa yang terjadi pada ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan
suatu perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai
tujuan yang berbeda.
3) A
(Act Sequences) :Bentuk ujaran dalam perkuliahan, dalam percakapan biasa
dan dalam pesta pasti berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan
4) K
(Key : tone or spirit of Act) : mengacu pada nada, cara dan semangat
dimana suatu pesan disampaikan
5) I
(Instrumentalities) : mengacu pada jalur bahasa yang digunakan,
seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.
6) N
(Norm of interaction and interpretation) : mengacu pada norma atau
aturan dalam berinteraksi.
7) G
(Genres) : mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi,
puisi, pepatah, doa dan sebagainya.[4]
C. Tindak tutur.
Tindak
tutur atau tindak ujar adalah aktivitas menuturkan atau mengujarkan tuturan
dengan maksud tertentu (Rustono 1999: 33). Tindak tutur bersifat pokok di dalam
pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik
lain seperti praanggapan, perikutan, implikatur, percakapan, prinsip kerja
sama, prinsip kesatuan, dsb.
Tindak
Tutur Berdasarkan Tujuan Penuturannya
Menurur
Austin (1962) dalam Wijana (1996: 23) dan Rustono (1999: 34) tuturan dibedakan
menjadi tuturan konstatif dan tuturan performatif.
Tuturan
konstatif adalah tuturan yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji
benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia (Gunawan 1994:
43).
Contoh
:
• “Manuk
Dadali adalah lagu daerah Jawa Barat.”
• “Dakka
ibu kota Bangladesh.”
Tuturan
performatif adalah tuturan yang pengutaraanya digunakan intuk melakukan sesuatu
(Wijana 1996: 23).
Contoh
:
§“Saya berani menjamin Milan akan
memenangkan pertandingan malam ini.”
§“Saya berjanji akan datang besok.”
Murid
Austin, Searle mengembangkan dua jenis tuturan itu ke dalam tiga jenis tindak
tutur. Menurut Searle (1983) dalam Rahardi (2003: 72) dan Wijana (1996: 17-20),
tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi,
dan tindak tutur perlokusi.
Tindak
tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu.
Contoh :
Contoh :
·”Dia kebingungan.”
· “Saya sakit.”
· “Bajunya basah.”
Tindak
tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya
tuturan atau tindak tutur yang ditujukan untuk memberikan efek atau pengaruh
kepada lawan tutur.
Contoh
:
·“Ban motor saya bocor.”
· “Di bus itu banyak copet yang
biasanya menyamar menjadi pengamen.”
Tindak
tutur perlokusi adalah efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu bahasa.
Austin (1962: 101). Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur
secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang
pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur, inilah yang merupakan
tindak perlokusi.
Contoh
Contoh
·“Pukul saja!”
· “Ada rampok!”
Selanjutnya,
Searle (dalam Rahardi 2003: 72-75 dan rustono 1999: 39-43) mengklasifikasikan
tuturan ilokusi ke dalam lima jenis tindak tutur, yaitu: tindak tutur asertif
yang disebut juga dengan tindak tutur representatif, direktif yang disebut juga
dengan tindak tutur impositif, ekspresif yang disebut juga dengan tindak tutur
evaluative, komisif, dan isbati yang disebut juga dengan tindak tutur
deklarasi.
A.Tindak
tutur Asertif atau Representatif.
adalah
tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang
diujarkannya.
Conttur
Direktif atau Impositif
adalah
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan
yang disebutkan di dalam tuturan itu.
Contoh
:
•
“Tolong tutup pintunya!”
•
“Lebih baik kamu masuk saja.”
•
“Berikan data itu sekarang!”
C.Tindak
tutur Ekspresif / Evaluatif
adalah
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai
evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu.
Contoh
:
•
“Pekerjaanmu kurang memuaskan.”
•
“Suaramu bagus sekali.”
D.Tindak
tutur Komisif
adalah
tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di
dalam tuturannya.
Contoh
:
•
”Besok saya akan tiba tepat waktu.”
• “Saya
berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh.”
E.Tindak
tutur Isbati / Deklarasi
adalah
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status,
keadaan, dsb) yang baru.
Contoh
:
•
“Jangan membuat tugas sembarangan!”
D. Tindak Tutur Dan Pragmatik
Definisi
Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam
pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak
dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk
linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan
tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks
tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut penekanan ditambahkan.
Tindak
tutur merupakan slah satu fenomena yang menjadi kajian dalam pragmatik. Kajian
lain dalam pragmatik adalah deiksis, preposisi dan implikatur.
pragmatik
adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual,
hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik
mempelajari makna secara eksternal. Dapat juga dikatakan bahwa makna yang
ditelaah semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji
pragmatik adalah makna yang terikat konteks. Sebauh tuturan dapat dipahai
dengan baik apa bila deiksisnya jelas, preposisinya diketahui, dan implikatur
percakanpannya dipahami.
Menurut
Yule (1996:3) definisi pragmatik yaitu:
1) Bidang
yang mengkaji makna pembicara
2) Bidang
yang mengkaji makna menurut konteksnya
3) Bidang
yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan,
mengkaji
makna yang dikomunikasikan atau terkomunukasikan oleh pembicara Bidang yang
mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang
terlibat dalam percakapan tertentu.
Tindak
tutur ( speech art ) merupakan unsur pragmatik yang
melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang
dibicarakan. Dalam penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin
ilmu.
Menurut
Chaer (2004 : 16) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat
psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur
dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna
atau arti tindakan dalam tuturannya.[6]
J.L.Austin
(dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9) menyatakan bahwa secara pragmatis, setidak-tidaknya
ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur dalam
melakukan tindak tutur yakni:
1) tindak tutur
lokusi,
2) tindak
tutur ilokusi,
3) dan
tindak tutur perlokusi
Masuknya
pragmatik dalam linguistik merupakan tahap akhir dalam gelombang ekspansi
linguistik, dari sebuah ilmu sempit yang mengurusi data fisik bahasa, menjadi
suatu disiplin ilmu yang luas yang meliputi bentuk, makna dalam konteks.
Tetapi, ini tahap perkembangan jalur utama aliran linguistik di belahan
Amerika. Pada 1940-an di belahan Eropa sudah berkembang kegiatan mengkaji
bahasa dengan mempertimbangkan makna dan situasi (aliran praha, aliran firth)
dan pada tahun 1960-an Halliday megembangkan teori sosial mengenai bahasa.
Secara
umum, dapat disimpulkan bahwa kaitan antara pragmatik dan pengajaran bahasa
adalah dalam hal kompetensi komunikatif yang mencakup tiga macam kompetensi
lain selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu:
ükompetensi
sosiolinguistik (sociolinguistic competence). yang
berkaitan dengan pengetahuan sosial budaya bahasa tertentu,
ü kompetensi
wacana (discourse competence) yang
berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik,
üdan
kompetensi strategik (strategic competence) yang
berkaitan dengan kemampuan pengungkapan gagasan melalui beragam gaya yang
berlaku khusus dalam setiap bahasa.
BAB III
KESIMPULAN
A. Bahasa
Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )
Manusia
adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya.
Hubungan
antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang
Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa
“Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berhubung kaitan dengan
bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena
masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti Antropologi
seperti sistem kerabat.
Fishman
menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri
bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial
(regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu
menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk menirukan alam
fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah,
sedih, gembira dan apresiasi.
Konteks
sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada
golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang
kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan
sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar