Pages

Selasa, 21 April 2015

KESUSASTRAAN BALI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Bali memilki sejuta budaya, di masing-masing Daerah yang ada di Bali. karena itulah Bali menjadi pusat tujuan wisata internasional. Dan dengan perkembangan kepariwisataan di Bali akan  mempengaruhi budaya Bali. Pada zaman modern ini banyak orang yang mulai meninggalkan budaya Bali. Contoh para orang tua lebih banyak mengajarkan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak lagi menggunakan Bahasa Daerah Bali. Kalau semua orang tua seperti itu maka lambat laun bahasa Bali akan hilang, karena kita saja sebagai orang Bali tidak mau melestarikan budaya Bali, dan siapa lagi yang kita suruh untuk melestarikannya kalau bukan kita semua. Untuk itulah kita sebagai orang Bali setidaknnya untuk belajar tentang Kesusastraan Bali. Karena begitu banyak Kesusastraan Bali yang perlu kita lestarikan. Contoh lagu-lagu dari anak-anak sampai orang tua berbeda-beda jenis nyanyiannya. Pada saat mengiringi upacara keagamaan juga berbeda-beda. Itu semua merupakan Budaya Bali yang perlu kita lestarikan.
           Zaman sekarang ini semuanya serba canggih dan merosotnya moralitas. Pengetahuan dan Pendidikan adalah  teman yang sejati atau teman yang pada zaman sekarang ini untuk menghidari dampak negatif dari IPTEK. Maka dari itu dalam makalah kami ini mengambil tema Pendidikan, karena merosotnya moral kita sebagai manusia. Karena dengan memilki pengetahuan yang baik kita akan dapat mengikuti perkembangan IPTEK dengan baik, bukan sebaliknya   kita di perbudak oleh IPTEK tersebut. Dan dengan mendapatkan pendidikan kita akan mengatahui mana perbuatan yang baik dan yang salah. Dan dengan melalui pendidikan kita bangkitkan semangat untuk melestarikan Budaya Bali khususnya kesusastraan Bali. Dan untuk menghargai para Kawia yang cendikiawan zaman dulu yang sudah banyak membuat karya-karya sastra yang bagus dan terkenal. Sudah menjadi kewajiban kita untuk melestarikan warisan para Kawia itu, dengan mempelajari dan menerapkan dalam kehidupan sehari – hari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Kesusastraan Bali?
2.      Bagaimana pembagian Kesusatraan Bali ?
3.      Bagaimana contoh kesusastraan Bali?

C.     Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian Kesusastraan Bali
2.    Untuk mengetahui pembagian kesusatraan Bali
3.    Untuk  mengetahui contoh kesusastraan Bali.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kesusastraan Bali
     Kesusastraan Bali adalah karya tulis yang berisi ungkapan dari pikiran, kepandaian, serta menggunakan gaya bahasa yang bagus, yang keluar dari pikiran yang berbudi luhur. Dan ditulis memakai Bahasa Bali, serta boleh ditulis dalam tulisan Bali atau latin.
B.  Pembagaian Kesusastraan Bali
a.    Menurut Bentuk / Rupa
1)   Sastra Tembang (Gending / sekar)
          Tembang adalah karya sastra mengguakan Bahasa Bali, Tulisan Bali atau Latin. Dan dalam pembuatannya menuruti aturan-aturan tembang yang berupa bait. Seperti aturan - aturan banyak baris, banyak suku kata pada baris dan aturan suara. Tembang adalah salah satu cabang kesenian daerah Bali yang termasuk seni vocal tradisional sebagai pencetusan estetika melalui rangkaian nada-nada yang berlaraskan pelog / peluselendra baik yang dibawakan dengan suara maupun instrumentalia (alat musik).
*      Fungsi Tembang
          Tembang memiliki berbagai fungsi diantaranya :
a)   tebagai hiburan Manusia;
b)   sebagai sarana untuk mengiringi upacara keagamaan / upacara Yadnya;
c)   sebagai sarana utuk melestarikan budaya;
d)  sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat.
*      Pembagian Tembang
       Mengenai pembagian tembang para sastrawan pada saat munculnya tembang mempunyai pendapat yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan pendapatnya masing-masing. Dalam hal ini kita mengambil salah satu pendapat dari bapak I Ketut Sukrata, beliau membagi tembang menjadi 4 bagian yaitu :
1.      Sekar Rare
      Sekar Rare adalah nyanyian atau lagu-lagu yang juga disebut gegendingan. Biasa dinyanyikan oleh anak-anak, dipakai mengiringi gambelen menggunakan bahasa daerah, memakai sajak bebas, isinya sebuah cerita samapi selesai, setiap lagu punya nama tersendiri dan didalamnya selalu diselipkan ajaran- ajaran susila.

2.      Sekar Alit
      Sekar Alit adalah nyanyian atau lagu-lagu yang juga disebut geguritan berupa pupuh (macapat) yang susunannya terikat pada banyak baris pada setiap pupuh, banyak suku kata pada setiap baris, labuh suara (lingsa) kata terakhir setiap baris dan berisi ajaran-ajaran agama. Pupuh (tembang) itu dapat dibedakan antara lain : (a) sinom, (b) semarandhana, (c) pucung, (d) pungkur, (e) ginada, (f) ginanti, (g) durma, (h) dandang dula, (i) maksumambang, (j) mijil.
3.      Sekar Madya
      Sekar Madya adalah nyanyian atau lagu-lagu yang berisikan puji-pujian terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Yang termasuk Sekar Madya adalah kidung. Kidung adalah nyanyian suci yang dilagukan pada waktu upacara keagamaan. Kidung biasanya dilagukan bersama-sama. Sayair kidung merupakan susunan kata-kata dan kalimat yang indah. Syair itu dilantunkan dengan lagu yang merdu dan suara yang baik sehingga menampilkan karya seni yang bermutu. Nyanyian suci yang hikmat dapat menghantarkan fikiran dan hati kita sujud bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi. Kidung biasaya dilantunkan pada upacara keagamaan yaitu Panca Yadnya. Masing-masing upacara Yadnya memiliki jenis kidung yang berbeda-beda. Kidung juaga dapat dibedakan menjadi 5 macam seperti:
(a)    Kidung Dewa Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Dewa Yadnya.
(b)   Kidung Bhuta Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Bhuta yadnya.
(c)    Kidung Manusa Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Manusa Yadnya.
(d)   Kidung Pitra Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Pitra Yadnya
(e)    Kidung Rsi Yadnya dalah kidung yang dipakai untuk mengiringi upacara Rsi Yadnya.
4.      Sekar Agung
      Sekar agung adalah nyanyian atau lagu-lagu atau tembang yang terkait pada susku kata dalam setiap baris (wrtta), letak guru lagu atau (matra) dan purwa kanti, tembangnya bebas asal enak didengar dan tidak meninggalkan guru lagu, berisi ajaran agama. Yang termasuk Sekar Agung adalah :
(a)    Palawakya seperti membaca skola-sloka Sarasamuscaya.
(b)   Kekewin seperti : Kekawin ramayana, Kekawin Arjuna Wiwaha, dll.
2)   Sastra  Gancaran
     Gancaran adalah karya sastra yang menggunakan Bahasa Bali yang ditulis tidak mengikuti aturan-aturan dalam tembang. Gancaran Bali purwa dibagi menjadi 6 diantaranya :
a)    cerita (Dongeng)
b)   cerita badbad (Hikayat)
c)    cerita wiracarita (Epos)
d)   cerita dewa-dewa (Mitos)
e)    cerita tempat (Legenda)
f)    palawakya (Prosalisasi)
b.   Menurut Jaman
1)   Sastra Bali Purwa (klasik,kuna)
     Kesusastraan Bali Purwa, ialah kesusastraan yang telah diwarisi sejak jaman lampau dan lekat sekali kaitannya dengan Pustaka Suci Agama Hindu, misalnya : Buku-buku Weda, yang telah menjelma menjadi kesusastraan Nusantara Kuna diantaranya Kesusastraan Bali Purwa. Selanjutnya Kesusastraan Bali Purwa itu kalau dilihat dari bentuk dapat dibagi menjadi tiga bagian sebagai tersebut dimuka, yaitu : tembang, gancaran dan palawakya.
2)    Sastra Bali Anyar (Moderen)
     Kesusastraan Bali Anyar, ialah Kesusastraan Bali yang telah mendapat pengaruh dari Kesusastraan Nasional yaitu kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Bali Anyar dapat dibedakan berupa : (a) Satua Bawak (Cerpen), (b) Satua Dawa (Novel), (c) Puisi Bali Anyar , dan (d) Lelampahan (Drama).

c.    Kesustraan Bali Menurut Cara Menuturkan
1)   Sastra Gantian
     Sastra gantian ini pada umumnya anonim dan cara penyampaiannya merupakan bahasa lisan secara turun temurun. Bentuknya ada yang merupakan tembang ada yang berupa gancaran.
2)    Sastra Sesuratan
     Sastra sesuratan ini timbul setelah orang-orang Bali mengenal huruf, baik huruf Bali maupun huruf latin. Bentuknya ada berupa tembang, gancaran dan palwakya. Selanjutnya setelah mendapat pengaruh dari kesusastraan Indonesia munculah kesusastraan Bali Modern.
d.   Menurut Bahasa Yang Dipakai Mengarang
1)   Sastra Bali Berbahasa Jawa Kuno
     Contohnya : Kekawin Ramayana, Arjuna Wiwaha, Krsnayana, Gatotkaca Sraya, Arjuna Wijaya, Krsna Duta
2)   Sastra Bali Berbahasa Sansekerta
          Yang berkaitan dengan mantram-mantram
3)   Sastra Bali Berbahasa Bali Aga
      Aga yang artinya gunung, mula. Jadi sastra bali berbahasa Bali Aga adalah karya sastra yang menggunakan bahasa yang sudah ada, bahasa bali Aga ini dipakai oleh masyarakat di desa Pedawa, Sidatapa dan Trunyan.
4)   Sastra Bali Berbahasa Bali Kuno
     Yaitu karya sastra yang menggunakan Bahasa Bali Kuno yang biasanya dipakai untuk menulis prasasti. Dan dibagi ke dalam 3 zaman yaitu: zaman Prabhu Warmadewa, zaman Dalem Samprangan, dan zaman Dalem Malinggih ring Puri Sueca Pura (Gelgel). Contohnya Kidung Warga Sari.
5)   Sastra Bali Berbahasa Bali Tengahan
     Yaitu karya sastra yang berisi kosa bahasa Bali Tengahan. Sekitar tahun 1700 sampai 1915. Arjuna Pralabda.
6)   Sastra Bali Berbahasa Bali Anyar
     Sastra Bali Anyar ini yaitu pada zaman sekarang. Yang berisi sor singgih Bahasa dan sastra-sastra yang berisi unsur sastra Indonesia, yang diterbitkan setelah kemerdekaan RI.

*      Pengaruh – mempengaruhi dalam puisi Bali moderen
          Pengarang-pengarang sastra Bali modern, kususnya bentuk puisi Bali modern, pada  mulanya adalah para pengarang  yang awalnya menulis hasil-hasil karya dalam bahasa Indonesia. Artinya pengalaman yang yang diperoleh dari kehidupan  cipta sastra Indonesia dialihkan kelingkungan sastra Bali modern, mengenai cara penciptaannya, corak, bentuk, ide, gaya, pengaruh, sikap hidup pengarang, kondisi bacaan dan ciptaan, serta situasi dan yang lain hal itu tiada lain, karena terdapat persamaan antara pengadaan sastra Indonesia akan sama peroses penciptaannya dengan karya sastra Bali modern.
    
     Keberadaan sastra Bali modern, kususnya bentuk puisi Bali modern, tiada lepas dari pengaruh- pengaruh yang di miliki seorang yang pernah menulis sastra Indonesia oleh karna itu, tidak mungkin penyair Bali akan mampu langsung menulis puisi Bali modern tanpa sebelumnya pernah melihat, membaca (menulis puisi-puisi dalam bahasa indonesia).
C.  Contoh Kesusastraan bali
*      Contoh Tembang dan Gancaran Beserta Dengan Unsur-Unsur Instrinsiknya
          Dalam pembuatan makalah ini, penulis sepakat untuk mengambil beberapa contoh tembang dan gancaran serta bagaimana mengapresiasi atau menganalisis dan untuk puisi dan gancaran kami juga mencari unsur-unsur intrinsik yang terkandung didalamnya. Adapun contoh tembang dan gancaran tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Sekar  Rare
            Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa sekar rare adalah tembang atau nyanyian untuk anak-anak. Dimana nuansa pendidikan sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini. Untuk lebih mempemudah mengajar anak-anak salah satunya adalah dengan menyanyikan tembang. Adapun salah satu tembang sekar rare yang masih bernuansa pendidikan adalah tembang dibawah ini.

Kaki-kaki de nguda mabok,
Di beten cunguhe ken dijagute,
Neked dipipine bek misi ebok,
Buin putih buka kapase.

Apresiasi sekar rare diatas adalah sebagai berikut:
          Kaki adalah sebutan bagi orang yang sudah tua. Dimana orang yang sudah tua harus kita hormati, dengan alasan orang yang lebih tua dari kita tentunya sudah memiliki pengalaman yang lebih dari yang kita miliki. Namun dalam lagu ini kata kaki lebih dititik beratkan pada orang yang telah menguasai ilmu pengetahuan. Dimana dengan ilmu pengetahuan, manusia akan mampu meningkatkan kwalitas jasmani maupun rohaninya sehingga menjadi manusia yang patut dihormati.
          De nguda mabok artinya janganlah berambut. Rambut/bok disini dimaksudkan sebuah kekotoran. Artinya orang yang sudah memiliki pengetahuan sudah seharusnya mampu mengurangi sifat-sifat yang kurang baik. Karena orang yang berpengetahuan dan memiliki intelektual sudah pasti mampu untuk membedakan baik dan buruk.
          Di beten cunguhe ken di jagute artinya dibawah hidung dan di dagu. Kalau dianalisis diantara dagu dan dibawah hidung adalah mulut. Makna yang terkandung adalah menjaga kebersihan perkataan yang tentunya melalui mulut. Seperti pepatah mengatakan bahwa lidah tidak bertulang. Ucapan itu lebih tajam daripada pisau, apabila tidak dikendalikan akan berakibat fatal. Dalam kekawin Nitisastra disebutkan bahwa:
          Wasita nimitanta manemu laksmi
          Wasita nimitanta manemu pati kapangguh
          Wasita nimitanta manemu duka
          Wasita nimitanta manemu mitra

Terjemahan:
Karena perkataan yang menyebabkan orang selamat
Karena perkataan menyebabkan kematian
Karena perkataan menyebabkan kesengsaraan
Karena perkataan kita juga bisa mendapatkan teman (Surada, 2006:177)

          Seperti itulah kekuatan ucapan. Bila tidak mampu membawa perkataan dengan baik, pasti akan menemukan malapetaka. Seperti yang sudah disebutkan diatas, lidah itu tidak ubahnya seperti pisau yang tajam. Bila pisau tersebut dibawa oleh perampok atau pembunuh, maka kematian yang dihasilkan, tetapi bila pisau tersebut dibawa oleh seorang koki, maka akan menghasilkan masakan yang lezat yang mampu membuat orang lain senang.
          Neked dipipine bek misi ebok artinya sampai ke pipi ditumbuhi oleh rambut. Bila rambut-rambut itu menumbuhi wajah, tentu saja akan terlihat kurang rapi. Maknanya adalah jika manusia yang selalu diliputi oleh sifat-sifat adharma, mukanya akan terlihat kusam.
            Buin putih buka kapase artinya putih bagaikan kapas. Putih adalah warna yang melambangkan kesucian, artinya ketika sebagai manusia sudah mampu menjaga kebersihan diri dan hatinya dengan ilmu pengetahuan, maka dia akan menjadi manusia yang suci dan mulia.
2.      Sekar Alit (Pupuh)
            Untuk Sekar Alit (Pupuh) kami sepakat untuk membuat Pupuh Ginada yang bertema pendidikan, seperti disebutkan dibawah ini:

Swadharmane dados sisya
Malajahang raga sai
Pitutur guru pirengang
Solah dharma ne kagugu
Setata metingkah melah
Apang pasti
Dados sisya mautama

Teges ipun:
Ingih kaceritayang titiyang ne mangkin, indik perikrama dados sisya.
Sumngdana setata melajahang awak sai-sai.
Liana ring punika, patut pisan mirengang bebaos utawi pawuruh sang maha guru.
Sane anggon gagisain ten je wenten tios wantah solah sane dharma.
Lianan malih, mangda setata melaksana becik tur rahayu.
Mangda sumeken dados sisya sane pinih utama.

Terjemahan:
Kewajiban seorang siswa
Agar selalu tekun belajar
Harus mendengarkan nasehat dari seorang guru
Prilaku yang baik harus selalu menjadi pedoman
Selalu berbuat yang baik
Agar pasti
Menjadi siswa yang utama/baik

Adapun unsur-unsur instrinsik yang terkandung dalam pupuh ginada diatas adalah sebagai berikut:
Tema                           : Pendidikan
Alur                             : Menceritaskan tentang kewajiban-kewajjiban yang harus  dilaksanakan oleh seorang siswa, selalu berbuat baik agar menjadi sisiwa teladan.
Penokohan      : Pelaku menguraikan tentang kewajiban-kewajiban seorang tentang siswa
Sudut pandang  :   Pengarang sebagai pencerita
Amanat             :    Kewajiban seorang siswa harus selalu belajar, menghormaati dan mendengarkan nasehat guru terutama guru rupaka dan guru pengajian. Dan selalu berbuat yang baik agar menjadi siswa teladan.
3. Sekar Madya (Kidung)
          Dalam pembuatan makalah ini, kami juga mengambil contoh sekar madya (kidung) yang kami apresiasikan dan kami kaitkan dalam dunia pendidikan, adalah sebagai berikut:

MEGATRUH

Atur titiang, para sisya lintang jugul
Panembahing maring widhi
Tanpa mantra tanpa jugul
Bhakti antuk manah eling
Eling maring raga belog

Artinya:
Lihatlah sembah bhakti kami. Kami adalah para siswa yang sangat lugu. Sembah bhakti ini kami persembahkan untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sembah bhakti kami, kami persembahkan tanpa pengetahuan mantra dan juga tanpa persembahan makanan. Sembah bhakti ini diperesmbahkan dari pikiran yang selalu sadar akan keberadaan-Mu dan sadar akan kebodohan diri kami.

          Sekar madya/ kidung (megatruh) diatas, dapat kami apresiasikan bahwa sebagai seorang manusia harus menyadari kemampuan diri kita yang tiada berarti dihadapan Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta segala isinya. Dengan sembah sujud bhakti kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan anugrah kepada umat salah satunya yaitu ilmu pengetahuan.
4. Puisi Bali Anyar
          Puisi masih termasuk dalam kategori tembang. Namun kami mengambil contoh puisi Bali Anyar yang bertema pendidikan seperti dibawah ini:

Jendela Kayun

Iriki ring sor jendelane,
Tiang melengok ngaksinin sang surya sane mengingsir ka bucun galah,
Umbarane barak nyanggra sandikala sane rauh magpangin wengi,
Nutdutin manah sane katepesin rasa kangen,
Kangen teken munyine rerama, kangen teken embahan pitresnan rerama,

Ejoh didi  tiang manongos, ngisinin raga antuk widya,
Mangda maguna, dados sudih ring keluarga,
Yadiastun sunarnyane reramane nanging setata ngangenin,
Ngukir kenyem bangga ring cangkem  reramane,

Suryane engseb ninggalin lawat I punyan waru,
Sang Hyang Bayu budal tan ngesirin kampid I paksi malih,
Jendelane kasineb, I paksi maparama santi,

Adapun ulasan dari puisi diatas adalah sebagai berikut:
          Bahwa dalam puisi diatas menceritakan seorang anak yang tinggal jauh dari orang tua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dikala senja sang surya akan tenggelam dengan sinarnya yang kemerah-merahan, dia termenung di bawah jendela melihat sang surya,  yang membangunkan rasa rindunya pada suara dan kasih sayang orang tuanya. Dan dia ingin agar mampu menjadi sinar di tengah-tengah keluarganya. Walau sinarnya redup tetapi memberikan kehangatan dengan ilmu pengetahuan yang dia miliki akan membuat orang tuanya bangga. Sang Surya telah tenggelam meninggalkan banyangan pepohonan begitu juga dengan Sang Hyang Bayu tidak mendesir pada sayap burung. Jendela ditutup.

Unsur-unsur instrinsik dari puisi diatas adalah sebagai berikut
Judul               :   Jendela Kayun
Latar                    :   Ditempat Kos Sore Hari
Penokohan      :   Seorang anak yang bersedih
Amanat           :  Jangan menyia-nyia kepercayaan yang telah diberikan oleh orang tua untuk bisa merantau. Meski jauh dari orang tua namun ilmu pengetahuan harus digapai dan diraih. Agar mampu membuat orang tua bangga dan dengan pengetahuan yang dimiliki harus mampu menjadi anak yang suputra dalam keluaraga.
Tema puis       :    Pendidikan
Sajak               :    Bebas
Prasaan           :   Prasaan sediah dan kerinduan terhadap keluarga
Gaya bahasa   :   Bahasa Bali
Tipografi         :   Sederhana
5.  Satua
         Seperti yang sudah dijelaskan diatas, satua adalah termasuk jenis gancaran. Contoh satua yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini jenis satua dongeng (binatang). Adapun ceritanya adalah sebagai berikut
I CICING GUDIG

          Kacrita ada tutur-tuturan satua I Cicing Gudig. I Cicing Gudig, buka adanne berag tegres tur keskes gudig. Asing solahanga, yadiastun tuah mlispisin sisan-sisan nasi di tekore, ada dogen kone anak ngesekang wiadin pet lacuran nasibene kanti ia kena lantig. Ento ke makrana sai-sai kone ia maselselan, nyelselang buat kalacurane tumbuh dadi cicing makejang anake tuara ngiyengin. Di kenkene nujang I buyung mataluh di tatunne, bengu malekag kone ambunne I Cicing Gudig. Yan suba kaeto, asing anake impasina makejang nekep cunguh krana tusing nyidaang ngadek bonne.
          Sedek dina anu, I Cicing Gudig mlispisin di pekene. Ada kone anak sedeng madaar di dagang nasine, ento lantas nengnenga menek tuun kanti telah baana nolih tur metek ukudan anake ane sedeng madaar ento. Sambilanga bengong dadi pesu kenehne I Cicing Gudig ane boya-boya, “Yan pet pade i dewek dadi manusa buka anake tenenan, kenken ya legan kenehe ngamah, mabe soroh ane melah-melah. Ngamah masi di tongose ane bersih tur matatakan tekor. Yan dewek begbeg ngantosang ngalih sisan-sisane dogen. Ah, do ento sebetange kene baan melaksana, nyanan petenge lakar mabakti ka Pura Dalem mapinunas teken Betari Durga pang dadi manusa”. Keto pangaptinne I Cicing Gudig sambilanga nlektekang anake ane sedek madaar kanti ngetel kone paesne ka tanahe.
          Gelisang crita, suba peteng, mabakti kone lantas I Cicing Gudig di Pura Dalem. Dadi medal laut Ida Betari Durga tur ngandika teken I Cicing Gudig, “Ih, iba Cicing Gudig, dadi iba ngacep Manira, apa lakar tunasang Cai tekening Manira?” Mara keto pangandikan Ida Betari Durga lantas I Cicing Gudig matur: “Inggh nawegang titiang ping banget ring bukpadan ratu Betari sesuhunan titiang, ampurayang padewekan titiang duaning ageng pinunas titiang ring Cokor I Ratu. Mungguing pinunas titiang, yening paduka Betari ledang, titiang mapinunas mangda prasida titiang dados manusa!”
Olih: W. Suardina

Unsur-unsur intrinsik Satua I Cicing Gudig
Tema                        :    Pendidikan
Plot atau alur            :    Alur ceritanya adalah alur maju
Penokohan               :    I Cicing Gudig sebagai pelaku utama, dia tidak mudah putus asa dan sabar.
Latar atau setting     :    di pasar dan di Pura Dalem
Sudut Pandang        :    orang ke-tiga
Gaya Bahasa            :    Bahasa Bali Kepara
Amanat                    :    Amanat atau pesan yang terkandung dalam satua diatas adalah pesan pendidikan kehidupan yang sangat berharga, dimana walau bagaimanapun buruknya kehidupannya saat ini, ia menyadari itulah karma yang harus ia terima di kehidupan sekarang. Walau sempat putus asa dan berandai-andai menyesali semua keadaan akan miskin dan buruknya kehidupan yang ia terima, tetapi ia tetap tegar dan berusaha untuk bisa bertahan hidup. Biar bagaimanapun ia disakiti, dihina dan dicaci maki oleh semua orang, dia meyakini bahwa dengan tetap sabar dan selalu mendekatkan diri pada Tuhan, maka ia akan mendapatkan keadilan dan kebesaran Tuhan/Sang Hyang Widhi bahwa dimasa yang akan datang ia akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari pada saat ini.
6. Cerpen
    Cerpen juga termasuk jenis gancaran atau bisa juga disebut dengan satua bawak. Berikut adalah contoh cerpen yang masih bertema pendidikan.

GURU GUYU

         Uli pidan I Wayan Sugih Artha Lacur Braya ngaku dot dadi guru. Pang kuda kaden ia milu test pegawe negeri, pang monto ia sing lulus. “Ma nak belog cara ci ee kanti nyidang dadi guru, man kenken ya padadinne murid-murid”, keto I Nyoman Blek Tukang Walwk nyacadin. Prajani barak biing muanne I Wayan. Ia tersinggung sajan-sajan tersinggung. Das sajan botol arake anggona nimpungin I Nyoman. Mirib man sing sekaa tuak ane lenan nambakin, sinah suba bocor tenggekne I Nyomanb, sinah suba maganti adanne. Dadi I Nyoman red pesu getih. “Man cang orahang ci belog, ci kenken?, man ci mrasa dueg mai mapadu, pang karuan, krama sekaa tuake dadi juri”, keto abetne I Wayan sambilanga muding I Nyoman nganggo lima tengebot. Lima tengawanne suba magemelan, siap kal nyagur.
          I Nyoman Blek Tukang walek nguntul, ngobanne barak biing. Miriba ya nyesel mesuang munyi muka keto. Ia sing madaya, ulian walekanne kal ngranang I Wayan Sugih Artha Lacur Braya pedih. Jani krama sekaa tuake sing ada ane bani pesu munyi, takut I Wayan ngancan pedih. Konyangan iteh nuruang tuak, sambilanga nyaru-nyaru matoog. “Sajan Ci sing nawang labak tegeh, amonto uli pidan suba matimpal. Nak sing dadi ngwalek ane pesajanne. Mlajah buin ngae walek-walekan pang misi masih ngajum. Yan suba misi ngajum, sinah walekanne sing bes dingehanga, ajum-ajumne dogen ane masukanga ka ati”, I Made Dabdab Kereng Gradab-Gradam mamunyi kisi-kisi di kupingne I Nyoman Blek Tukang Walek.
          Ada dasa menit, sepi jampi sekan tuake. Sing ada ane bani ngamaluin mamunyi. Konyangan ngaku-ngaku prihatin ke nasibne I Wayan Sugih Harta Lacur Braya. “Cang sing nyidaang dadi guru, jani pianak cangge orain cang nyobak milu test calon Guru. Mara kal test ada anak mulih ngaku-ngaku anak ane nyidang ngalulusang. Kone man dot lulus, man sarjana patut mayah satus selai juga. Man sing ngelah pis amonto, lima juta dogen kone bayah malu. Man suba seken lulus, tuur suba maan SK, SK-ne ngadiang di bank, silihang satus duang dasa, mara gajihe anggon nyilcil. Peh jeg aluh sajan anake ento mamunyi, kewala pengeng baana icang ningehang”, keto i Wayan sambilanga mecik pelengan.
          Krama sekaa tuake milu mecik pelengan. Konyangan mautsaha ngenehang unduk ane orange teken I Wayan. Pamuputne konyangan kitak-kituk ngaku sing kresep. “Maksudne kenken?” man dadi guru, patut mautang malu, man keto sing guru guyu ya adane, memeh bandingan ke dadi guru mautang, luungan dadi Guru Wayan, Guru Made, Guru Candra lan guru ane lenan dogen”, keto I Made Dabdab Kereng gradab-Gradab mamunyi sambilanga kedek. Krama sekaa tuake milu kedek.
          “To awinan tiang sing buin percaya teken guru-guru cara janinne. Luungan suba cucun-cucun tiange maguru ken alam. Apang sing uli cenik bisa ia miara alam, sing uli cenik adepanga buku, apang liu reramanne ngelah utang. Man keto dog kwalitas calon-calon gurune, pantesan tiang dadi guru teh”, ko I Wayan mamunyi sambilanga majujuk nitgtig tangkah. Buin siep krama sekaa tuake. Konyangan takut pelih mamunyi.

Kaketus saking : *http://www.balipost.com

Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Guru Guyu
Tema                        :    Pendidikan
Plot atau alur            :    alur ceritanya adalah alur maju
Penokohan               :    1)  I Wayan Sugih Artha
                                           Sifatnya: mudah tersinggung dan gampang emosi.
                                      2)  I Nyoman Blek
                                           Sifatnya: tidak bisa memilah-milah perkataan, maksud-nya ingin bercanda tetapi malah menyinggung perasaan orang lain.
                                      3)  I Made Dabdab
                                           Sifatnya: bijaksana dalam menghadapi dan mempertimbangkan suatu masalah atau persoalan yang sedang dihadapi sesuai dengan kemampuan.
Latar atau setting     :    di tempat orang minum tuak
Sudut Pandang        :    orang ketiga
Gaya Bahasa            :    Bahasa Bali Kepara
Amanat                    :    Pesan atau Amanat yang terkandung dalam cerpen diatas, bahwa kita sebagai manusia harus bisa berhati-hati dan mengendalikan setiap perkataan yang kita ucapkan. Terkadang saat kita berbicara secara tidak sengaja niat kita untuk bercanda tetapi malah menyinggung perasaan orang lain. Jangan mudah marah dan terrsingggung ketika mendengar perkataan orang lain. Bila demikian energi negatif selalu berada dalam diri kita dan kita akan mudah sakit hati apabila kita tidak sabar dan tenang.


BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan
       Dari materi diatas dapat kami simpulkan bahwa kesusastraan Bali di bagi menjadi empat yaitu berdasarkan bentuk ada dua yaitu:  tembang dan gancaran. Tembang ada empat yaitu: sekara rare , sekar alit, sekar madya, dan sekar agung. Gancaran ada dua puisi dan prosa. Serta berdasarkan jamanya di bagi menjadi dua yaitu: Sastra Bali Purwa dan Sastra Bali Anyar. Berdasarkan teknik penyampaiannya atau menceritakannya yaitu: sastra gantian (lisan) dan sesuratan (tulisan). Serta menurut bahasa yang di gunakan yaitu: sastra Bali berbahasa Jawa kuno, sastra Bali berbahasa Sansekerta, sastra Bali berbahasa Bali Aga, sastra Bali berbahasa Bali kuno, sastra Bali berbahasa Bali tengahan, sastra Bali berbahasa Bali Anyar
B.  Saran
Berdasarkan isi makalah ini, kami menyampaikan saran:
1.      hendaknya kita mengetahui tentang kesusastraan bali
2.      Semoga dengan makalah ini, kita dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua terkait kesusastraan yang ada di Nusantara terutama kesusastraan Bali.


         
DAFTAR PUSTAKA

Indrawati Ayu. 2014. “Karya Sastra bali”. Karya Sastra Bali.(online) (http://blogger.com) diakses Minggu, 27 Januari 2014, pukul 21.09.
Ekstensia Fbs. 2013. “Sastra Bali”. Sastra (online) (http://blogger.com) diakses jumat 07 Juni 2013, pukul 07. 14.



0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

Change Background of This Blog!


Pasang Seperti Ini

About