BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bali
memilki sejuta budaya, di masing-masing Daerah yang ada di Bali. karena itulah
Bali menjadi pusat tujuan wisata internasional. Dan dengan perkembangan
kepariwisataan di Bali akan mempengaruhi budaya Bali. Pada zaman modern
ini banyak orang yang mulai meninggalkan budaya Bali. Contoh para orang tua
lebih banyak mengajarkan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak lagi
menggunakan Bahasa Daerah Bali. Kalau semua orang tua seperti itu maka lambat
laun bahasa Bali akan hilang, karena kita saja sebagai orang Bali tidak mau
melestarikan budaya Bali, dan siapa lagi yang kita suruh untuk melestarikannya
kalau bukan kita semua. Untuk itulah kita sebagai orang Bali setidaknnya untuk
belajar tentang Kesusastraan Bali. Karena begitu banyak Kesusastraan Bali yang
perlu kita lestarikan. Contoh lagu-lagu dari anak-anak sampai orang tua berbeda-beda
jenis nyanyiannya. Pada saat mengiringi upacara keagamaan juga berbeda-beda.
Itu semua merupakan Budaya Bali yang perlu kita lestarikan.
Zaman sekarang ini semuanya serba canggih dan merosotnya moralitas.
Pengetahuan dan Pendidikan adalah teman yang sejati atau teman yang pada
zaman sekarang ini untuk menghidari dampak negatif dari IPTEK. Maka dari itu
dalam makalah kami ini mengambil tema Pendidikan, karena merosotnya moral kita
sebagai manusia. Karena dengan memilki pengetahuan yang baik kita akan dapat
mengikuti perkembangan IPTEK dengan baik, bukan sebaliknya kita di
perbudak oleh IPTEK tersebut. Dan dengan mendapatkan pendidikan kita akan
mengatahui mana perbuatan yang baik dan yang salah. Dan dengan melalui
pendidikan kita bangkitkan semangat untuk melestarikan Budaya Bali khususnya
kesusastraan Bali. Dan untuk menghargai para Kawia yang cendikiawan zaman dulu
yang sudah banyak membuat karya-karya sastra yang bagus dan terkenal. Sudah
menjadi kewajiban kita untuk melestarikan warisan para Kawia itu, dengan
mempelajari dan menerapkan dalam kehidupan sehari – hari.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Kesusastraan Bali?
2. Bagaimana pembagian
Kesusatraan Bali ?
3. Bagaimana
contoh kesusastraan Bali?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui
pengertian Kesusastraan Bali
2. Untuk
mengetahui pembagian kesusatraan Bali
3. Untuk mengetahui contoh kesusastraan Bali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesusastraan
Bali
Kesusastraan
Bali adalah karya tulis yang berisi ungkapan dari pikiran, kepandaian, serta
menggunakan gaya bahasa yang bagus, yang keluar dari pikiran yang berbudi luhur.
Dan ditulis memakai Bahasa Bali, serta boleh ditulis dalam tulisan Bali atau
latin.
B. Pembagaian Kesusastraan Bali
a.
Menurut Bentuk / Rupa
1)
Sastra Tembang (Gending / sekar)
Tembang adalah karya sastra mengguakan Bahasa Bali, Tulisan Bali atau Latin.
Dan dalam pembuatannya menuruti aturan-aturan tembang yang berupa bait. Seperti
aturan - aturan banyak baris, banyak suku kata pada baris dan aturan suara.
Tembang adalah salah satu cabang kesenian daerah Bali yang termasuk seni vocal
tradisional sebagai pencetusan estetika melalui rangkaian nada-nada yang
berlaraskan pelog / peluselendra baik yang dibawakan dengan suara maupun
instrumentalia (alat musik).

Tembang memiliki berbagai fungsi diantaranya :
a) tebagai hiburan Manusia;
b) sebagai
sarana untuk mengiringi upacara keagamaan / upacara Yadnya;
c) sebagai sarana utuk melestarikan budaya;
d) sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat.

Mengenai
pembagian tembang para sastrawan pada saat munculnya tembang mempunyai pendapat
yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan pendapatnya masing-masing. Dalam
hal ini kita mengambil salah satu pendapat dari bapak I Ketut Sukrata, beliau
membagi tembang menjadi 4 bagian yaitu :
1. Sekar Rare
Sekar Rare
adalah nyanyian atau lagu-lagu yang juga disebut gegendingan. Biasa dinyanyikan
oleh anak-anak, dipakai mengiringi gambelen menggunakan bahasa daerah, memakai
sajak bebas, isinya sebuah cerita samapi selesai, setiap lagu punya nama
tersendiri dan didalamnya selalu diselipkan ajaran- ajaran susila.
2. Sekar Alit
Sekar Alit
adalah nyanyian atau lagu-lagu yang juga disebut geguritan berupa pupuh
(macapat) yang susunannya terikat pada banyak baris pada setiap pupuh, banyak
suku kata pada setiap baris, labuh suara (lingsa) kata terakhir setiap baris
dan berisi ajaran-ajaran agama. Pupuh (tembang) itu dapat dibedakan antara lain
: (a) sinom, (b) semarandhana, (c) pucung, (d) pungkur, (e) ginada, (f)
ginanti, (g) durma, (h) dandang dula, (i) maksumambang, (j) mijil.
3. Sekar Madya
Sekar Madya
adalah nyanyian atau lagu-lagu yang berisikan puji-pujian terhadap Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Yang termasuk Sekar Madya adalah kidung. Kidung adalah
nyanyian suci yang dilagukan pada waktu upacara keagamaan. Kidung biasanya
dilagukan bersama-sama. Sayair kidung merupakan susunan kata-kata dan kalimat
yang indah. Syair itu dilantunkan dengan lagu yang merdu dan suara yang baik
sehingga menampilkan karya seni yang bermutu. Nyanyian suci yang hikmat dapat
menghantarkan fikiran dan hati kita sujud bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi.
Kidung biasaya dilantunkan pada upacara keagamaan yaitu Panca Yadnya.
Masing-masing upacara Yadnya memiliki jenis kidung yang berbeda-beda. Kidung
juaga dapat dibedakan menjadi 5 macam seperti:
(a) Kidung Dewa
Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Dewa Yadnya.
(b) Kidung Bhuta
Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Bhuta yadnya.
(c) Kidung
Manusa Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Manusa Yadnya.
(d) Kidung Pitra
Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Pitra Yadnya
(e) Kidung Rsi
Yadnya dalah kidung yang dipakai untuk mengiringi upacara Rsi Yadnya.
4. Sekar Agung
Sekar agung
adalah nyanyian atau lagu-lagu atau tembang yang terkait pada susku kata dalam
setiap baris (wrtta), letak guru lagu atau (matra) dan purwa kanti, tembangnya
bebas asal enak didengar dan tidak meninggalkan guru lagu, berisi ajaran agama.
Yang termasuk Sekar Agung adalah :
(a) Palawakya
seperti membaca skola-sloka Sarasamuscaya.
(b) Kekewin
seperti : Kekawin ramayana, Kekawin Arjuna Wiwaha, dll.
2)
Sastra Gancaran
Gancaran
adalah karya sastra yang menggunakan Bahasa Bali yang ditulis tidak mengikuti
aturan-aturan dalam tembang. Gancaran Bali purwa dibagi menjadi 6 diantaranya :
a) cerita
(Dongeng)
b) cerita badbad
(Hikayat)
c) cerita wiracarita
(Epos)
d) cerita dewa-dewa
(Mitos)
e) cerita tempat
(Legenda)
f) palawakya
(Prosalisasi)
b.
Menurut Jaman
1)
Sastra Bali Purwa (klasik,kuna)
Kesusastraan
Bali Purwa, ialah kesusastraan yang telah diwarisi sejak jaman lampau dan lekat
sekali kaitannya dengan Pustaka Suci Agama Hindu, misalnya : Buku-buku Weda,
yang telah menjelma menjadi kesusastraan Nusantara Kuna diantaranya
Kesusastraan Bali Purwa. Selanjutnya Kesusastraan Bali Purwa itu kalau dilihat
dari bentuk dapat dibagi menjadi tiga bagian sebagai tersebut dimuka, yaitu :
tembang, gancaran dan palawakya.
2)
Sastra Bali Anyar (Moderen)
Kesusastraan
Bali Anyar, ialah Kesusastraan Bali yang telah mendapat pengaruh dari
Kesusastraan Nasional yaitu kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Bali Anyar
dapat dibedakan berupa : (a) Satua Bawak (Cerpen), (b) Satua Dawa (Novel), (c) Puisi
Bali Anyar , dan (d) Lelampahan (Drama).
c.
Kesustraan Bali Menurut Cara
Menuturkan
1)
Sastra Gantian
Sastra
gantian ini pada umumnya anonim dan cara penyampaiannya merupakan bahasa lisan
secara turun temurun. Bentuknya ada yang merupakan tembang ada yang berupa
gancaran.
2)
Sastra Sesuratan
Sastra
sesuratan ini timbul setelah orang-orang Bali mengenal huruf, baik huruf Bali
maupun huruf latin. Bentuknya ada berupa tembang, gancaran dan palwakya.
Selanjutnya setelah mendapat pengaruh dari kesusastraan Indonesia munculah
kesusastraan Bali Modern.
d.
Menurut Bahasa Yang Dipakai
Mengarang
1)
Sastra Bali Berbahasa Jawa Kuno
Contohnya :
Kekawin Ramayana, Arjuna Wiwaha, Krsnayana, Gatotkaca Sraya, Arjuna Wijaya,
Krsna Duta
2)
Sastra Bali Berbahasa Sansekerta
Yang berkaitan dengan mantram-mantram
3)
Sastra Bali Berbahasa Bali Aga
Aga yang artinya gunung, mula. Jadi
sastra bali berbahasa Bali Aga adalah karya sastra yang menggunakan bahasa yang
sudah ada, bahasa bali Aga ini dipakai oleh masyarakat di desa Pedawa, Sidatapa
dan Trunyan.
4)
Sastra Bali Berbahasa Bali Kuno
Yaitu karya
sastra yang menggunakan Bahasa Bali Kuno yang biasanya dipakai untuk menulis
prasasti. Dan dibagi ke dalam 3 zaman yaitu: zaman Prabhu Warmadewa, zaman
Dalem Samprangan, dan zaman Dalem Malinggih ring Puri Sueca Pura (Gelgel).
Contohnya Kidung Warga Sari.
5)
Sastra Bali Berbahasa Bali Tengahan
Yaitu karya
sastra yang berisi kosa bahasa Bali Tengahan. Sekitar tahun 1700 sampai 1915.
Arjuna Pralabda.
6)
Sastra Bali Berbahasa Bali Anyar
Sastra Bali
Anyar ini yaitu pada zaman sekarang. Yang berisi sor singgih Bahasa dan
sastra-sastra yang berisi unsur sastra Indonesia, yang diterbitkan setelah
kemerdekaan RI.

Pengarang-pengarang sastra Bali modern, kususnya bentuk puisi Bali modern,
pada mulanya adalah para pengarang yang awalnya menulis hasil-hasil
karya dalam bahasa Indonesia. Artinya pengalaman yang yang diperoleh dari
kehidupan cipta sastra Indonesia dialihkan kelingkungan sastra Bali
modern, mengenai cara penciptaannya, corak, bentuk, ide, gaya, pengaruh, sikap
hidup pengarang, kondisi bacaan dan ciptaan, serta situasi dan yang lain hal
itu tiada lain, karena terdapat persamaan antara pengadaan sastra Indonesia
akan sama peroses penciptaannya dengan karya sastra Bali modern.
Keberadaan sastra Bali modern, kususnya bentuk puisi Bali modern, tiada lepas dari pengaruh- pengaruh yang di miliki seorang yang pernah menulis sastra Indonesia oleh karna itu, tidak mungkin penyair Bali akan mampu langsung menulis puisi Bali modern tanpa sebelumnya pernah melihat, membaca (menulis puisi-puisi dalam bahasa indonesia).
C. Contoh Kesusastraan bali

Dalam pembuatan makalah ini, penulis sepakat
untuk mengambil beberapa contoh tembang dan gancaran serta bagaimana
mengapresiasi atau menganalisis dan untuk puisi dan gancaran kami juga mencari
unsur-unsur intrinsik yang terkandung didalamnya. Adapun contoh tembang dan
gancaran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sekar
Rare
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa sekar
rare adalah tembang atau nyanyian untuk anak-anak. Dimana nuansa pendidikan
sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini. Untuk lebih mempemudah
mengajar anak-anak salah satunya adalah dengan menyanyikan tembang. Adapun
salah satu tembang sekar rare yang masih bernuansa pendidikan adalah tembang
dibawah ini.
Kaki-kaki de nguda mabok,
Di beten cunguhe ken dijagute,
Neked dipipine bek misi ebok,
Buin putih buka kapase.
Apresiasi sekar rare diatas adalah
sebagai berikut:
Kaki adalah sebutan bagi orang yang sudah tua. Dimana
orang yang sudah tua harus kita hormati, dengan alasan orang yang lebih tua
dari kita tentunya sudah memiliki pengalaman yang lebih dari yang kita miliki.
Namun dalam lagu ini kata kaki lebih dititik beratkan pada orang yang
telah menguasai ilmu pengetahuan. Dimana dengan ilmu pengetahuan, manusia akan
mampu meningkatkan kwalitas jasmani maupun rohaninya sehingga menjadi manusia
yang patut dihormati.
De nguda mabok artinya janganlah berambut. Rambut/bok disini dimaksudkan
sebuah kekotoran. Artinya orang yang sudah memiliki pengetahuan sudah
seharusnya mampu mengurangi sifat-sifat yang kurang baik. Karena orang yang
berpengetahuan dan memiliki intelektual sudah pasti mampu untuk membedakan baik
dan buruk.
Di beten cunguhe ken di jagute artinya dibawah hidung dan di dagu. Kalau
dianalisis diantara dagu dan dibawah hidung adalah mulut. Makna yang terkandung
adalah menjaga kebersihan perkataan yang tentunya melalui mulut. Seperti
pepatah mengatakan bahwa lidah tidak bertulang. Ucapan itu lebih tajam
daripada pisau, apabila tidak dikendalikan akan berakibat fatal. Dalam kekawin
Nitisastra disebutkan bahwa:
Wasita nimitanta manemu laksmi
Wasita nimitanta manemu pati kapangguh
Wasita nimitanta manemu duka
Wasita nimitanta manemu mitra
Terjemahan:
Karena perkataan yang menyebabkan
orang selamat
Karena perkataan menyebabkan
kematian
Karena perkataan menyebabkan
kesengsaraan
Karena perkataan kita juga bisa
mendapatkan teman (Surada, 2006:177)
Seperti
itulah kekuatan ucapan. Bila tidak mampu membawa perkataan dengan baik, pasti
akan menemukan malapetaka. Seperti yang sudah disebutkan diatas, lidah itu
tidak ubahnya seperti pisau yang tajam. Bila pisau tersebut dibawa oleh
perampok atau pembunuh, maka kematian yang dihasilkan, tetapi bila pisau
tersebut dibawa oleh seorang koki, maka akan menghasilkan masakan yang lezat
yang mampu membuat orang lain senang.
Neked dipipine bek misi ebok artinya sampai ke pipi ditumbuhi oleh
rambut. Bila rambut-rambut itu menumbuhi wajah, tentu saja akan terlihat kurang
rapi. Maknanya adalah jika manusia yang selalu diliputi oleh sifat-sifat
adharma, mukanya akan terlihat kusam.
Buin putih buka kapase artinya putih bagaikan kapas. Putih adalah warna
yang melambangkan kesucian, artinya ketika sebagai manusia sudah mampu menjaga
kebersihan diri dan hatinya dengan ilmu pengetahuan, maka dia akan menjadi
manusia yang suci dan mulia.
2. Sekar Alit (Pupuh)
Untuk Sekar Alit (Pupuh) kami sepakat untuk
membuat Pupuh Ginada yang bertema pendidikan, seperti disebutkan dibawah
ini:
Swadharmane
dados sisya
Malajahang
raga sai
Pitutur guru
pirengang
Solah dharma
ne kagugu
Setata
metingkah melah
Apang pasti
Dados sisya
mautama
Teges ipun:
Ingih
kaceritayang titiyang ne mangkin, indik perikrama dados sisya.
Sumngdana
setata melajahang awak sai-sai.
Liana ring
punika, patut pisan mirengang bebaos utawi pawuruh sang maha guru.
Sane anggon
gagisain ten je wenten tios wantah solah sane dharma.
Lianan
malih, mangda setata melaksana becik tur rahayu.
Mangda
sumeken dados sisya sane pinih utama.
Terjemahan:
Kewajiban
seorang siswa
Agar selalu
tekun belajar
Harus
mendengarkan nasehat dari seorang guru
Prilaku yang
baik harus selalu menjadi pedoman
Selalu
berbuat yang baik
Agar pasti
Menjadi
siswa yang utama/baik
Adapun unsur-unsur instrinsik yang terkandung dalam pupuh ginada diatas
adalah sebagai berikut:
Tema : Pendidikan
Alur : Menceritaskan tentang
kewajiban-kewajjiban yang harus dilaksanakan oleh seorang siswa, selalu
berbuat baik agar menjadi sisiwa teladan.
Penokohan
: Pelaku menguraikan tentang kewajiban-kewajiban
seorang tentang siswa
Sudut
pandang : Pengarang sebagai pencerita
Amanat
: Kewajiban seorang siswa harus selalu belajar, menghormaati
dan mendengarkan nasehat guru terutama guru rupaka dan guru pengajian. Dan
selalu berbuat yang baik agar menjadi siswa teladan.
3. Sekar Madya
(Kidung)
Dalam pembuatan makalah ini, kami juga mengambil contoh sekar madya (kidung)
yang kami apresiasikan dan kami kaitkan dalam dunia pendidikan, adalah sebagai
berikut:
MEGATRUH
Atur titiang, para sisya lintang
jugul
Panembahing maring widhi
Tanpa mantra tanpa jugul
Bhakti antuk manah eling
Eling maring raga belog
Artinya:
Lihatlah sembah bhakti kami. Kami
adalah para siswa yang sangat lugu. Sembah bhakti ini kami persembahkan untuk
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sembah bhakti kami, kami persembahkan tanpa pengetahuan
mantra dan juga tanpa persembahan makanan. Sembah bhakti ini diperesmbahkan
dari pikiran yang selalu sadar akan keberadaan-Mu dan sadar akan kebodohan diri
kami.
Sekar madya/ kidung (megatruh) diatas, dapat kami apresiasikan bahwa sebagai seorang
manusia harus menyadari kemampuan diri kita yang tiada berarti dihadapan Tuhan
sebagai pencipta alam semesta beserta segala isinya. Dengan sembah sujud bhakti
kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan
anugrah kepada umat salah satunya yaitu ilmu pengetahuan.
4. Puisi Bali
Anyar
Puisi masih
termasuk dalam kategori tembang. Namun kami mengambil contoh puisi Bali Anyar
yang bertema pendidikan seperti dibawah ini:
Jendela
Kayun
Iriki ring
sor jendelane,
Tiang melengok
ngaksinin sang surya sane mengingsir ka bucun galah,
Umbarane
barak nyanggra sandikala sane rauh magpangin wengi,
Nutdutin
manah sane katepesin rasa kangen,
Kangen teken
munyine rerama, kangen teken embahan pitresnan rerama,
Ejoh
didi tiang manongos, ngisinin raga antuk widya,
Mangda
maguna, dados sudih ring keluarga,
Yadiastun
sunarnyane reramane nanging setata ngangenin,
Ngukir
kenyem bangga ring cangkem reramane,
Suryane
engseb ninggalin lawat I punyan waru,
Sang Hyang
Bayu budal tan ngesirin kampid I paksi malih,
Jendelane
kasineb, I paksi maparama santi,
Adapun ulasan dari puisi diatas adalah sebagai berikut:
Bahwa dalam puisi diatas menceritakan seorang anak yang tinggal jauh dari orang
tua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dikala senja sang surya akan tenggelam
dengan sinarnya yang kemerah-merahan, dia termenung di bawah jendela melihat
sang surya, yang membangunkan rasa rindunya pada suara dan kasih sayang
orang tuanya. Dan dia ingin agar mampu menjadi sinar di tengah-tengah
keluarganya. Walau sinarnya redup tetapi memberikan kehangatan dengan ilmu
pengetahuan yang dia miliki akan membuat orang tuanya bangga. Sang Surya telah
tenggelam meninggalkan banyangan pepohonan begitu juga dengan Sang Hyang Bayu
tidak mendesir pada sayap burung. Jendela ditutup.
Unsur-unsur instrinsik dari puisi diatas adalah sebagai berikut
Judul
: Jendela Kayun
Latar
: Ditempat Kos Sore Hari
Penokohan
: Seorang anak yang bersedih
Amanat
: Jangan menyia-nyia kepercayaan yang telah diberikan oleh
orang tua untuk bisa merantau. Meski jauh dari orang tua namun ilmu pengetahuan
harus digapai dan diraih. Agar mampu membuat orang tua bangga dan dengan
pengetahuan yang dimiliki harus mampu menjadi anak yang suputra dalam
keluaraga.
Tema
puis : Pendidikan
Sajak
: Bebas
Prasaan
: Prasaan sediah
dan kerinduan terhadap keluarga
Gaya bahasa
: Bahasa Bali
Tipografi
: Sederhana
5. Satua
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, satua adalah termasuk jenis gancaran.
Contoh satua yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini jenis satua dongeng
(binatang). Adapun ceritanya adalah sebagai berikut
I CICING GUDIG
Kacrita ada tutur-tuturan satua I Cicing Gudig. I Cicing Gudig, buka adanne
berag tegres tur keskes gudig. Asing solahanga, yadiastun tuah mlispisin
sisan-sisan nasi di tekore, ada dogen kone anak ngesekang wiadin pet lacuran
nasibene kanti ia kena lantig. Ento ke makrana sai-sai kone ia maselselan,
nyelselang buat kalacurane tumbuh dadi cicing makejang anake tuara ngiyengin.
Di kenkene nujang I buyung mataluh di tatunne, bengu malekag kone ambunne I
Cicing Gudig. Yan suba kaeto, asing anake impasina makejang nekep cunguh krana
tusing nyidaang ngadek bonne.
Sedek dina anu, I Cicing Gudig mlispisin di pekene. Ada kone anak sedeng madaar
di dagang nasine, ento lantas nengnenga menek tuun kanti telah baana nolih tur
metek ukudan anake ane sedeng madaar ento. Sambilanga bengong dadi pesu kenehne
I Cicing Gudig ane boya-boya, “Yan pet pade i dewek dadi manusa buka anake
tenenan, kenken ya legan kenehe ngamah, mabe soroh ane melah-melah. Ngamah masi
di tongose ane bersih tur matatakan tekor. Yan dewek begbeg ngantosang ngalih
sisan-sisane dogen. Ah, do ento sebetange kene baan melaksana, nyanan petenge
lakar mabakti ka Pura Dalem mapinunas teken Betari Durga pang dadi manusa”.
Keto pangaptinne I Cicing Gudig sambilanga nlektekang anake ane sedek madaar
kanti ngetel kone paesne ka tanahe.
Gelisang crita, suba peteng, mabakti kone lantas I Cicing Gudig di Pura Dalem.
Dadi medal laut Ida Betari Durga tur ngandika teken I Cicing Gudig, “Ih, iba
Cicing Gudig, dadi iba ngacep Manira, apa lakar tunasang Cai tekening Manira?”
Mara keto pangandikan Ida Betari Durga lantas I Cicing Gudig matur: “Inggh
nawegang titiang ping banget ring bukpadan ratu Betari sesuhunan titiang,
ampurayang padewekan titiang duaning ageng pinunas titiang ring Cokor I Ratu.
Mungguing pinunas titiang, yening paduka Betari ledang, titiang mapinunas
mangda prasida titiang dados manusa!”
Olih: W. Suardina
Unsur-unsur intrinsik Satua I Cicing
Gudig
Tema
: Pendidikan
Plot atau
alur
: Alur ceritanya adalah alur maju
Penokohan
: I Cicing Gudig sebagai pelaku utama, dia tidak mudah putus
asa dan sabar.
Latar atau
setting : di pasar dan di Pura Dalem
Sudut
Pandang : orang
ke-tiga
Gaya
Bahasa
: Bahasa Bali Kepara
Amanat
: Amanat atau pesan yang terkandung dalam satua diatas adalah
pesan pendidikan kehidupan yang sangat berharga, dimana walau bagaimanapun
buruknya kehidupannya saat ini, ia menyadari itulah karma yang harus ia terima
di kehidupan sekarang. Walau sempat putus asa dan berandai-andai menyesali
semua keadaan akan miskin dan buruknya kehidupan yang ia terima, tetapi ia
tetap tegar dan berusaha untuk bisa bertahan hidup. Biar bagaimanapun ia
disakiti, dihina dan dicaci maki oleh semua orang, dia meyakini bahwa dengan
tetap sabar dan selalu mendekatkan diri pada Tuhan, maka ia akan mendapatkan
keadilan dan kebesaran Tuhan/Sang Hyang Widhi bahwa dimasa yang akan datang ia
akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari pada saat ini.
6. Cerpen
Cerpen
juga termasuk jenis gancaran atau bisa juga disebut dengan satua bawak. Berikut
adalah contoh cerpen yang masih bertema pendidikan.
GURU GUYU
Uli pidan I Wayan Sugih Artha Lacur Braya ngaku dot dadi guru. Pang kuda kaden
ia milu test pegawe negeri, pang monto ia sing lulus. “Ma nak belog cara ci ee
kanti nyidang dadi guru, man kenken ya padadinne murid-murid”, keto I Nyoman
Blek Tukang Walwk nyacadin. Prajani barak biing muanne I Wayan. Ia tersinggung
sajan-sajan tersinggung. Das sajan botol arake anggona nimpungin I Nyoman.
Mirib man sing sekaa tuak ane lenan nambakin, sinah suba bocor tenggekne I
Nyomanb, sinah suba maganti adanne. Dadi I Nyoman red pesu getih. “Man cang
orahang ci belog, ci kenken?, man ci mrasa dueg mai mapadu, pang karuan, krama
sekaa tuake dadi juri”, keto abetne I Wayan sambilanga muding I Nyoman nganggo
lima tengebot. Lima tengawanne suba magemelan, siap kal nyagur.
I Nyoman Blek Tukang walek nguntul, ngobanne barak biing. Miriba ya nyesel
mesuang munyi muka keto. Ia sing madaya, ulian walekanne kal ngranang I Wayan
Sugih Artha Lacur Braya pedih. Jani krama sekaa tuake sing ada ane bani pesu
munyi, takut I Wayan ngancan pedih. Konyangan iteh nuruang tuak, sambilanga
nyaru-nyaru matoog. “Sajan Ci sing nawang labak tegeh, amonto uli pidan suba
matimpal. Nak sing dadi ngwalek ane pesajanne. Mlajah buin ngae walek-walekan
pang misi masih ngajum. Yan suba misi ngajum, sinah walekanne sing bes
dingehanga, ajum-ajumne dogen ane masukanga ka ati”, I Made Dabdab Kereng
Gradab-Gradam mamunyi kisi-kisi di kupingne I Nyoman Blek Tukang Walek.
Ada dasa menit, sepi jampi sekan tuake. Sing ada ane bani ngamaluin mamunyi.
Konyangan ngaku-ngaku prihatin ke nasibne I Wayan Sugih Harta Lacur Braya.
“Cang sing nyidaang dadi guru, jani pianak cangge orain cang nyobak milu test
calon Guru. Mara kal test ada anak mulih ngaku-ngaku anak ane nyidang
ngalulusang. Kone man dot lulus, man sarjana patut mayah satus selai juga. Man
sing ngelah pis amonto, lima juta dogen kone bayah malu. Man suba seken lulus,
tuur suba maan SK, SK-ne ngadiang di bank, silihang satus duang dasa, mara
gajihe anggon nyilcil. Peh jeg aluh sajan anake ento mamunyi, kewala pengeng
baana icang ningehang”, keto i Wayan sambilanga mecik pelengan.
Krama sekaa tuake milu mecik pelengan. Konyangan mautsaha ngenehang unduk ane
orange teken I Wayan. Pamuputne konyangan kitak-kituk ngaku sing kresep.
“Maksudne kenken?” man dadi guru, patut mautang malu, man keto sing guru guyu
ya adane, memeh bandingan ke dadi guru mautang, luungan dadi Guru Wayan, Guru
Made, Guru Candra lan guru ane lenan dogen”, keto I Made Dabdab Kereng
gradab-Gradab mamunyi sambilanga kedek. Krama sekaa tuake milu kedek.
“To awinan tiang sing buin percaya teken guru-guru cara janinne. Luungan suba
cucun-cucun tiange maguru ken alam. Apang sing uli cenik bisa ia miara alam,
sing uli cenik adepanga buku, apang liu reramanne ngelah utang. Man keto dog
kwalitas calon-calon gurune, pantesan tiang dadi guru teh”, ko I Wayan mamunyi
sambilanga majujuk nitgtig tangkah. Buin siep krama sekaa tuake. Konyangan
takut pelih mamunyi.
Kaketus saking :
*http://www.balipost.com
Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen
Guru Guyu
Tema
: Pendidikan
Plot atau
alur
: alur ceritanya adalah alur maju
Penokohan
: 1) I Wayan Sugih Artha
Sifatnya: mudah tersinggung dan gampang emosi.
2) I Nyoman Blek
Sifatnya: tidak bisa memilah-milah perkataan, maksud-nya ingin bercanda tetapi
malah menyinggung perasaan orang lain.
3) I Made Dabdab
Sifatnya: bijaksana dalam menghadapi dan mempertimbangkan suatu masalah atau
persoalan yang sedang dihadapi sesuai dengan kemampuan.
Latar atau
setting : di tempat orang minum tuak
Sudut
Pandang : orang
ketiga
Gaya
Bahasa
: Bahasa Bali Kepara
Amanat
: Pesan atau Amanat yang terkandung dalam cerpen diatas,
bahwa kita sebagai manusia harus bisa berhati-hati dan mengendalikan setiap
perkataan yang kita ucapkan. Terkadang saat kita berbicara secara tidak sengaja
niat kita untuk bercanda tetapi malah menyinggung perasaan orang lain. Jangan
mudah marah dan terrsingggung ketika mendengar perkataan orang lain. Bila demikian
energi negatif selalu berada dalam diri kita dan kita akan mudah sakit hati
apabila kita tidak sabar dan tenang.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
materi diatas dapat kami simpulkan bahwa kesusastraan Bali di bagi menjadi
empat yaitu berdasarkan bentuk ada dua yaitu: tembang dan gancaran.
Tembang ada empat yaitu: sekara rare , sekar alit, sekar madya, dan sekar
agung. Gancaran ada dua puisi dan prosa. Serta berdasarkan jamanya di bagi
menjadi dua yaitu: Sastra Bali Purwa dan Sastra Bali Anyar. Berdasarkan teknik
penyampaiannya atau menceritakannya yaitu: sastra gantian (lisan) dan sesuratan
(tulisan). Serta menurut bahasa yang di gunakan yaitu: sastra Bali berbahasa
Jawa kuno, sastra Bali berbahasa Sansekerta, sastra Bali berbahasa Bali Aga,
sastra Bali berbahasa Bali kuno, sastra Bali berbahasa Bali tengahan, sastra
Bali berbahasa Bali Anyar
B. Saran
Berdasarkan isi makalah ini, kami menyampaikan
saran:
1.
hendaknya
kita mengetahui tentang kesusastraan bali
2.
Semoga
dengan makalah ini, kita dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua
terkait kesusastraan yang ada di Nusantara terutama kesusastraan Bali.
DAFTAR PUSTAKA
Indrawati
Ayu. 2014. “Karya Sastra bali”. Karya Sastra Bali.(online) (http://blogger.com) diakses
Minggu, 27 Januari 2014, pukul 21.09.
Ekstensia
Fbs. 2013. “Sastra Bali”. Sastra (online) (http://blogger.com) diakses
jumat 07 Juni 2013, pukul 07. 14.
0 komentar:
Posting Komentar