1. Pengertian
Dalam praktik pembelajaran bahasa sering muncul fenomena berikut. Pertama, peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas dapat menghasilkan kalimat-kalimat secara tepat, tetapi mereka tidak dapat menggunakan kalimat-kalimat tersebut dalam kegiatan komunikasi di luar kelas. Hal itu disebabkan situasi di dalam kelas bersifat ilustratif, bukan situasi nyata yang memungkinkan mereka menggunakan bahasa secara langsung. Kedua, peserta didik mengetahui aturan penggunaan bahasa, tetapi tidak dapat menggunakannya dalam kegiatan berbahasa. Sebagai contoh, mereka mengetahui cara meminta maaf, menyatakan pendapat, dan menawarkan sesuatu; tetapi dalam kegiatan berkomunikasi mereka tidak dapat melakukan hal itu secara baik. Dua fenomena yang mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan komunikasi nyata tidak hanya diperlukan kompetensi linguistik, tetapi juga kompetensi komunikatif tersebut mendasari pergeseran pendekatan pembelajaran dari pendekatan yang berpusat pada struktur bahasa (linguistic structure-centered approach) ke pendekatan komunikatif (communicative approach) (Larsen-Freeman (2010).
Dalam praktik pembelajaran bahasa sering muncul fenomena berikut. Pertama, peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas dapat menghasilkan kalimat-kalimat secara tepat, tetapi mereka tidak dapat menggunakan kalimat-kalimat tersebut dalam kegiatan komunikasi di luar kelas. Hal itu disebabkan situasi di dalam kelas bersifat ilustratif, bukan situasi nyata yang memungkinkan mereka menggunakan bahasa secara langsung. Kedua, peserta didik mengetahui aturan penggunaan bahasa, tetapi tidak dapat menggunakannya dalam kegiatan berbahasa. Sebagai contoh, mereka mengetahui cara meminta maaf, menyatakan pendapat, dan menawarkan sesuatu; tetapi dalam kegiatan berkomunikasi mereka tidak dapat melakukan hal itu secara baik. Dua fenomena yang mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan komunikasi nyata tidak hanya diperlukan kompetensi linguistik, tetapi juga kompetensi komunikatif tersebut mendasari pergeseran pendekatan pembelajaran dari pendekatan yang berpusat pada struktur bahasa (linguistic structure-centered approach) ke pendekatan komunikatif (communicative approach) (Larsen-Freeman (2010).
Brown (2007) mendefinisikan pembelajaran komunikatif
sebagai pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan pada otentisitas,
interaksi, pembelajaran yang terpusat pada peserta didik, aktivitas berbasis
tugas, dan komunikasi untuk kehidupan nyata, tujuan-tujuan bermakna. Pendekatan
komunikatif ini mempunyai empat karakteristik berikut. Pertama, sasaran kelas
difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak terbatas pada
kompetensi gramatikal atau linguistik. Kedua, teknik-teknik pembelajaran bahasa
dirancang untuk melibatkan peserta didik dalam penggunaan bahasa secara
pragmatis, otentik, fungsional, dan bermakna. Bentuk-bentuk bahasa yang tertata
rapi bukan fokus, melainkan aspek-aspek bahasa yang memungkinkan peserta didik
menggunakan bahasa itu. Ketiga, kefasihan dan ketepatan dipandang sebagai
prinsip-prinsip pelengkap yang mendasari teknik-teknik komunikatif. Ada kalanya
kefasihan harus lebih dipentingkan daripada ketepatan untuk menjaga para
peserta didik agar tetap terlibat secara bermakna dalam penggunaan bahasa.
Keempat, dalam kelas komunikatif peserta didik pada akhirnya harus menggunakan
bahasa secara produktif dan berterima dalam konteks spontan dan alami.
Dengan berdasar empat karakteristik tersebut dapat
dinyatakan bahwa pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa merupakan
pendekatan yang mementingkan peran perlatihan dengan menggunakan fungsi-fungsi
bahasa dalam konteks berkomunikasi (Kumaravadivelu, 2003). Dengan kata lain,
seperti yang dinyatakan Larsen-Freeman (2010), tujuan pembelajaran bahasa
berpendekatan komunikatif adalah menerapkan perspektif teoretis pendekatan
komunikatif dengan membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran
bahasa dan dengan mengetahui kesalingbergantungan bahasa dan komunikasi. Dalam
pembelajaran bahasa berpendekatan ini, bahasa dipandang sebagai sistem untuk
berkomunikasi, sedangkan belajar bahasa dipandang sebagai proses berinteraksi
dan berkomunikasi. Guru bertugas menyediakan perlatihan-perlatihan fungsi
bahasa dan memfasilitasi peserta didik agar dapat menginternalisasi
fungsi-fungsi tersebut dalam sistem bahasa yang sedang dipelajari.
2. Tujuan Pembelajaran
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bertujuan memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan kompetensi komunikatif lisan dan tertulis dalam bahasa sasaran (target). Menurut Celce-Murcia, dkk. (1995), kompetensi komunikatif meliputi kompetensi kebahasaan, kompetensi aksional, kompetensi sosiokultural, dan kompetensi strategi.
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bertujuan memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan kompetensi komunikatif lisan dan tertulis dalam bahasa sasaran (target). Menurut Celce-Murcia, dkk. (1995), kompetensi komunikatif meliputi kompetensi kebahasaan, kompetensi aksional, kompetensi sosiokultural, dan kompetensi strategi.
Kompetensi kebahasaan merupakan ranah kapasitas gramatikal
dan leksikal. Kompetensi ini mencakup kaidah dalam tataran tata bunyi, tata
bentuk, tata kalimat, kosa kata, dan semantik. Peserta didik dianggap memiliki
kompetensi kebahasaan jika menguasai kaidah pelafalan dan ejaan, kaidah bentuk
kata, kaidah kalimat baku, kaidah kosakata, dan kaidah makna.
Kompetensi aksional juga disebut kompetensi tindak
bahasa karena pada saat berbahasa orang melakukan sesuatu. Dalam berbahasa,
orang dapat meminta jasa atau layanan, memuji, meminta informasi, dan sebagainya.
Sewaktu menulis, orang juga melakukan tindak bahasa, misalnya menulis konteks
tempat kejadian, menceriterakan sejumlah kejadian, dan memberikan komentar.
Kompetensi sosiokultural mengacu pemahaman konteks sosial kultural dalam peristiwa komunikasi. Termasuk di dalamnya pemahaman terhadap hubungan peran, informasi yang disampaikan, dan tujuan komunikasi. Orang yang menguasai kompetensi itu dapat memahami dan menggunakan ungkapan dan tindak bahasa secara berterima dalam berbagai konteks komunikasi.
Kompetensi strategi mengacu penguasaan strategi berkomunikasi, termasuk cara memulai, menghentikan, memertahankan, memerbaiki, dan mengarahkan kembali komunikasi. Dengan kata lain, kompetensi ini menunjukkan kemampuan mengatasi masalah yang timbul dalam proses komunikasi dengan berbagai cara agar komunikasi tetap berlangsung. Orang yang memiliki kompetensi ini dapat memulai pembicaraan atau penulisan dengan baik, lancar, dan berterima. Komunikasi dikendalikan dengan baik, dilanjutkan, dihentikan untuk sementara, dilanjutkan kembali, dan sebagainya. Kesalahan, kalau ada, diperbaikinya. Penyimpangan arah pembicaraan, kalau ada, juga kembali diarahkan. Ia juga dapat menutup pembicaraannya dengan baik. Pembicaraan orang yang menguasai kompetensi ini tertata dalam komposisi yang wajar dan proporsional antara pembukaan, isi, dan penutup.
Kompetensi sosiokultural mengacu pemahaman konteks sosial kultural dalam peristiwa komunikasi. Termasuk di dalamnya pemahaman terhadap hubungan peran, informasi yang disampaikan, dan tujuan komunikasi. Orang yang menguasai kompetensi itu dapat memahami dan menggunakan ungkapan dan tindak bahasa secara berterima dalam berbagai konteks komunikasi.
Kompetensi strategi mengacu penguasaan strategi berkomunikasi, termasuk cara memulai, menghentikan, memertahankan, memerbaiki, dan mengarahkan kembali komunikasi. Dengan kata lain, kompetensi ini menunjukkan kemampuan mengatasi masalah yang timbul dalam proses komunikasi dengan berbagai cara agar komunikasi tetap berlangsung. Orang yang memiliki kompetensi ini dapat memulai pembicaraan atau penulisan dengan baik, lancar, dan berterima. Komunikasi dikendalikan dengan baik, dilanjutkan, dihentikan untuk sementara, dilanjutkan kembali, dan sebagainya. Kesalahan, kalau ada, diperbaikinya. Penyimpangan arah pembicaraan, kalau ada, juga kembali diarahkan. Ia juga dapat menutup pembicaraannya dengan baik. Pembicaraan orang yang menguasai kompetensi ini tertata dalam komposisi yang wajar dan proporsional antara pembukaan, isi, dan penutup.
Sejalan dengan uraian di depan, Richards (2005)
menyebutkan bahwa kompetensi komunikatif meliputi (1) mengetahui penggunaan
bahasa untuk berbagai tujuan dan fungsi, (2) mengetahui penggunaan variasi
bahasa sesuai dengan latar dan peserta komunikasi, misalnya, mengetahui kapan
menggunakan ujaran formal dan informal atau kapan menggunakan bahasa yang
sesuai untuk komunikasi lisan dan tertulis, (3) mengetahui penghasilan dan
pemahaman berbagai macam teks (narasi, wawancara, percakapan, dan yang lain),
(4) mengetahui cara pemertahanan komunikasi meskipun memiliki keterbatasan
dalam pengetahuan bahasa, misalnya menggunakan berbagai jenis strategi
komunikasi.
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Prinsip-prinsip pendekatan komunikatif dalam belajar bahasa, menurut Richards (2006), sebagai berikut:
a. menjadikan komunikasi nyata sebagai fokus pembelajaran bahasa
b. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen dan menguji coba berbagai kompetensi yang dikuasainya
c. memberikan toleransi terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik karena kesalahan-kesalahan tersebut mengindikasikan bahwa peserta didik sedang mengembangkan kompetensi komunikatifnya
d. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan ketepatan dan kelancaran berbahasa
e. menghubungkan berbagai keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) secara bersama-sama karena dalam kehidupan nyata beberapa keterampilan berbahasa juga muncul bersama-sama
f. mengkondisikan peserta didik untuk menemukan sendiri aturan tata bahasa.
Prinsip-prinsip pendekatan komunikatif dalam belajar bahasa, menurut Richards (2006), sebagai berikut:
a. menjadikan komunikasi nyata sebagai fokus pembelajaran bahasa
b. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen dan menguji coba berbagai kompetensi yang dikuasainya
c. memberikan toleransi terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik karena kesalahan-kesalahan tersebut mengindikasikan bahwa peserta didik sedang mengembangkan kompetensi komunikatifnya
d. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan ketepatan dan kelancaran berbahasa
e. menghubungkan berbagai keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) secara bersama-sama karena dalam kehidupan nyata beberapa keterampilan berbahasa juga muncul bersama-sama
f. mengkondisikan peserta didik untuk menemukan sendiri aturan tata bahasa.
Prinsip-prinsip tersebut direfleksikan dalam
kegiatan-kegiatan kelas yang dikembangkan. Dalam pendekatan komunikatif
dibedakan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan yang menekankan kefasihan
(activities focusing on fluency) dan kegiatan yang menekankan ketepatan
(activities focusing on accuracy). Guru disarankan dapat menggunakan dua jenis
kegiatan itu secara seimbang.
Kegiatan yang menekankan kefasihan:
Merefleksikan penggunaan bahasa secara alamiah
Merefleksikan penggunaan bahasa secara alamiah
Memfokuskan ketercapaian komunikasi
Memerlukan penggunaan bahasa secara bermakna
Memerlukan penggunaan strategi komunikasi
Menghasilkan bahasa yang mungkin tidak terduga
Menghubungkan penggunaan bahasa dengan konteks
Kegiatan yang menekankan ketepatan
Merefleksikan penggunaan bahasa di dalam kelas
Memfokuskan pembentukan contoh-contoh bahasa yang benar
Merefleksikan penggunaan bahasa di dalam kelas
Memfokuskan pembentukan contoh-contoh bahasa yang benar
Melatihkan bahasa tanpa konteks
Melatihkan contoh bahasa dalam jumlah sedikit
Tidak memerlukan komunikasi bermakna
Pengendalian pemilihan bahasa
Contoh:
a. Kegiatan yang menekankan kefasihan
Sekelompok peserta didik dengan kemampuan berbahasa yang beragam bermain peran (role play) yang mereka harus mengadopsi peran dan pribadi tertentu yang tersedia dalam kartu. Peran-peran yang terlibat meliputi dua orang tamu hotel, dan resepsionis hotel dalam pemesanan kamar hotel. Secara keseluruhan peserta didik melakukan improvisasi bahasa walaupun terkendala oleh situasi dan pelaku.
a. Kegiatan yang menekankan kefasihan
Sekelompok peserta didik dengan kemampuan berbahasa yang beragam bermain peran (role play) yang mereka harus mengadopsi peran dan pribadi tertentu yang tersedia dalam kartu. Peran-peran yang terlibat meliputi dua orang tamu hotel, dan resepsionis hotel dalam pemesanan kamar hotel. Secara keseluruhan peserta didik melakukan improvisasi bahasa walaupun terkendala oleh situasi dan pelaku.
Permainan peran yang kedua adalah dialog antara pelayan
restoran dan tamu yang mendapatkan makanan yang salah di restoran. Pelayan
restoran menanyakan apa permasalahannya dan berjanji mengganti makanan tersebut
dengan makanan lain yang sudah dipesan. Secara berkelompok peserta didik
mencipta ulang dialog tersebut dengan pilihan bahasa mereka dengan tetap
memertahankan makna yang sama. Kemudian mereka mempraktikkan dialog tersebut di
depan kelas.
b. Kegiatan yang menekankan ketepatan
Peserta didik mempraktikkan dialog. Dialog tersebut mengandung contoh-contoh intonasi menurun dalam pertanyaan yang dimulai dengan kata tanya. Kelas dibagi menjadi kelompok yang beranggota tiga orang: dua orang mempraktikkan dialog dan satu orang berperan sebagai monitor. Monitor bertugas mengecek apakah dua orang yang lain tersebut menggunakan pola intonasi yang tepat. Monitor membetulkannya bila diperlukan. Secara bergantian peserta didik berganti peran. Guru berkeliling ke seluruh kelompok untuk mendengarkan dan membetulkan kesalahan bila diperlukan.
Peserta didik mempraktikkan dialog. Dialog tersebut mengandung contoh-contoh intonasi menurun dalam pertanyaan yang dimulai dengan kata tanya. Kelas dibagi menjadi kelompok yang beranggota tiga orang: dua orang mempraktikkan dialog dan satu orang berperan sebagai monitor. Monitor bertugas mengecek apakah dua orang yang lain tersebut menggunakan pola intonasi yang tepat. Monitor membetulkannya bila diperlukan. Secara bergantian peserta didik berganti peran. Guru berkeliling ke seluruh kelompok untuk mendengarkan dan membetulkan kesalahan bila diperlukan.
Contoh lainnya adalah kegiatan tim yang beranggota
tiga atau empat orang. Setiap kelompok melengkapi perlatihan tata bahasa,
misalnya present tense dan present continuous tense yang merupakan materi yang
telah diajarkan dan dilatihkan dalam kegiatan kelas besar. Secara bersama-sama
peserta didik menentukan bentuk gramatikal yang mana yang benar dan
menyelesaikan perlatihan tersebut. Secara bergantian setiap kelompok membaca
hasil kerja mereka.
Dalam pendekatan pembelajaran komunikatif terdapat tiga jenis perlatihan, yaitu perlatihan mekanis (mechanical practice), perlatihan bermakna (meaningful practice), dan perlatihan komunikatif (communicative practice).
a. Perlatihan mekanis
Perlatihan ini merupakan kegiatan perlatihan terkontrol yang dilaksanakan oleh peserta didik dengan baik tanpa harus memahami bahasa yang digunakannya, misalnya tubian pengulangan dan penggantian (repetition and subsitution drills) yang dirancang untuk melatihkan penggunaan unsur tata bahasa tertentu.
Dalam pendekatan pembelajaran komunikatif terdapat tiga jenis perlatihan, yaitu perlatihan mekanis (mechanical practice), perlatihan bermakna (meaningful practice), dan perlatihan komunikatif (communicative practice).
a. Perlatihan mekanis
Perlatihan ini merupakan kegiatan perlatihan terkontrol yang dilaksanakan oleh peserta didik dengan baik tanpa harus memahami bahasa yang digunakannya, misalnya tubian pengulangan dan penggantian (repetition and subsitution drills) yang dirancang untuk melatihkan penggunaan unsur tata bahasa tertentu.
b. Perlatihan bermakna
Perlatihan ini merupakan kegiatan yang kontrol bahasa masih ada, tetapi peserta didik harus membuat pilihan yang bermakna ketika melaksanakan kegiatan. Dalam melatihkan penggunaan kata depan untuk mendeskripsikan lokasi suatu tempat, misalnya, peserta didik diberi peta jalan dengan beberapa bangunan di berbagai tempat. Peserta didik juga disediai daftar kata seperti “menyeberang dari”, “dekat”, “di seberang”, dan “di sebelah”. Kemudian, mereka harus menjawab pertanyaan seperti “Di mana toko buku?” dan “Rute yang mana yang paling efektif untuk menuju toko buku?”. Pelatihan itu bermakna karena mereka harus memberikan respon sesuai dengan lokasi tempat di peta.
Perlatihan ini merupakan kegiatan yang kontrol bahasa masih ada, tetapi peserta didik harus membuat pilihan yang bermakna ketika melaksanakan kegiatan. Dalam melatihkan penggunaan kata depan untuk mendeskripsikan lokasi suatu tempat, misalnya, peserta didik diberi peta jalan dengan beberapa bangunan di berbagai tempat. Peserta didik juga disediai daftar kata seperti “menyeberang dari”, “dekat”, “di seberang”, dan “di sebelah”. Kemudian, mereka harus menjawab pertanyaan seperti “Di mana toko buku?” dan “Rute yang mana yang paling efektif untuk menuju toko buku?”. Pelatihan itu bermakna karena mereka harus memberikan respon sesuai dengan lokasi tempat di peta.
c. Pelatihan komunikatif
Pelatihan komunikatif merupakan kegiatan pelatihan yang berfokus pada penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi nyata. Ada informasi nyata (sehari-hari) dalam pelatihan ini dan bahasa yang digunakan benar-benar tidak dapat diduga. Misalnya, peserta didik harus menggambar peta lingkungan tempat tinggalnya dan menjawab pertanyaan tentang lokasi di berbagai tempat, misalnya halte bus terdekat, pasar, dan rumah sakit.
Selain tiga jenis perlatihan di depan, ada tipe-tipe kegiatan lain dalam pendekatan pembelajaran komunikatif.
Pelatihan komunikatif merupakan kegiatan pelatihan yang berfokus pada penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi nyata. Ada informasi nyata (sehari-hari) dalam pelatihan ini dan bahasa yang digunakan benar-benar tidak dapat diduga. Misalnya, peserta didik harus menggambar peta lingkungan tempat tinggalnya dan menjawab pertanyaan tentang lokasi di berbagai tempat, misalnya halte bus terdekat, pasar, dan rumah sakit.
Selain tiga jenis perlatihan di depan, ada tipe-tipe kegiatan lain dalam pendekatan pembelajaran komunikatif.
Tipe-Tipe Kegiatan dalam Pendekatan
Pembelajaran Komunikatif
Tipe Kegiatan
Kegiatan kesenjangan informasi (information gap activities)
Kegiatan jigsaw
Kegiatan pelengkapan tugas (task-completion activities)
Kegiatan pencarian informasi (information-gathering activities)
Kegiatan tukar pendapat (opinion-sharing activities)
Kegiatan tukan informasi (Information-transfer activities)
Kegiatan kesenjangan alasan (Reasoning-gap activities)
Bermain peran
Kegiatan kesenjangan informasi (information gap activities)
Kegiatan jigsaw
Kegiatan pelengkapan tugas (task-completion activities)
Kegiatan pencarian informasi (information-gathering activities)
Kegiatan tukar pendapat (opinion-sharing activities)
Kegiatan tukan informasi (Information-transfer activities)
Kegiatan kesenjangan alasan (Reasoning-gap activities)
Bermain peran
Contoh
Puzzle interaktif (interactive puzzles)
Kegiatan yang berciri pembagian kelompok, pengetahuan tiap kelompok tidak lengkap, kemudian kelompok membentuk pengetahuan yang utuh
Puzzle, permainan, membaca peta
Survei, wawancara
Diskusi, tanya jawab
Presentasi, bercerita
Berbagai kegiatan yang berciri ada proses merumuskan simpulan dan penalaran
Drama, simulasi
Puzzle interaktif (interactive puzzles)
Kegiatan yang berciri pembagian kelompok, pengetahuan tiap kelompok tidak lengkap, kemudian kelompok membentuk pengetahuan yang utuh
Puzzle, permainan, membaca peta
Survei, wawancara
Diskusi, tanya jawab
Presentasi, bercerita
Berbagai kegiatan yang berciri ada proses merumuskan simpulan dan penalaran
Drama, simulasi
4. Langkah-langkah Pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran bahasa berpendekatan komunikatif meliputi beberapa tahap yang direalisasikan dalam dua jenis kegiatan, yaitu prakomunikatif dan komunikatif (Littlewood, 1981).
Langkah-langkah pembelajaran bahasa berpendekatan komunikatif meliputi beberapa tahap yang direalisasikan dalam dua jenis kegiatan, yaitu prakomunikatif dan komunikatif (Littlewood, 1981).
a. Prakomunikatif
Kegiatan ini berfokus pada bentuk-bentuk bahasa yang relevan (tata bahasa, pengucapan, frasa, ungkapan, dan kosakata) dan fungsinya. Tujuan kegiatan ini adalah membantu peserta didik untuk memeroleh pengetahuan tentang aturan-aturan kebahasaan dan kosakata agar mereka mampu memproduksi bahasa yang berterima pada tingkat kalimat. Fungsi kegiatan ini adalah menyiapkan peserta didik dalam komunikasi selanjutnya. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah penubian (drilling) dan pelatihan tanya jawab.
Kegiatan ini berfokus pada bentuk-bentuk bahasa yang relevan (tata bahasa, pengucapan, frasa, ungkapan, dan kosakata) dan fungsinya. Tujuan kegiatan ini adalah membantu peserta didik untuk memeroleh pengetahuan tentang aturan-aturan kebahasaan dan kosakata agar mereka mampu memproduksi bahasa yang berterima pada tingkat kalimat. Fungsi kegiatan ini adalah menyiapkan peserta didik dalam komunikasi selanjutnya. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah penubian (drilling) dan pelatihan tanya jawab.
Kegiatan prakomunikatif terdiri atas dua kegiatan:
kegiatan yang terkait dengan struktur atau bentuk bahasa dan kegiatan kuasi
komunikatif.
b. Komunikatif
Kegiatan ini berfokus pada pembelajaran penggunaan bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi bahasa yag sudah dipelajari pada tahap prakomunikatif untuk tujuan-tujuan komunikasi. Kegiatan komunikatif bertujuan memberikan pelatihan untuk tugas-tugas secara keseluruhan, meningkatkan motivasi, memungkinkan pembelajaran yang alami, dan menciptakan konteks yang mendukung pembelajaran. Kegiatan-kegiatan dalam tahap ini meliputi kegiatan komunikatif fungsional dan kegiatan interaksi sosial. Kegiatan komunikasi fungsional direalisasikan dalam bentuk membandingkan serangkaian gambar dan mencari persamaan serta perbedaaannya, mengikuti arah, menemukan fitur yang hilang dalam peta atau gambar, dan yang lain. Kegiatan interaksi sosial direalisasikan dalam bentuk percakapan, diskusi, dialog, role play, simulasi, debat, dan sebagainya.
Kegiatan ini berfokus pada pembelajaran penggunaan bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi bahasa yag sudah dipelajari pada tahap prakomunikatif untuk tujuan-tujuan komunikasi. Kegiatan komunikatif bertujuan memberikan pelatihan untuk tugas-tugas secara keseluruhan, meningkatkan motivasi, memungkinkan pembelajaran yang alami, dan menciptakan konteks yang mendukung pembelajaran. Kegiatan-kegiatan dalam tahap ini meliputi kegiatan komunikatif fungsional dan kegiatan interaksi sosial. Kegiatan komunikasi fungsional direalisasikan dalam bentuk membandingkan serangkaian gambar dan mencari persamaan serta perbedaaannya, mengikuti arah, menemukan fitur yang hilang dalam peta atau gambar, dan yang lain. Kegiatan interaksi sosial direalisasikan dalam bentuk percakapan, diskusi, dialog, role play, simulasi, debat, dan sebagainya.
Sejak diimplementasikan pada era 90-an, pendekatan
komunikatif telah dimanifestasikan dalam beberapa tren mutakhir seiring dengan
perkembangan pemahaman tentang proses pembelajaran bahasa kedua. Seperti yang
dinyatakan Richards (2005), asumsi-asumsi inti dari tren-tren tersebut sebagai
berikut.
a. Belajar bahasa kedua difasilitasi ketika peserta didik terlibat dalam interaksi dan komunikasi yang bermakna.
b. Perlatihan-perlatihan di kelas yang efektif memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menegosiasikan makna, memerluas sumber-sumber bahasa, mengenali penggunaan bahasa, dan melibatkan diri dalam komunikasi intrapersonal yang bermakna.
c. Komunikasi yang bermakna merupakan hasil pemrosesan isi yang relevan, bertujuan, menarik, dan menyenangkan oleh peserta didik.
d. Komunikasi merupakan proses holistik yang menuntut penggunaan beberapa keterampilan bahasa.
e. Belajar bahasa difasilitasi oleh kegiatan baik yang melibatkan belajar aturan-aturan penggunaan dan organisasi bahasa secara induktif (discovery learning) maupun yang melibatkan analisis bahasa dan refleksi.
f. Belajar bahasa merupakan proses bertahap yang melibatkan penggunaan bahasa secara kreatif dan secara coba-coba. Walaupun kesalahan adalah sesuatu yang normal dalam pembelajaran, tujuan akhir pembelajaran adalah menggunakan bahasa sasaran dengan tepat dan lancar.
g. Peserta didik mengembangkan irama belajar sendiri, maju sesuai dengan kecepatan masing-masing, dan memiliki kebutuhan dan motivasi belajar bahasa yang berbeda-beda.
h. Belajar bahasa yang sukses melibatkan penggunaan strategi belajar dan komunikasi yang tepat.
i. Peran guru di dalam kelas adalah fasilitator yang menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk belajar bahasa dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan dan melatihkan bahasa serta merefleksikan penggunaan dan pembelajaran bahasa.
j. Kelas merupakan komunitas yang peserta didik belajar melalui kolaborasi dan kegiatan berbagi.
a. Belajar bahasa kedua difasilitasi ketika peserta didik terlibat dalam interaksi dan komunikasi yang bermakna.
b. Perlatihan-perlatihan di kelas yang efektif memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menegosiasikan makna, memerluas sumber-sumber bahasa, mengenali penggunaan bahasa, dan melibatkan diri dalam komunikasi intrapersonal yang bermakna.
c. Komunikasi yang bermakna merupakan hasil pemrosesan isi yang relevan, bertujuan, menarik, dan menyenangkan oleh peserta didik.
d. Komunikasi merupakan proses holistik yang menuntut penggunaan beberapa keterampilan bahasa.
e. Belajar bahasa difasilitasi oleh kegiatan baik yang melibatkan belajar aturan-aturan penggunaan dan organisasi bahasa secara induktif (discovery learning) maupun yang melibatkan analisis bahasa dan refleksi.
f. Belajar bahasa merupakan proses bertahap yang melibatkan penggunaan bahasa secara kreatif dan secara coba-coba. Walaupun kesalahan adalah sesuatu yang normal dalam pembelajaran, tujuan akhir pembelajaran adalah menggunakan bahasa sasaran dengan tepat dan lancar.
g. Peserta didik mengembangkan irama belajar sendiri, maju sesuai dengan kecepatan masing-masing, dan memiliki kebutuhan dan motivasi belajar bahasa yang berbeda-beda.
h. Belajar bahasa yang sukses melibatkan penggunaan strategi belajar dan komunikasi yang tepat.
i. Peran guru di dalam kelas adalah fasilitator yang menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk belajar bahasa dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan dan melatihkan bahasa serta merefleksikan penggunaan dan pembelajaran bahasa.
j. Kelas merupakan komunitas yang peserta didik belajar melalui kolaborasi dan kegiatan berbagi.
Dengan berdasar uraian di depan, Richards (2006)
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pembelajaran idealnya memenuhi karakteristik
berikut:
a. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi komunikatif dengan memanfaatkan kompetensi linguistik (pembelajaran tata bahasa terintegrasi dalam konteks)
b. menciptakan kebutuhan untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bernegosiasi untuk memerjelas makna (meaning negotiation)
c. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar tata bahasa baik secara induktif maupun deduktif
d. memanfaatkan topik pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat peserta didik.
e. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan segala hal yang sudah dipelajari di kelas ke dalam kehidupannya.
a. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi komunikatif dengan memanfaatkan kompetensi linguistik (pembelajaran tata bahasa terintegrasi dalam konteks)
b. menciptakan kebutuhan untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bernegosiasi untuk memerjelas makna (meaning negotiation)
c. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar tata bahasa baik secara induktif maupun deduktif
d. memanfaatkan topik pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat peserta didik.
e. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan segala hal yang sudah dipelajari di kelas ke dalam kehidupannya.
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa
dimanifestasikan dalam banyak varian. Di antara varian-varian yang ada,
pembelajaran berbasis isi (content-based instruction), pembelajaran berbasis
tugas (task-based language instruction), dan pendekatan berbasis teks
(genre-based approach) adalah yang paling banyak diimplementasikan.
Langkah-langkah pembelajaran ketiga varian tersebut sebagai berikut.
A. Pembelajaran Bahasa Berbasis Isi (Content-based
Language Instruction)
Pembelajaran berbasis isi didefinisikan sebagai pendekatan yang memfokuskan informasi yang akan diperoleh peserta didik melalui media bahasa lain namun tidak memusatkan perhatian pada belajar bahasa itu sendiri. Pembelajaran Berbasis Isi ini lebih memberi penekanan pada makna dan kefasihan lebih penting daripada ketepatan. Isi (content) merupakan materi di luar domain bahasa (Richards dan Rodgers, 2001).
Pembelajaran berbasis isi didefinisikan sebagai pendekatan yang memfokuskan informasi yang akan diperoleh peserta didik melalui media bahasa lain namun tidak memusatkan perhatian pada belajar bahasa itu sendiri. Pembelajaran Berbasis Isi ini lebih memberi penekanan pada makna dan kefasihan lebih penting daripada ketepatan. Isi (content) merupakan materi di luar domain bahasa (Richards dan Rodgers, 2001).
Krahnke (Richards, 2006) mendefinisikan pembelajaran
berbahasa berbasis isi sebagai pembelajaran isi dalam bahasa yang sedang
dipelajari dengan sedikit atau tidak ada sama sekali usaha eksplisit untuk
mengajarkan bahasa tersebut secara terpisah dari materi yang diajarkan.
Pembelajaran berbasis isi, menurut Richards (2006),
dikembangkan dengan prinsip berikut.
a. Orang lebih berhasil dalam belajar bahasa bila mereka menggunakan bahasa sebagai alat untuk memeroleh informasi.
b. Pendekatan ini merefleksikan dengan lebih baik kebutuhan untuk belajar bahasa peserta didik.
c. Isi memberikan kerangka yang koheren yang dapat digunakan untuk menghubungkan dan mengembangkan seluruh keterampilan bahasa.
Menurut Richards dan Rodgers (2001) pembelajaran berbasis isi mengandung elemen teori bahasa fungsional dan interaksional. Berikut adalah tiga asumsi terkait dengan hal tersebut: (1) bahasa berbasis teks atau wacana; (2) berbahasa dalam dunia nyata merupakan penerapan dari keterampilan-keterampilan kebahasaan yang terintegrasi; dan (3) dalam komunikasi alamiah bahasa memiliki tujuan tertentu sehingga bersifat kontekstual dan otentik.
Langkah-langkah utama pembelajaran berbasis isi adalah (1) menentukan fokus pembelajaran sesuai dengan jenis kurikulum, (2) mengidentifikasi topik inti dalam bidang yang akan dipelajari untuk terbentuknya kerangka pembelajaran dengan berkolaborasi bersama ahli yang relevan, dan (3) mengembangkan berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan bahasa yang akan dikuasai, misalnya keterampilan presentasi lisan, diskusi kelompok, tata bahasa, dan penulisan laporan. Kesemuanya dikembangkan dari tema dan topik yang menjadi dasar pembelajaran.
a. Orang lebih berhasil dalam belajar bahasa bila mereka menggunakan bahasa sebagai alat untuk memeroleh informasi.
b. Pendekatan ini merefleksikan dengan lebih baik kebutuhan untuk belajar bahasa peserta didik.
c. Isi memberikan kerangka yang koheren yang dapat digunakan untuk menghubungkan dan mengembangkan seluruh keterampilan bahasa.
Menurut Richards dan Rodgers (2001) pembelajaran berbasis isi mengandung elemen teori bahasa fungsional dan interaksional. Berikut adalah tiga asumsi terkait dengan hal tersebut: (1) bahasa berbasis teks atau wacana; (2) berbahasa dalam dunia nyata merupakan penerapan dari keterampilan-keterampilan kebahasaan yang terintegrasi; dan (3) dalam komunikasi alamiah bahasa memiliki tujuan tertentu sehingga bersifat kontekstual dan otentik.
Langkah-langkah utama pembelajaran berbasis isi adalah (1) menentukan fokus pembelajaran sesuai dengan jenis kurikulum, (2) mengidentifikasi topik inti dalam bidang yang akan dipelajari untuk terbentuknya kerangka pembelajaran dengan berkolaborasi bersama ahli yang relevan, dan (3) mengembangkan berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan bahasa yang akan dikuasai, misalnya keterampilan presentasi lisan, diskusi kelompok, tata bahasa, dan penulisan laporan. Kesemuanya dikembangkan dari tema dan topik yang menjadi dasar pembelajaran.
B. Pembelajaran Berbasis Tugas (Task-based Language
Instruction)
Pembelajaran berbasis tugas adalah pembelajaran
bahasa yang menekankan penggunaan tugas sebagai unit utama dalam perencanaan
dan implementasi pengajaran. Dalam pendekatan ini, menurut Richards (2006),
terdapat dua jenis tugas: tugas pedagogik (pedagogical task) dan tugas yang
diambil dari kehidupan sehari-hari (real world task). Tugas pedagogik adalah
tugas kelas yang dirancang secara khusus dan ditujukan agar peserta didik
menggunakan strategi interaksional dan tipe keterampilan, kosakata, dan tata
bahasa tertentu. Suatu tugas yang dua peserta didik harus mencari perbedaan di
antara dua gambar yang serupa adalah contoh tugas pedagogik. Dalam dunia nyata
tugas ini tidak biasa dihadapi. Namun, proses interaksinya merupakan masukan
yang bermanfaat bagi perkembangan bahasa.
Berbeda dengan tugas pedagogik, tugas yang diambil
dari kehidupan sehari-hari adalah tugas kelas yang merefleksikan penggunaan
bahasa dalam dunia nyata. Bermain peran (Role play) yang peserta didik
melatihkan wawancara kerja, misalnya, merupakan contoh tugas ini.
Tugas bahasa terdiri atas enam jenis, yaitu 1) menyusun daftar (listing tasks), 2) memilah (sorting and ordering), 3) membandingkan (comparing), 4) menyelesaikan masalah (problem solving), 5) membagi pengalaman individual (sharing personal experience), dan berkreasi (creative tasks) (Willis, 1996). Dalam praktik pembelajaran, tugas yang diberikan idealnya memenuhi empat ciri: 1) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar bahasa yang ada, 2) memungkinkan hasil belajar yang berupa pemerolehan bahasa (language acquisition) terperoleh dari proses belajar (language learning), 3) mengutamakan isi pesan (meaning) daripada struktur kebahasaan, dan 4) memungkinkan peserta didik mengembangkan strategi komunikasi dan keterampilan interaksionalnya kalau tugas dikerjakan oleh dua atau lebih peserta didik (Richards, 2006:31).
Pembelajaran berbasis tugas dibedakan menjadi dua jenis: model dasar (basic model) dan pembelajaran bahasa komunikatif-kontekstual (contextual-communicative language teaching). Berikut uraian langkah-langkah pembelajarannya.
1) Model Dasar
a) Aktivitas pratugas (pre-task activities) yang berupa pengenalan topik dan tugas oleh guru.
b) Siklus tugas (task cycle) yang berupa pengerjaan, perencanaan, dan pelaporan.
c) Fokus bahasa (language focus) yang berupa analisis dan perlatihan pemecahan kasus-kasus kebahasaan.
2) Pembelajaran Bahasa Komunikatif-Kontekstual
a) Pengantar (warming up)
(1) membangun hubungan (rapport)
(2) menarik perhatian peserta didik dengan memanfaatkan media yang relevan
(3) mengarahkan perhatian peserta didik
(4) membangkitkan motivasi
Tugas bahasa terdiri atas enam jenis, yaitu 1) menyusun daftar (listing tasks), 2) memilah (sorting and ordering), 3) membandingkan (comparing), 4) menyelesaikan masalah (problem solving), 5) membagi pengalaman individual (sharing personal experience), dan berkreasi (creative tasks) (Willis, 1996). Dalam praktik pembelajaran, tugas yang diberikan idealnya memenuhi empat ciri: 1) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar bahasa yang ada, 2) memungkinkan hasil belajar yang berupa pemerolehan bahasa (language acquisition) terperoleh dari proses belajar (language learning), 3) mengutamakan isi pesan (meaning) daripada struktur kebahasaan, dan 4) memungkinkan peserta didik mengembangkan strategi komunikasi dan keterampilan interaksionalnya kalau tugas dikerjakan oleh dua atau lebih peserta didik (Richards, 2006:31).
Pembelajaran berbasis tugas dibedakan menjadi dua jenis: model dasar (basic model) dan pembelajaran bahasa komunikatif-kontekstual (contextual-communicative language teaching). Berikut uraian langkah-langkah pembelajarannya.
1) Model Dasar
a) Aktivitas pratugas (pre-task activities) yang berupa pengenalan topik dan tugas oleh guru.
b) Siklus tugas (task cycle) yang berupa pengerjaan, perencanaan, dan pelaporan.
c) Fokus bahasa (language focus) yang berupa analisis dan perlatihan pemecahan kasus-kasus kebahasaan.
2) Pembelajaran Bahasa Komunikatif-Kontekstual
a) Pengantar (warming up)
(1) membangun hubungan (rapport)
(2) menarik perhatian peserta didik dengan memanfaatkan media yang relevan
(3) mengarahkan perhatian peserta didik
(4) membangkitkan motivasi
b) Kegiatan Belajar Mengajar (Teaching-Learning
Activities)
(1) Fokus pemahaman (comprehension focus): penyajian masukan bahasa (language input) dan penyajian tugas-tugas pemahaman (misalnya menjodohkan, melengkapi, menjawab pertanyaan, mengisi teka-teki silang, dan menyusun ulang paragraf acak)
(2) Fokus bahasa (language focus): pelafalan, kosakata, tata bahasa, struktur teks
(3) Fokus komunikasi (communication focus): kegiatan terbimbing dan kegiatan bebas
(1) Fokus pemahaman (comprehension focus): penyajian masukan bahasa (language input) dan penyajian tugas-tugas pemahaman (misalnya menjodohkan, melengkapi, menjawab pertanyaan, mengisi teka-teki silang, dan menyusun ulang paragraf acak)
(2) Fokus bahasa (language focus): pelafalan, kosakata, tata bahasa, struktur teks
(3) Fokus komunikasi (communication focus): kegiatan terbimbing dan kegiatan bebas
c) Penutup (Closing)
(1) meringkas
(2) refleksi
(3) penugasan
(1) meringkas
(2) refleksi
(3) penugasan
C. Pembelajaran Berbasis Teks (Genre-Based Approach)
Pembelajaran berbasis teks berdasar asumsi berikut: a) belajar bahasa merupakan kegiatan yang bersifat sosial, b) belajar lebih efektif ketika harapan guru terhadap peserta didik disampaikan secara tersurat, c) proses belajar bahasa merupakan serangkaian tahap perkembangan dari kegiatan berbantuan ke kegiatan mandiri.
Berikut adalah tahap-tahap dalam pembelajaran berbasis teks (Feez, 1998).
a. Pembangunan konteks (building knowledge of the field)
Pembangunan konteks merupakan pembicaraan topik yang akan dibahas. Kegiatan ini bersifat interaktif antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik. Keterampilan mendengarkan dan berbicara dimulai di sini.
Pembelajaran berbasis teks berdasar asumsi berikut: a) belajar bahasa merupakan kegiatan yang bersifat sosial, b) belajar lebih efektif ketika harapan guru terhadap peserta didik disampaikan secara tersurat, c) proses belajar bahasa merupakan serangkaian tahap perkembangan dari kegiatan berbantuan ke kegiatan mandiri.
Berikut adalah tahap-tahap dalam pembelajaran berbasis teks (Feez, 1998).
a. Pembangunan konteks (building knowledge of the field)
Pembangunan konteks merupakan pembicaraan topik yang akan dibahas. Kegiatan ini bersifat interaktif antara guru dan peserta didik serta antarpeserta didik. Keterampilan mendengarkan dan berbicara dimulai di sini.
b. Pemodelan teks (modelling of text)
Pemodelan teks merupakan pengenalan beragam teks baik lisan maupun tulis kepada peserta didik. Teks tulis seperti resep dapat dikenalkan pada tahap ini dengan menggunakan bahasa yang khas resep, yaitu tanpa basa-basi kesantunan, padat, ringkas, dan bentuk serta unsur teksnya (judul, bahan, cara meramu, dan cara menghidangkan) tetap.
c. Pemecahan masalah bersama (joint construction of text)
Pemecahan masalah bersama merupakan kegiatan belajar dalam kelompok yang peserta didik secara bersama-sama atau berpasangan mengerjakan perlatihan-perlatihan berbahasa yang ditugaskan oleh guru. Penyelesaian perlatihan secara kelompok dilakukan dengan panduan dari buku pelajaran, guru, atau siswa lain.
d. Pemecahan masalah secara mandiri (independent construction of text)
Pemecahan masalah secara mandiri merupakan kegiatan belajar yang siswa secara mandiri berlatih menciptakan teks. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu menyelesaikan perlatihan-perlatihan berbahasa secara mandiri atau spontan dalam konteks baru yang berbeda dengan tahap kerja kelompok.
Perlu dipahami bahwa tidak ada satu pun varian maupun metode pembelajaran bahasa yang lebih baik dari yang lain. Yang penting adalah bagaimana guru dapat secara maksimal memanfaatkan berbagai metode pembelajaran tersebut. Di akhir abad ke 20 kecenderungan yang terjadi dalam pembelajaran bahasa adalah bahwa faktor kunci keberhasilan atau kegagalan pembelajaran bahasa bukanlah metode. Dalam era ini guru tidak lagi memfokuskan pada pendekatan/metode pembelajaran tertentu. Era baru inilah yang oleh Kumaravadivelu (2003) disebut sebagai post method era dan post method pedagogy.
Post method pedagogy memunyai tiga parameter, yaitu kekhasan (particularity), kepraktisan (practicality), dan ketermungkinan (possibility). Kekhasan bermakna bahwa teknik yang dipilih guru harus sesuai dengan situasi belajar, yaitu di mana dan kapan pembelajaran berlangsung, serta siapa yang diajar. Kepraktisan bermakna bahwa pendekatan pembelajaran harus dapat diimplementasikan dalam situasi nyata sehingga ada hubungan antara teori dan praktik. Ketermungkinan bermakna bahwa kesesuaian metode secara sosial, kultural, dan politis merupakan hal penting.
Guru yang berperan sebagai navigator, adaptor, komunikator, peserta didik, visioner, profesional yang mandiri, warganegara yang loyal, pemimpin, teladan, kolaborator, dan pengambil risiko diharapkan mampu melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang diusulkan oleh Brown (2007) berikut: a) otomatis; b) bermakna; c) menghargai; d) memotivasi; e) memiliki nilai investasi strategis; f) menjaga ego bahasa peserta didik; g) menumbuhkan rasa percaya diri; h) menumbuhkan keberanian mengambil risiko; i) menunjukkan hubungan bahasa dan budaya; j) mengakui ada pengaruh bahasa sumber ke dalam belajar bahasa sasaran; k) mengakui ada bahasa antara (interlanguage); dan l) mengarah ketercapaian kompetensi komunikatif.
Prinsip-prinsip tersebut dapat digunakan oleh guru untuk memperkaya kegiatan-kegiatan pembelajaran di kelas sehingga dicapai keberhasilan dalam pembelajaran bahasa.
5. Contoh-Contoh Kegiatan Pembelajaran
Pemodelan teks merupakan pengenalan beragam teks baik lisan maupun tulis kepada peserta didik. Teks tulis seperti resep dapat dikenalkan pada tahap ini dengan menggunakan bahasa yang khas resep, yaitu tanpa basa-basi kesantunan, padat, ringkas, dan bentuk serta unsur teksnya (judul, bahan, cara meramu, dan cara menghidangkan) tetap.
c. Pemecahan masalah bersama (joint construction of text)
Pemecahan masalah bersama merupakan kegiatan belajar dalam kelompok yang peserta didik secara bersama-sama atau berpasangan mengerjakan perlatihan-perlatihan berbahasa yang ditugaskan oleh guru. Penyelesaian perlatihan secara kelompok dilakukan dengan panduan dari buku pelajaran, guru, atau siswa lain.
d. Pemecahan masalah secara mandiri (independent construction of text)
Pemecahan masalah secara mandiri merupakan kegiatan belajar yang siswa secara mandiri berlatih menciptakan teks. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu menyelesaikan perlatihan-perlatihan berbahasa secara mandiri atau spontan dalam konteks baru yang berbeda dengan tahap kerja kelompok.
Perlu dipahami bahwa tidak ada satu pun varian maupun metode pembelajaran bahasa yang lebih baik dari yang lain. Yang penting adalah bagaimana guru dapat secara maksimal memanfaatkan berbagai metode pembelajaran tersebut. Di akhir abad ke 20 kecenderungan yang terjadi dalam pembelajaran bahasa adalah bahwa faktor kunci keberhasilan atau kegagalan pembelajaran bahasa bukanlah metode. Dalam era ini guru tidak lagi memfokuskan pada pendekatan/metode pembelajaran tertentu. Era baru inilah yang oleh Kumaravadivelu (2003) disebut sebagai post method era dan post method pedagogy.
Post method pedagogy memunyai tiga parameter, yaitu kekhasan (particularity), kepraktisan (practicality), dan ketermungkinan (possibility). Kekhasan bermakna bahwa teknik yang dipilih guru harus sesuai dengan situasi belajar, yaitu di mana dan kapan pembelajaran berlangsung, serta siapa yang diajar. Kepraktisan bermakna bahwa pendekatan pembelajaran harus dapat diimplementasikan dalam situasi nyata sehingga ada hubungan antara teori dan praktik. Ketermungkinan bermakna bahwa kesesuaian metode secara sosial, kultural, dan politis merupakan hal penting.
Guru yang berperan sebagai navigator, adaptor, komunikator, peserta didik, visioner, profesional yang mandiri, warganegara yang loyal, pemimpin, teladan, kolaborator, dan pengambil risiko diharapkan mampu melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang diusulkan oleh Brown (2007) berikut: a) otomatis; b) bermakna; c) menghargai; d) memotivasi; e) memiliki nilai investasi strategis; f) menjaga ego bahasa peserta didik; g) menumbuhkan rasa percaya diri; h) menumbuhkan keberanian mengambil risiko; i) menunjukkan hubungan bahasa dan budaya; j) mengakui ada pengaruh bahasa sumber ke dalam belajar bahasa sasaran; k) mengakui ada bahasa antara (interlanguage); dan l) mengarah ketercapaian kompetensi komunikatif.
Prinsip-prinsip tersebut dapat digunakan oleh guru untuk memperkaya kegiatan-kegiatan pembelajaran di kelas sehingga dicapai keberhasilan dalam pembelajaran bahasa.
5. Contoh-Contoh Kegiatan Pembelajaran
Proses pembelajaran meliputi tahap pendahuluan, inti
dan penutup. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan komunikatif, tujuan
umum kegiatan pembelajaran pada tahap pendahuluan adalah membangun hubungan,
menarik perhatian peserta didik dengan memanfaatkan media yang relevan,
mengarahkan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran, dan membangkitkan motivasi.
Tujuan umum kegiatan pembelajaran pada tahap inti
adalah memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan kompetensi komunikatif
lisan dan tertulis dalam bahasa sasaran. Tujuan umum kegiatan pembelajaran pada
tahap penutup adalah meringkas dan merefleksi. Dalam proses pembelajaran,
sejumlah peserta didik memerlukan penguatan/pengayaan dan yang lain membutuhkan
remedi.
Tujuan pemberian penguatan/pengayaan adalah
memerdalam wawasan peserta didik terkait dengan materi yang sedang dipelajari,
sedangkan tujuan pemberian remedi adalah memerbaiki prestasi belajar peserta
didik untuk mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan.
Berikut contoh kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan komunikatif pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup.
A. Pendahuluan
• Guru dan peserta didik bercurah pendapat tentang materi yang akan dipelajari.
• Guru memberikan kegiatan permainan kepada peserta didik.
• Guru menanyai peserta didik tentang pengetahuan mereka mengenai materi yang akan dipelajari.
• Guru mengajak peserta didik menyanyikan lagu yang terkait dengan materi yang akan dipelajari dengan menggunakan media yang sesuai.
• Guru menunjukkan media pandang seperti gambar, poster, film, brosur, pamflet, animasi, dan komik yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.
• Guru membawa dan menunjukkan benda nyata (realia) yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.
A. Pendahuluan
• Guru dan peserta didik bercurah pendapat tentang materi yang akan dipelajari.
• Guru memberikan kegiatan permainan kepada peserta didik.
• Guru menanyai peserta didik tentang pengetahuan mereka mengenai materi yang akan dipelajari.
• Guru mengajak peserta didik menyanyikan lagu yang terkait dengan materi yang akan dipelajari dengan menggunakan media yang sesuai.
• Guru menunjukkan media pandang seperti gambar, poster, film, brosur, pamflet, animasi, dan komik yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.
• Guru membawa dan menunjukkan benda nyata (realia) yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.
B. Inti
Dalam kegiatan inti, peserta didik melakukan berbagai macam kegiatan sesuai dengan varian pendekatan komunikatif yang diimplementasikan di kelas.
Dalam kegiatan inti, peserta didik melakukan berbagai macam kegiatan sesuai dengan varian pendekatan komunikatif yang diimplementasikan di kelas.
1. Pembelajaran berbasis isi (content-based language
instruction)
Ada banyak kegiatan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis isi. Berikut adalah beberapa contoh kegiatan.
• Memilih topik yang sesuai dengan minat siswa
• Mencari sumber-sumber yang relevan, misalnya website, buku referensi, rekaman audio/video, dan sebagainya
• Menyelesaikan tugas, misalnya mini riset, secara berkelompok oleh peserta didik
• Menyajikan hasil pekerjaan kepada kelompok lain dalam bentuk laporan atau presentasi
2. Pembelajaran berbasis tugas (task-based language instruction)
a. Model dasar
1) Tahap pratugas
• Peserta didik mengerjakan pratugas, misalnya permainan yang berbasis topik.
• Peserta didik menggunakan waktu yang disediakan untuk persiapan memikirkan pengerjaan tugas.
• Peserta didik mendengarkan rekaman dari serangkaian tugas yang dikerjakan.
• Peserta didik membaca sebagian teks.
2) Tahap penugasan
a) Penugasan
• Peserta didik (secara berpasangan atau berkelompok) mengungkapkan ide, misalnya merespons bacaan atau rekaman.
• Peserta didik berbicara secara spontan dan eksploratif dan membangun kepercayaan diri dalam kelompok.
• Peserta didik mencapai tujuan pemberian tugas.
b) Perencanaan
• Peserta didik membuat rancangan dan berlatih menulis atau mengatakan apa yang akan ditulis atau dikatakan.
• Secara individu peserta didik menanyakan pertanyaan tentang komponen bahasa tertentu.
c) Pelaporan
• Peserta didik menyajikan laporan secara lengkap.
Ada banyak kegiatan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis isi. Berikut adalah beberapa contoh kegiatan.
• Memilih topik yang sesuai dengan minat siswa
• Mencari sumber-sumber yang relevan, misalnya website, buku referensi, rekaman audio/video, dan sebagainya
• Menyelesaikan tugas, misalnya mini riset, secara berkelompok oleh peserta didik
• Menyajikan hasil pekerjaan kepada kelompok lain dalam bentuk laporan atau presentasi
2. Pembelajaran berbasis tugas (task-based language instruction)
a. Model dasar
1) Tahap pratugas
• Peserta didik mengerjakan pratugas, misalnya permainan yang berbasis topik.
• Peserta didik menggunakan waktu yang disediakan untuk persiapan memikirkan pengerjaan tugas.
• Peserta didik mendengarkan rekaman dari serangkaian tugas yang dikerjakan.
• Peserta didik membaca sebagian teks.
2) Tahap penugasan
a) Penugasan
• Peserta didik (secara berpasangan atau berkelompok) mengungkapkan ide, misalnya merespons bacaan atau rekaman.
• Peserta didik berbicara secara spontan dan eksploratif dan membangun kepercayaan diri dalam kelompok.
• Peserta didik mencapai tujuan pemberian tugas.
b) Perencanaan
• Peserta didik membuat rancangan dan berlatih menulis atau mengatakan apa yang akan ditulis atau dikatakan.
• Secara individu peserta didik menanyakan pertanyaan tentang komponen bahasa tertentu.
c) Pelaporan
• Peserta didik menyajikan laporan secara lengkap.
3) Fokus Bahasa
a) Analisis
• Peserta didik menemukan kata dan frasa yang terkait dengan topik atau teks.
• Peserta didik membaca transkrip dan menemukan kata yang berakhiran tertentu.
• Peserta didik menemukan kata-kata dengan bentuk tertentu.
• Peserta didik menggarisbawahi dan mengklasifikasikan pertanyaan dalam transkrip.
• Peserta didik mencatat.
b) Perlatihan
• Peserta didik mengulang secara lisan frasa-frasa yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan.
• Peserta didik melakukan permainan yang melatihkan ingatan dengan berdasar contoh yang dirumpangkan.
• Peserta didik melengkapi kalimat (yang disiapkan oleh satu kelompok untuk kelompok lain).
• Peserta didik menjodohkan kata berbentuk tertentu dengan subjek atau objek yang ada dalam teks.
• Peserta didik mengecek kata-kata dalam teks atau transkrip di kamus.
(Richards, 2006)
a) Analisis
• Peserta didik menemukan kata dan frasa yang terkait dengan topik atau teks.
• Peserta didik membaca transkrip dan menemukan kata yang berakhiran tertentu.
• Peserta didik menemukan kata-kata dengan bentuk tertentu.
• Peserta didik menggarisbawahi dan mengklasifikasikan pertanyaan dalam transkrip.
• Peserta didik mencatat.
b) Perlatihan
• Peserta didik mengulang secara lisan frasa-frasa yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan.
• Peserta didik melakukan permainan yang melatihkan ingatan dengan berdasar contoh yang dirumpangkan.
• Peserta didik melengkapi kalimat (yang disiapkan oleh satu kelompok untuk kelompok lain).
• Peserta didik menjodohkan kata berbentuk tertentu dengan subjek atau objek yang ada dalam teks.
• Peserta didik mengecek kata-kata dalam teks atau transkrip di kamus.
(Richards, 2006)
b. Pembelajaran bahasa komunikatif-kontekstual
1) Fokus pemahaman
• Peserta didik dipajani teks masukan (rekaman dialog, ucapan guru, lagu, komik, bacaan, dan yang lain)
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas yang terkait dengan pemahaman, misalnya menjodohkan, melengkapi kalimat, menjawab pertanyaan benar-salah, mengisi teka-teki silang, dan menyusun kembali paragraf atau cerita.
2) Fokus bahasa
• Pengucapan (misalnya mendengarkan dan/atau menirukan guru atau rekaman berupa teks atau lagu)
• Kosakata (misalnya melengkapi kata dalam jaringan kata, mengerjakan kuis, menyusun kembali huruf-huruf menjadi kata, melengkapi kalimat, dan menjodohkan kata dengan artinya)
• Tata bahasa (misalnya menyusun kembali kata menjadi kalimat, menjodohkan subjek dengan predikat, melengkapi kalimat, mengubah kata kerja ke dalam bentuk yang benar, dan mengidentifikasi bentuk-bentuk yang salah)
• Organisasi teks (misalnya mengidentifikasi struktur generik teks, menyusun kembali kalimat acak, menyusun kembali paragraf acak, dan mengidentifikasi kalimat yang tidak relevan)
3) Fokus komunikasi
• Kegiatan semiterbimbing (misalnya melengkapi dialog atau bentuk teks yang lain)
• Kegiatan mandiri (misalnya menjawab kuis, bermain peran, bersimulasi, dan menulis teks)
1) Fokus pemahaman
• Peserta didik dipajani teks masukan (rekaman dialog, ucapan guru, lagu, komik, bacaan, dan yang lain)
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas yang terkait dengan pemahaman, misalnya menjodohkan, melengkapi kalimat, menjawab pertanyaan benar-salah, mengisi teka-teki silang, dan menyusun kembali paragraf atau cerita.
2) Fokus bahasa
• Pengucapan (misalnya mendengarkan dan/atau menirukan guru atau rekaman berupa teks atau lagu)
• Kosakata (misalnya melengkapi kata dalam jaringan kata, mengerjakan kuis, menyusun kembali huruf-huruf menjadi kata, melengkapi kalimat, dan menjodohkan kata dengan artinya)
• Tata bahasa (misalnya menyusun kembali kata menjadi kalimat, menjodohkan subjek dengan predikat, melengkapi kalimat, mengubah kata kerja ke dalam bentuk yang benar, dan mengidentifikasi bentuk-bentuk yang salah)
• Organisasi teks (misalnya mengidentifikasi struktur generik teks, menyusun kembali kalimat acak, menyusun kembali paragraf acak, dan mengidentifikasi kalimat yang tidak relevan)
3) Fokus komunikasi
• Kegiatan semiterbimbing (misalnya melengkapi dialog atau bentuk teks yang lain)
• Kegiatan mandiri (misalnya menjawab kuis, bermain peran, bersimulasi, dan menulis teks)
3. Pembelajaran berbasis teks (genre-based approach)
a) Pembangunan konteks (building knowledge of the field)
• Peserta didik dikenalkan pada konteks dari model autentik jenis teks yang sedang dipelajari.
• Peserta didik mengeksplorasi fitur-fitur konteks budaya umum tempat jenis teks tersebut digunakan dan tujuan sosial yang dicapai oleh jenis teks tersebut.
• Peserta didik mengeksplorasi konteks situasi terdekat dengan menginvestigasi register teks model yang telah dipilih dengan berdasar tujuan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik.
a) Pembangunan konteks (building knowledge of the field)
• Peserta didik dikenalkan pada konteks dari model autentik jenis teks yang sedang dipelajari.
• Peserta didik mengeksplorasi fitur-fitur konteks budaya umum tempat jenis teks tersebut digunakan dan tujuan sosial yang dicapai oleh jenis teks tersebut.
• Peserta didik mengeksplorasi konteks situasi terdekat dengan menginvestigasi register teks model yang telah dipilih dengan berdasar tujuan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik.
b) Pemodelan teks (modelling of text)
• Tingkat teks: menyajikan materi dengan menggunakan berbagai media, menyusun, menjodohkan, dan melabeli (misalnya menyusun teks, mengurutkan langkah-langkah yang diacak, dan melabeli langkah-langkah) dan melakukan berbagai kegiatan yang berfokus pada peranti kohesi (misalnya serangkaian komponen leksikal yang terkait, kata penghubung) dan acuan kata
• Tingkat klausa: menyajikan materi dan pelatihan yang berhubungan dengan fitur-fitur kebahasaan teks
• Tingkat ungkapan: menyimak dan berbicara, mengucapkan, mendekodekan (decoding), mengeja, dan berlatih menulis tangan atau mengetik
• Tingkat teks: menyajikan materi dengan menggunakan berbagai media, menyusun, menjodohkan, dan melabeli (misalnya menyusun teks, mengurutkan langkah-langkah yang diacak, dan melabeli langkah-langkah) dan melakukan berbagai kegiatan yang berfokus pada peranti kohesi (misalnya serangkaian komponen leksikal yang terkait, kata penghubung) dan acuan kata
• Tingkat klausa: menyajikan materi dan pelatihan yang berhubungan dengan fitur-fitur kebahasaan teks
• Tingkat ungkapan: menyimak dan berbicara, mengucapkan, mendekodekan (decoding), mengeja, dan berlatih menulis tangan atau mengetik
c) Pemecahan masalah bersama (joint construction of
text)
• Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, mendiskusikan dan mengedit hasil kerja seluruh kelas, kemudian menampilkannya di papan tulis.
• Peserta didik membuat kerangka teks.
• Peserta didik melakukan kegiatan jigsaw dan information gap.
• Peserta didik mengonstruksi teks dalam kelompok kecil.
• Peserta didik mencatat gagasan-gagasan kunci dalam teks yang didengarkan, kemudian merekonstruksi teks dengan berdasar catatan-catatan yang dibuat (dictogloss).
• Peserta didik melakukan penilaian diri dan penilaian sejawat.
• Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, mendiskusikan dan mengedit hasil kerja seluruh kelas, kemudian menampilkannya di papan tulis.
• Peserta didik membuat kerangka teks.
• Peserta didik melakukan kegiatan jigsaw dan information gap.
• Peserta didik mengonstruksi teks dalam kelompok kecil.
• Peserta didik mencatat gagasan-gagasan kunci dalam teks yang didengarkan, kemudian merekonstruksi teks dengan berdasar catatan-catatan yang dibuat (dictogloss).
• Peserta didik melakukan penilaian diri dan penilaian sejawat.
d) Pemecahan masalah secara mandiri (independent
construction of text)
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas mendengarkan, misalnya kegiatan memahami teks lisan baik yang berupa bahan rekaman maupun materi langsung (live materials), mengurutkan gambar, memberikan nomor, menggarisbawahi bagian-bagian tertentu dalam teks, dan menjawab pertanyaan.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas berbicara, misalnya presentasi di depan kelas atau di depan masyarakat.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas mendengarkan dan berbicara secara terpadu, misalnya membuat dialog dan bermain peran.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas membaca, misalnya kegiatan memahami teks tulis, mengurutkan gambar, memberikan nomor, menggarisbawahi bagian-bagian tertentu dalam teks, dan menjawab pertanyaan.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas menulis yang menuntut siswa untuk merancang dan mempresentasikannya.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas mendengarkan, misalnya kegiatan memahami teks lisan baik yang berupa bahan rekaman maupun materi langsung (live materials), mengurutkan gambar, memberikan nomor, menggarisbawahi bagian-bagian tertentu dalam teks, dan menjawab pertanyaan.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas berbicara, misalnya presentasi di depan kelas atau di depan masyarakat.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas mendengarkan dan berbicara secara terpadu, misalnya membuat dialog dan bermain peran.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas membaca, misalnya kegiatan memahami teks tulis, mengurutkan gambar, memberikan nomor, menggarisbawahi bagian-bagian tertentu dalam teks, dan menjawab pertanyaan.
• Peserta didik mengerjakan tugas-tugas menulis yang menuntut siswa untuk merancang dan mempresentasikannya.
e) Pengaitan ke teks-teks yang relevan (Linking to
related texts)
• Peserta didik membandingkan penggunaan jenis teks tertentu dalam bidang yang berbeda-beda.
• Peserta didik mencari jenis teks yang lain dalam bidang yang sama.
• Peserta didik bermain peran tentang kemungkinan penggunaan teks yang sama oleh orang yang memiliki peran dan hubungan yang berbeda.
• Peserta didik membandingkan jenis teks yang sama, tetapi ragam yang berbeda (lisan dan tertulis).
• Peserta didik mengamati penggunaan fitur bahasa utama dalam teks tertentu yang digunakan dalam jenis teks yang lain.
• Peserta didik membandingkan penggunaan jenis teks tertentu dalam bidang yang berbeda-beda.
• Peserta didik mencari jenis teks yang lain dalam bidang yang sama.
• Peserta didik bermain peran tentang kemungkinan penggunaan teks yang sama oleh orang yang memiliki peran dan hubungan yang berbeda.
• Peserta didik membandingkan jenis teks yang sama, tetapi ragam yang berbeda (lisan dan tertulis).
• Peserta didik mengamati penggunaan fitur bahasa utama dalam teks tertentu yang digunakan dalam jenis teks yang lain.
C. Penutup
Secara umum aktivitas dalam kegiatan penutup adalah:
• Guru dan peserta didik melalukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang baru berlangsung.
• Peserta didik meringkas materi penting. Materi itu terkait dengan kompetensi dasar dan indikator.
Secara umum aktivitas dalam kegiatan penutup adalah:
• Guru dan peserta didik melalukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang baru berlangsung.
• Peserta didik meringkas materi penting. Materi itu terkait dengan kompetensi dasar dan indikator.
Berikut adalah contoh-contoh kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan komunikatif untuk tujuan penguatan/pengayaan dan remedi.
a. Penguatan/pengayaan
Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang telah melampaui atau menguasai materi yang sedang dipelajari untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar terbimbing dan mandiri di dalam dan di luar kelas: berlatih membaca, berlatih menulis termasuk meringkas, berlatih berbicara, berlatih mendengarkan.
Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang telah melampaui atau menguasai materi yang sedang dipelajari untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar terbimbing dan mandiri di dalam dan di luar kelas: berlatih membaca, berlatih menulis termasuk meringkas, berlatih berbicara, berlatih mendengarkan.
b. Remedi
Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang belum memenuhi kriteria minimal untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar terbimbing dan mandiri: berlatih membaca, berlatih menulis termasuk meringkas, berlatih berbicara, berlatih mendengarkan.
Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang belum memenuhi kriteria minimal untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar terbimbing dan mandiri: berlatih membaca, berlatih menulis termasuk meringkas, berlatih berbicara, berlatih mendengarkan.
TEKNIK PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN
Teknik-teknik penilaian yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran komunikatif ini dapat berupa (a) penilaian unjuk kerja/kinerja, (b) penilaian proyek, (c) penilaian produk, (d) penilaian portofolio, (e) penilaian sikap, dan (f) penilaian diri. Penerapan dari teknik-teknik penilaian tersebut diuraikan di bawah ini.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran komunikatif ini dapat berupa (a) penilaian unjuk kerja/kinerja, (b) penilaian proyek, (c) penilaian produk, (d) penilaian portofolio, (e) penilaian sikap, dan (f) penilaian diri. Penerapan dari teknik-teknik penilaian tersebut diuraikan di bawah ini.
A. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja/kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, seperti: berpidato, berwawancara, bercerita, membaca puisi, dan memerankan teks drama. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena aspek yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian unjuk kerja/kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, seperti: berpidato, berwawancara, bercerita, membaca puisi, dan memerankan teks drama. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena aspek yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut:
a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b. Kelengkapan dan ketepatan aspek/komponen yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d. Cakupan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b. Kelengkapan dan ketepatan aspek/komponen yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d. Cakupan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
B. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada kompetensi dasar tertentu secara jelas. Contoh penilaian proyek adalah menulis laporan kunjungan ke museum, pabrik, atau tempat wisata sesuai kompetensi yang dituntut.
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada kompetensi dasar tertentu secara jelas. Contoh penilaian proyek adalah menulis laporan kunjungan ke museum, pabrik, atau tempat wisata sesuai kompetensi yang dituntut.
Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal
yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi, dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
2. Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam pembelajaran.
3. Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
1. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi, dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
2. Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam pembelajaran.
3. Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
C. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti puisi dan teks drama.
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti puisi dan teks drama.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan
setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1. Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2. Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3. Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
D. Penilaian Porto Polio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
1. Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2. Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3. Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
D. Penilaian Porto Polio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai
karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata
pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai
oleh guru dan peserta didik. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru
dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik
dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan
perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain:
karangan, puisi, surat, catatan perkembangan pekerjaan, hasil diskusi, hasil
membaca buku, hasil penelitian, hasil wawancara.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan
pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
a. Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
b. Saling percaya antara guru dan peserta didik
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan, dan saling membantu sehingga proses pendidikan berlangsung dengan baik.
c. Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik
Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan yang dapat berdampak negatif terhadap proses pendidikan.
d. Milik bersama (joint ownership) antara guru dan peserta didik
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
e. Kepuasan
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan diri.
f. Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
g. Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
h. Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.
a. Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
b. Saling percaya antara guru dan peserta didik
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan, dan saling membantu sehingga proses pendidikan berlangsung dengan baik.
c. Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik
Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan yang dapat berdampak negatif terhadap proses pendidikan.
d. Milik bersama (joint ownership) antara guru dan peserta didik
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
e. Kepuasan
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan diri.
f. Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
g. Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
h. Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas H. 2007. Principles of Language Teaching and Learning. Pearson Education Inc.
Celce-Murcia, M., Dornyei, Z., & Thurrell, S. 1995. A pedagogical framework for communicative competence: A pedagogically motivated model with content specifications. Issues in Applied Linguistics, 6, 5–35.
Brown, Douglas H. 2007. Principles of Language Teaching and Learning. Pearson Education Inc.
Celce-Murcia, M., Dornyei, Z., & Thurrell, S. 1995. A pedagogical framework for communicative competence: A pedagogically motivated model with content specifications. Issues in Applied Linguistics, 6, 5–35.
Feez, Susan. 1998. Text-based Syllabus Design.
Sidney: Macquarie University
Kumaravadivelu, B. (2003a). Beyond methods: Macrostrategies for language teaching. New Haven, CT: Yale University Press.
Kumaravadivelu, B. (2003a). Beyond methods: Macrostrategies for language teaching. New Haven, CT: Yale University Press.
Kumaravadivelu, B. (2003b). A postmethod perspective
on English language teaching. World Englishes, 22, 539–550.
Larsen-Freeman, D. 2000. Techniques and Principles
in Language Teaching. Second Edition. Oxford: Oxford University Press
Littlewood, William. 1981. Communicative Language
Teaching. Cambridge: Press Syndicate of the University of Cambridge
Richards, J. C. 2005. Communicative Language
Teaching. Singapore: SEAMEO Regional Language Centre
Richards, J.C. & Rodgers, T.S. (2001). Approaches and Methods in Language Teaching. New York, NY: Cambridge University Press.
Richards, J. C. and Rogers, T.S. 2007. Approaches and Methods in Language Teaching. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press
http://www.teachingenglish.org.uk/articles/content-based-instruction
Richards, J.C. & Rodgers, T.S. (2001). Approaches and Methods in Language Teaching. New York, NY: Cambridge University Press.
Richards, J. C. and Rogers, T.S. 2007. Approaches and Methods in Language Teaching. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press
http://www.teachingenglish.org.uk/articles/content-based-instruction
Lampiran Contoh Langkah-langkah Pembelajaran
Contoh 1 Langkah–langkah Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Contoh 1 Langkah–langkah Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Mata Pelajaran : Bahasa Indoesia
Kelas/semester : VII/Semester dua
Materi Pokok : Cerita Pendek Indonesia
Kompetensi dasar:
1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis.
2.2 Memiliki perilaku percaya diri dan tanggung jawab dalam membuat tanggapan pribadi atas karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna.
3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan
4.1 Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan
Kelas/semester : VII/Semester dua
Materi Pokok : Cerita Pendek Indonesia
Kompetensi dasar:
1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis.
2.2 Memiliki perilaku percaya diri dan tanggung jawab dalam membuat tanggapan pribadi atas karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna.
3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan
4.1 Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan
Indikator pencapaian kompetensi
1. Terbiasa mendengarkan efektif sebagai implementasi rasa syukur kepada Tuhan karena dikaruniai indera pendengaran yang sempurna.
2. Terbiasa membaca efektif sebagai implementasi rasa syukur kepada Tuhan karena dikaruniai indera pelihatan yang sempurna.
3. Banyak berinisiatif dan memberi pendapat dalam berdiskusi tentang teks cerpen.
4. Bersungguh-sungguh untuk sesuai waktu dan tugas yang diberikan dalam memahami, membedakan, mengklasifikasikan, dan mengidentifikasikan teks cerpen.
5. Mengenali struktur teks cerpen
6. Mengenali struktur bahasa cerpen
7. Mengidentifikasi isi teks cerpen.
8. Mendengarkan efektif untuk menangkap makna teks cerpen.
9. Membaca efektif untuk menangkap makna cerpen.
1. Terbiasa mendengarkan efektif sebagai implementasi rasa syukur kepada Tuhan karena dikaruniai indera pendengaran yang sempurna.
2. Terbiasa membaca efektif sebagai implementasi rasa syukur kepada Tuhan karena dikaruniai indera pelihatan yang sempurna.
3. Banyak berinisiatif dan memberi pendapat dalam berdiskusi tentang teks cerpen.
4. Bersungguh-sungguh untuk sesuai waktu dan tugas yang diberikan dalam memahami, membedakan, mengklasifikasikan, dan mengidentifikasikan teks cerpen.
5. Mengenali struktur teks cerpen
6. Mengenali struktur bahasa cerpen
7. Mengidentifikasi isi teks cerpen.
8. Mendengarkan efektif untuk menangkap makna teks cerpen.
9. Membaca efektif untuk menangkap makna cerpen.
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Pendahuluan
a. Guru mengajak peserta didik mengingat suasana komunikasi di keluarga: ayah, ibu, kakak, dan adik untuk membangun hubungan antara guru dan peserta dirik.
b. Guru mengarahkan peserta didik untuk membentuk kelompok dengan anggota 4—6 orang. Guru menarik perhatian peserta didik dengan menggunakan guntingan judul dan bagian tengah cerpen “Kupu-kupu Ibu” kepada peserta didik dan peserta diminta menebak isi informasinya.
c. Guru mengarahkan perhatian peserta didik dengan meminta wakil kelompok memberikan pendapatnya secara bersungguh-sungguh berdasar pengetahuan awalnya.
d. Guru membangkitkan motivasi siswa dengan menyatakan bahwa setiap jawaban siswa pada dasarnya benar. Setiap jawaban yang kurang sempurna terhadap tebakan isi cerpen disempurnakan oleh guru.
e. Guru menjelaskan manfaat belajar pokok bahasan Cerita Pendek Indonesia.
1. Pendahuluan
a. Guru mengajak peserta didik mengingat suasana komunikasi di keluarga: ayah, ibu, kakak, dan adik untuk membangun hubungan antara guru dan peserta dirik.
b. Guru mengarahkan peserta didik untuk membentuk kelompok dengan anggota 4—6 orang. Guru menarik perhatian peserta didik dengan menggunakan guntingan judul dan bagian tengah cerpen “Kupu-kupu Ibu” kepada peserta didik dan peserta diminta menebak isi informasinya.
c. Guru mengarahkan perhatian peserta didik dengan meminta wakil kelompok memberikan pendapatnya secara bersungguh-sungguh berdasar pengetahuan awalnya.
d. Guru membangkitkan motivasi siswa dengan menyatakan bahwa setiap jawaban siswa pada dasarnya benar. Setiap jawaban yang kurang sempurna terhadap tebakan isi cerpen disempurnakan oleh guru.
e. Guru menjelaskan manfaat belajar pokok bahasan Cerita Pendek Indonesia.
2. Kegiatan inti
a. Membangun konteks (building knowledge of the field)
• Dalam suasana diskusi kelas, peserta didik menjawab enam pertanyaan yang ada pada buku siswa hlm. 143—144 untuk membangun pemahaman tentang teks cerpen Indonesia. Enam pertanyaan itu adalah (1) pernahkah kamu membaca cerita pendek; (2) dapatkah kamu mengatakan apa itu ceita pendek; (3)
a. Membangun konteks (building knowledge of the field)
• Dalam suasana diskusi kelas, peserta didik menjawab enam pertanyaan yang ada pada buku siswa hlm. 143—144 untuk membangun pemahaman tentang teks cerpen Indonesia. Enam pertanyaan itu adalah (1) pernahkah kamu membaca cerita pendek; (2) dapatkah kamu mengatakan apa itu ceita pendek; (3)
b. Pemodelan teks (modelling of text)
• Setelah menjawab pertanyaan, peserta didik menyimak guru membacakan cerita pendek berjudul “Kupu-kupu Ibu”. Sambil mendengarkan hal-hal pembacaan oleh guru, peserta didik mencermati hal-hal yang menarik dan nyaman dinikmati dari cerpen tersebut.
• Peserta didik mempertanyakan tentang hal-hal (positif, negatif, menonjol, baru, sering muncul, dll) yang terdapat pada cerpen “Kupu-kupu Ibu”.
• Dengan teknik catat bersusun, peserta didik melengkapi tabel untuk mendalami pemahaman pada isi cerpen. Peserta didik melengkapi tabel yang bersisi enam penggalan kalimat yang ditandai dengan bintang tiga (***) pada buku siswa.
• Setelah menjawab pertanyaan, peserta didik menyimak guru membacakan cerita pendek berjudul “Kupu-kupu Ibu”. Sambil mendengarkan hal-hal pembacaan oleh guru, peserta didik mencermati hal-hal yang menarik dan nyaman dinikmati dari cerpen tersebut.
• Peserta didik mempertanyakan tentang hal-hal (positif, negatif, menonjol, baru, sering muncul, dll) yang terdapat pada cerpen “Kupu-kupu Ibu”.
• Dengan teknik catat bersusun, peserta didik melengkapi tabel untuk mendalami pemahaman pada isi cerpen. Peserta didik melengkapi tabel yang bersisi enam penggalan kalimat yang ditandai dengan bintang tiga (***) pada buku siswa.
c. Pemecahan masalah bersama (joint construction of
text)
• Dalam diskusi kelompok, peserta didik menjawab/mengajukan pertanyaan tentang isi teks cerpen dalam diskusi kelompok kecil.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya tokoh dan penokohan.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya latar.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu” khususnya pada alur: orientasi, komplikasi, dan resolusi.
• Peserta mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya konflik.
• Siswa didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya klimaks.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya leraian dan amanat.
• Peserta didik menjelaskan struktur teks cerpen “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengenali ide pokok cerita yang diyakini dijadikan sumber cerita pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengenali tokoh-tokoh cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengidentifikasi bagian awal ceita yang berup lukisan, waktu, tempat, atau kejadian pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik menandai masalah yang dihadapi pelaku cerita pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengidentifikasi puncak ketegangan pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Dalam diskusi kelompok, peserta didik menjawab/mengajukan pertanyaan tentang isi teks cerpen dalam diskusi kelompok kecil.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya tokoh dan penokohan.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya latar.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu” khususnya pada alur: orientasi, komplikasi, dan resolusi.
• Peserta mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya konflik.
• Siswa didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya klimaks.
• Peserta didik mengenali struktur teks cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”, khususnya leraian dan amanat.
• Peserta didik menjelaskan struktur teks cerpen “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengenali ide pokok cerita yang diyakini dijadikan sumber cerita pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengenali tokoh-tokoh cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengidentifikasi bagian awal ceita yang berup lukisan, waktu, tempat, atau kejadian pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik menandai masalah yang dihadapi pelaku cerita pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mengidentifikasi puncak ketegangan pada cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
d. Pemecahan masalah secara mandiri (independent
construction of text)
• Peserta didik mengaitkan isi cerpen dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa.
• Peserta didik mengomunikasikan hal-hal menarik dan dapat dinikmati dari cerpen yang baru dibaca dan dihayati isi dan dikenali srukturnya.
• Peserta didik menuliskan pesan/nasihat dari cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mendiskusikan riwayat penulis cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik melengkapi bagian yang rumpang pada buku siswa halaman 151 dengan konjungsi yang sesuai.
• Peserta didik menemukan makna kata sulit dalam cerita pendek “Kupu-kupu Ibu” dengan menggunakan kamus yang baik.
• Peserta didik menyusun kalimat dengan menggunakan kata-kata yang baru saja ditemukan dari kamus.
• Peserta didik menjelaskan (1) kata-kata sifat untuk mendeskripsikan pelaku, penampilan fisik, atau kepribadiannya; dan (2) kata-kata keterangan untuk menggambarkan latar (latar waktu, tempat, dan suasana).
• Peserta didik mengaitkan isi cerpen dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa.
• Peserta didik mengomunikasikan hal-hal menarik dan dapat dinikmati dari cerpen yang baru dibaca dan dihayati isi dan dikenali srukturnya.
• Peserta didik menuliskan pesan/nasihat dari cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik mendiskusikan riwayat penulis cerita pendek “Kupu-kupu Ibu”.
• Peserta didik melengkapi bagian yang rumpang pada buku siswa halaman 151 dengan konjungsi yang sesuai.
• Peserta didik menemukan makna kata sulit dalam cerita pendek “Kupu-kupu Ibu” dengan menggunakan kamus yang baik.
• Peserta didik menyusun kalimat dengan menggunakan kata-kata yang baru saja ditemukan dari kamus.
• Peserta didik menjelaskan (1) kata-kata sifat untuk mendeskripsikan pelaku, penampilan fisik, atau kepribadiannya; dan (2) kata-kata keterangan untuk menggambarkan latar (latar waktu, tempat, dan suasana).
2. Penutup
• Guru dan siswa melalukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang baru berlangsung.
• Guru memberikan kuis sederhana untuk mengukur ketercapaian pembelajaran hari ini.
• Guru memberikan tugas untuk pengayaan atau remidi kepada peserta didik.
• Guru dan siswa melalukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang baru berlangsung.
• Guru memberikan kuis sederhana untuk mengukur ketercapaian pembelajaran hari ini.
• Guru memberikan tugas untuk pengayaan atau remidi kepada peserta didik.
Pendekatan Komunikatif Dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia
adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif
sebagai tujuan pembelajaran bahasa, yang mencakup menyimak, membaca, menulis,
berbicara dan mengakui saling ketergantungan bahasa dan komunikasi, bahasa yang
dimaksud dalam konteks ini tentu saja bahasa indonesia.
Beberapa hal yang berkaitan langsung dengan konsep ini adalah
latar belakang munculnya pendekatan komunikatif, ciri-ciri utama pendekatan
komunikatif, aspek-aspek yang berkaitan, dan penerapan pendekatan komunikatif
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula
dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa inggris pada
tahun 1960-an, yang saat itu menggunakan pendekatan situsional. Dalam
pembelajaran situsional, bahasa diajarkan dengan mempraktekkan/melatihkan
struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang
bermakna.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori
linguistik yang mendasari audiolingualisme, ditolak di Amerika pada pertengahan
serikat pada pertengahan tahun 1960-an dan para pakar linguistik terapan
inggris pun mulai mempersalahkan asumsi-asumsi yang mendasari pengajaran bahasa
situsional.
Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan untuk
meneruskan mengajar gagasan yang tidak masuk akal terhadap peramalan bahasa
berdasarkan peristiwa-peristiwa situsional. Apa yang dibutuhkan adalah suatu
studi yang lebih cermat mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep
tradisional bahwa ucapan-ucapan mengandung makna dalam dirinya dan
mengekspresikan makna serta maksud-maksud pembicara dan penulis yang
menciptakannya.
Dalam mengajar, guru mungkin menggunakan lebih dari satu
strategi dan pendekatan. Mereka memilih teknik dan materi berdasarkan sejumlah
pendekatan untuk kebutuhan siswa secara individu dikelas. Tidak ada satu pun
pendekatan terbaik untuk siswa atau guru ( Klein dkk, 1991 : Burns dkk, 1996 ).
Pada prosedur pembelajaran pendekatan komunikatif, terdapat
beberapa garis besar pembelajaran yang harus diperhatikan yakni penyajian
dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya-jawab,
penelaahan dan pengkajian, penarikan simpulan, aktifitas interpretatif,
aktifitas produksi lisan, pemberian tugas, dan pelaksanaan evaluasi.
Sementara itu, beberapa aspek yang harus diperhatikan
kaitannya dengan pendekatan komunikatif adalah teori bahasa, teori belajar,
tujuan, silabus, tipe kegiatan, peranan guru, peranan siswa, dan peranan
materi. Adapun dalam penerapan pendekatan komunikatif ini, ada dua hal yang
harus diperhatikan, yakni tujuan pembelajaran dan kurikulum yang digunakan.
Adapun yang termasuk dalam strategi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan
pendekatan komunikatif adalah pengorganisasian kelas serta metode dan teknik
belajar mengajar.
Pendekatan komunikatif dapat juga diartikan sebagai
pendekatan yang berpijak pada hakikat bahasa sebagai alat/sarana komunikasi,
sehingga pengajaran bahasa diarahkan pada penggunaan bahasa sebagai alat
komunikasi. Komponen komunikasi itu meliputi unsur pelaku komunikasi, cara
berkomunikasi, tempat komunikasi, dan lain-lain ( Djiwandono,1996 ).
Terkait dengan pendapat tersebut diatas, Hymes
(dalam Brumfit dan Johnson, 1987), mengemukakan bahwa didalam kelas, bahasa
digunakan untuk beberapa tujuan, seperti memberikan sambutan, memohon,
memberikan informasi, memerintahkan, dan seterusnya, walaupun pemakaiannya
terbatas.
Dalam bahasa komunikatif, semua keterkaitan teori mendasari
apa yang digambarkan sebagai CLT, hal ini juga dapat di defenisikan separangkat
ajaran tentang alam bahasa dan pembelajaran bahasa yang mendasar menyatukan tetapi
meluas, secara teori di informasikan dengan baik.
Dari pekerjaan paling awal dalam CLT, Breen &
Savignon (Brown, 2001 : 43) sampai pada buku pelajaran pendidikan guru, Brown,
Lee, & Nunan (Brown, 2001 : 43) menyebutkan bahwa banyaknya definisi yang
tersedia membuat peneliti berjalan terhuyung-huyung.
Pendekatan komunikatif mengarahkan pengajaran bahasa pada
tujuan pengajaran yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi
(Syafi’ie, 1993:17, Hymesdalam Brumfit, 1987:2, dan Djiwandono, 1996 : 13).
Menurut pandangan ini, pengajaran membaca bertitik tolak pada pertanyaan,
Mengapa seseorang membaca?
Syafi’ie (1993) menjelaskan bahwa istilah pendekatan dalam
pengajaran bahasa mengacu kepada teori-teori tentang hakikat bahasa dan
pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai landasan dan prinsip pengajaran
bahasa.
Lebih lanjut Syafi’ie (1993) menjelaskan bahwa karakteristik
pendekatan komunikatif adalah (1) kompetensi komunikatif lebih bersifat dinamis
daripada statis, (2) kompetensi komunikasi bersifat kontekstual, (3) kompetensi
komunikasi bersifat relatif, bergantung pada aspek-aspek lain yang terkait,
baik yang bersifat internal maupun eksternal, dan (4) kompetensi komunikasi
berkaitan dengan dikotomi kompetensi kebahasaan dan kompetensi performasi.
Komponen komunikasi itu meliputi unsur pelaku komunikasi,
cara berkomuniksi, waktu komunikasi, tempat komunikasi, dan lain-lain
(Djiwandono, 1996). Terkait dengan pendapat tersebut, Hymes (dalam Brumfit dan
Johnson, 1987) mengemukakan bahwa di dalam kelas, bahasa digunakan dalam
beberapa tujuan, seperti memberikan sambutan, memohon, memberikan informasi,
memerintahkan dan seterusnya, walaupun pemakaiannya terbatas.
a. Manfaat
pendekatan
Adapun manfaat pendekatan komunikatif, menurut pandangan
Suwarsih Madya, (1991 : 8) adalah sebagai berikut:
1. Karena Transfer belajar tidak selalu otomatis,
usaha harus dilakukan untuk menanamkan kemampuan potensial kepada siswa agar ia
termotivasi untuk dapat menggeneralisasi ungkapan komunikatif kaidah tata
bahasa atau narasi yang dipelajarinya, dari satu situasi sosio budaya ke
situasi sosio-budaya yang lain setara.
2. Pendekatan spiral atau
siklus sangat dianjurkan.
3. Titik permulaan penyusunan kurikulum sampai ke
unit pelajaran seyogyanya berupa fungsi-fungsi komunikasi sosial bahasa yang
diperlukan siswa dan.
4. Pendekatan spiral digunakan dalam menyajikan
fungsi bahasa yang damai di dalam situasi sosio-budaya yang berbeda-beda.
Berdasarkan prinsip pendekatan komunikatif, pengajaran
membaca harus di dasarkan pada tujuan membaca dan diarahkan pada penggunaan
bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Alasan utama orang membaca adalah untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkannya dari teks sehingga dapat bermanfaat
bagi kehidupan sehari-hari.
Hasil pengajaran bahasa Indonesia secara komunikatif juga
sangat tergantung pada peranan dan kualitas guru, pengajar. Sejauhmana guru
dapat menanamkan kemahiran fungsional bahasa di dalam diri siswa.
b. Langkah-langkah
pembelajaran pendekatan komunikatif
1. Tahap persiapan, guru perlu merumuskan tujuan
pembelajaran dan menyiapkan berbagai strategi yang berhubungan dengan pokok
bahasan yang diajarkan.
2. Tahap pelaksanaan, guru menyajikan materi
pelajaran dengan memanfaatkan pendekatan komunikatif, sehingga menarik perhatian
siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga pembelajaran berlangsung efektif
dan efesien.
3. Tahap evaluasi, guru mengadakan evaluasi
materi pelajaran yang lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif.
Hakikat Pendekatan Komunikatif
Makalah : MSI/MPI_b
Disusun Oleh : Astuti & Hastuti/ – / STAIN
Manado / 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Pendidikan sebagai institusi formal merupakan
lingkungan yang kondusif dalam menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa. Agar
dapat tercipta kondisi yang demikian, pelaksanaan proses belajar-mengajar
sedapat mungkin dipusatkan pada aktivitas belajar siswa yang secara langsung
mengalami keterlibatan internal dan emosional dalam proses belajar-mengajar.
Pengajaran sastra berusaha mendekatkan siswa kepada
sastra, berusaha menumbuhkan rasa peka dan rasa cinta kepada sastra sebagai
suatu cipta seni. Dengan usaha ini, diharapkan pengajaran sastra dapat membantu
menumbuhkan keseimbangan antara perkembangan kejiwaan anak, sehingga terbentuk
suatu kebulatan pribadi yang utuh. Rahmanto mengemukakan bahwa “Pengajaran
sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat
manfaat, yaitu: membantu keterampilan membaca, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak ((1998:16).
Pernyataan di atas sejalan dengan GBPP bahasa
Indonesia ada bertuliskan: “Siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan berbahasa”.
Memaknai isi GBPP, cerpen adalah salah satu bentuk
sastra yang perlu diapresiasi oleh siswa SMP. Apresiasi cerpen di kalangan
terpelajar merupakan suatu yang kehadirannya tidak boleh diabaikan. Hal ini
terlihat dalam buku ajar siswa SMP pada standar kompetensi siswa mampu
mengapresiasi puisi, cerpen, dan karya sastra Melayu Klasik
Pendekatan komunikatif perlu dipahami oleh setiap
guru bahasa dan sastra Indonesia agar dapat menyusun perencanaan pengajaran,
melaksanakan penyajian materi pelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan proses
pembelajaran yang baik.
Pendekatan komunikatif dipandang sebagai pendekatan
yang unggul dalam pengajaran bahasa. Keunggulan ini antara lain karena
berdasarkan pada pandangan ilmu bahasa dan teori belajar bahasa yang
mengutamakan pemakaian bahasa sesuai dengan fungsinya. Di samping itu, tujuan
pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah membentuk komunikatif
siswa. Artinya, melalui berbagai kegiatan pembelajaran diharapkan siswa
menguasai kemampuan berkomunikasi yakni kemampuan menggunakan bentuk-bentuk
tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa dalam proses pemahaman maupun
penggunaan.
B. Rumusan Masalah :
1.
Apakah Hakikat Pendekatan Komunikatif ?
2.
Apakah pengertian dari Pendekatan
Komunikatif dan kompotensinya?
BAB II PEMBAHASAN
1. Hakikat Pendekatan Komunikatif
Munculnya istilah pendekatan
komunikatif dalam pembelajaran bahasa ilhami oleh suatu teori yang memandang
bahasa sebagai alat berkomunikasi.Berdasarkan teori tersebut, maka tujuan pembelajaran
bahasa dirumuskan sebagai ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan yang oleh
Hymes (11972) disebut kompetensi komunikatif.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran
bahasa muncul tahun1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran
bahasa yang dianutsebelumnya (grammar translation method, direct method,
audiolingual method, dan cognitive learning theory). Keempat metode itu
memiliki ciri yang sama iaitu pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa
yang disebut pembelajaran bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang
berdasarkan pendekatanstruktural.
Pendekatan struktural menitikberatkan
pengajaran bahasa pada pengetahuan tentang kaidah bahasa (tatabahasa) yang
biasanya disusun dari struktur yang sederhana ke struktur yang kompleks. Para
pembelajar mula-mula diperkenalkan bunyi-bunyi, bnetuk-bentuk kata, struktur
kalimat, kemudianmaknaunsur-unsurtersebut.
Kelemahan pendekatan struktural ialah
tidak pernah memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih menggunakan
bahasa dalam situasi komunikasi yang nyata yang sesungguhnya lebih urgen
dimiliki oleh para siswa ketimbang pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa.[1]
Kelemahan dari pendekatan struktural
itulah mengilhami lahirnya pendekatan komunikatif yang menitikberatkan
perhatian pada penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi. Pendekatan
komunikatif memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa. Dengan kata
lain, bahasa untuk tujuan/goal tertentu/khusus dalam kegiatan berkomunikasi.
Selanjutnya, untuk memahami hakikat
pendekatan komunikatif, menurut Syafi’ie (1998) ada delapan hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Teori Bahasa
Pendekatan komunikatif berdasarkan pada
teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa itu merupakan suatu
sistem untuk mengekspresikan makna. Teori ini lebih memberi tekanan pada
dimensi semantik dan komunikatif.Oleh karena itu, dalam pembelajaran
bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif yang perlu ditonjolkan ialah
interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
b. Teori Belajar
Pembelajar dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas
yang bermakna dan dituntut untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya.Teori belajar
yang cocok untuk pendekatan ini ialah teori pemerolehan bahasa kedua secara
alami. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif apabila
bahasa diajarkan secara informal melalui komunikasi langsung di dalam bahasa yang
sedang dipelajari.[2]
c.Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan
pendekatan komunikatif merupakan tujuan yang lebih mencerminkan kebutuhan siswa
iaitu kebutuhan berkomunikasi, maka tujuan umum pembelajaran bahasa ialah
mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi).
d.Silabus
Silabus disusun searah dengan tujuan
pembelajaran, yang harus dipehatikan ialah kebutuhan para
pembelajar.Tujuan-tujuan yang dirumuskan dan materi yang diilih harus sesuai
dengan kebutuhan siswa.
e. Tipe Kegiatan
Tipe kegiatan komunikasi dapat berupa kegiatan tukar
informasi, negosiasi makna,ataukegiatanberinteraksi.
f. PerananGuru
Guru berperan sebagai fasilitator, konselor, dan
manajer proses belajar.
g.PerananSiswa
Peranan siswa sebagai pemberi dan penerima, sebagai
negosiator dan interaktor.Di samping itu, pelatihan yang langsung
dapat mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar.Dengan demikian, siswa
tidak hanya menguasai struktur bahasa, tetapi menguasai pula bentuk dan
maknanya dalam kaitan dengan konteks pemakaiannya
h. Peranan Materi
Materi disusun dan disajikan dalam peranan sebagai
pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi yang
nyata.Materi berfungsi sebagai sarana yang sangat penting dalam rangka mencapai
tujuanpembelajaran.[3]
2. Prosedur Pembelajaran Komunikatif
Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas
bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif, Finochiaro dan Brumfit (dalam
Azies, 1996), menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran untuk tingkat
sekolah menengah pertama.Garis besar tersebut sebagai berikut.[4]
a.PenyajianDialogSingkat
Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi
dengan cara menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam
kehidupansehari-hari.
b. PelatihanLisanDialogyangDisajikan
Pelatihan ini diawali dengan contoh yang dilakukan
oleh guru.Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara
bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara individu.
c. Tanya-Jawab
Hal ini dilakukan dua fase.Pertama, tanya-jawab yang
berdasarkan topik dan situasi dialog.Kedua, tanya-jawab tentang topik itu
dikaitkan dengan pengalamanpribadisiswa.
d. Pengkajian
Siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang
terdapat dalam dialog. Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan
contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.
e. Penarikan Simpulan
Siswa diarahkan untuk membuat simpulan tentang
kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog.
f. Aktivitas Interpretatif
Siswa diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog
yang dilisankan.
g. Aktivitas Produksi Lisan
Dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai
kepada aktivitas yang bebas.
h. Pemberian Tugas
Memberikan tugas tertulis sebagai
pekerjaan rumah.
Secara garis besar, ada dua pendekatan utama
yang mewarnai dunia pembelajaran dewasa ini. Kedua pendekatan itu adalah
mekanis dan rasionalis. Pendekatan Mekanis, atau yang biasa disebut aliran
mekanis, mempunyai tiga sebutan lain. Yakni empiris, struktural, atau
behavioris. Aliran ini dipelopori oleh Bloomfield yang muncul pada tahun 50-an.
Dalam hal kebahasaan, aliran ini melahirkan
asumsi-asumsi dasar tentang bahasa. Di antaranya: bahasa adalah ujaran, bukan
tulisan; bahasa adalah rangkaian kebiasaan; ajarkanlah bahasa, bukan tentang
bahasa, bahasa adalah sebagaimana yang digunakan oleh penutur asli, bukan
seperti apa yang oleh seseorang dipandang seharsnya; tidak ada satu bahasa pun
yang prosesnya sama dengan bahasa lainnya.[5]
Dengan asumsi-asumsi tersebut, para pakar kemudian
menghasilkan teori-teori pendekatan yang bisa digunakan untuk proses
pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran bahasa, termasuk bahasa Arab sebagai
bahasa asing bagi pelajar Indonesia. Ada banyak pendekatan yang bisa gunakan.
Di antaranya, ada pendekatan tradisional, fungsional, integral,
sosiolinguistik, psikologi, psikolinguistik, pengelolaan kelas, dan pendekatan
komunikatif. (Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar, 2009).
Lebih ringkas lagi, Rusdi Ahmad Thaimah (1989: 115)
membagi pendekatan dalam pembelajaran menjadi empat macam. Yakni, Pendekatan
Kemanusiaan (Humanistic Approach, Pendekatan Berbasis Media (Media-based
Approach), Pendekatan Analisis dan Non-Analisis (Analytical and Non-Analytical
Approach, dan Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach.
Di samping itu, tujuan pengajaran dengan pendekatan
komunikatif adalah membentuk peserta didik lebih komunikatif. Artinya, melalui
berbagai kegiatan pembelajaran diharapkan mereka menguasai kemampuan
berkomunikasi, yakni kemampuan menggunakan bentuk-bentuk tuturan sesuai dengan
fungsi-fungsi bahasa.
Tentu saja, apa yang berikut terkemuka dalam
pemaparan tidak lain kecuali teori-teori yang telah dihasilkan para linguis
terdahulu. Toh demikian, sanggahan, atau kritik juga masukan dari sekalian
rekan tetap penulis harapkan sebagai satu keniscayaan dalam telaah ilmu sosial
yang dinamis.
3. Pengertian Pendekatan Komunikatif
1.Pendekatan
Ada baiknya jika penulis pertegas maksud kata
“pendekatan”, agar bisa dibedakan dengan “metode”, sebagaimana yang terjadi,
ada kerancuan dalam memahami istilah keduanya. Karena ternyata, dalam hal
komunikatif pun, ada metode komunikatif (Iskandar dan Dadang, 2009), juga ada
pendekatan komunikatif. Tanpa mengetahui perbedaan kedua istilah ini, kita akan
semakin sulit memilah antara satu dari yang lainnya. [6]
Maka, yang dimaksud dengan pendekatan menurut
al-Naqah, seperti dikutip Acep Hermawan (2011, 167), sekumpulan asumsi tentang proses
belajar mengajar dalam bentuk pemikiran aksiomatis yang tidak perlu
diperdebatkan. Sementara metode, maksudnya adalah cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan (KBBI, 1995). Metode lebih bersifat rosedural dan sistemik karena
tujuannya untuk mempermudah satu pekerjaan.
Lebih lanjut Acep menjelaskan, bahwa pendekatan
merupakan pendirian filosofis yang selanjutnya menjadi acuan dalam kegiatan
pembelajaran bahasa. Sebagai contoh, ada teori yang mengatakan bahwa bahasa
lahir dari segala sesuatu yang didengar dan diucapkan, sedangkan menulis
merupakan kecakapan yang timbul setelahnya. Dari teori ini, lantas lahirlah
asumsi-asumsi yang menyatakan bahwa tahapan mempelajari bahasa didahului oleh
peningkatan kemampuan mendengar, bicara, membaca, lalu menulis.
Thaimah dan Naqah (2006,45) juga
secara tegas membedakan antara pendekatan dan metode. Jika pendekatan dimaksud
dengan serangkaian bangunan yang menjadi sandaran metode, seperti gambaran
tentang pemahaman bahasa, dan filsafat pembelajarannya; maka metode dimaksudkan
dengan sekumpulan cara sebagai perantara yang bersifat eksternal untuk
pencapaian sebuah tujuan tertentu dalam pembelajaran.
Untuk itu, seorang pengajar bahasa yang menganut
pendekatan tertentu, dia tetap memiliki kebebasan menciptakan beragam metode
sesuai dengan situasi dan kondisi terjadinya kegiatan belajar mengajar. Yang
harus diingat, metode yang dilahirkan dan digunakan tidak bertentangan dengan
pendekatan yang dianut.
2.Komunikatif
Komunikatif adalah kata sifat dari kata komunikasi.
Secara etimologis, “komunikasi” berasal dari bahasa Latin. Ia terbentuk dari
dua suku kata, yakni “cum” dan “umus”. Yang pertama berarti “dengan”, dan
lainnya berarti “satu”. Dari dua kata tersebut, terbentuklah kata benda
“communio”, lantas di-Inggriskan menjadi “communion” yang berarti kebersamaan,
persatuan gabungan, pergaulan, atau hubungan. [7]
Karena untuk ber-communio diperlukan adanya usaha
dan kerja, maka terbuatlah kata kerja “communicare”, yang artinya: membagi
sesuatu dengan seseorang, tukar-menukar, membicarakan sesuatu dengan orang,
memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran,
berhubungan, berteman.
Jadi, komunikasi berarti pemberitahuan pembicaraan,
percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan. Lebih jelas lagi, kata Communicate,
seperti dalam Longman Dictionary Of Contemporary, adalah: “to make opinions,
feelings, information, etc, known or understood by others”.
Arti lain yang juga dikemukakan dalam kamus tersebut
adalah berbagi (to share) atau bertukar (to exchange) pendapat, perasaan,
informasi dan sebagainya. Sedangkan communication diartikan sebagai tindakan
atau proses berkomunikasi (the act or process of communicating).
Dennis Murphy dalam bukunya Better Bussiness
Communication, sebagaimana dikutip Drs. Wursanto (1994) dalam
bukunya,mengatakan: “Communication is the whole process used to reach other
minds”. Komunikasi juga dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menyampaikan
pesan, pendapat, perasaan, atau memberikan berita atau informasi kepada orang
lain (Endang Lestari: 2003).
Definisi lain komunikasi ialah “satu proses
perpindahan maklumat, perasaan, ide dan fikiran seseorang individu kepada
individu/sekumpulan individu yang lain”. (Wikipedia Indonesia-Ensiklopedia
Berbahasa Bebas, htm).
Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat
dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan
gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi
dengan bahasa non verbal atau bahasa isyarat.(Wikipedia Indonesia-Ensiklopedia
Berbahasa Bebas, htm).
3.
Komponen Komunikatif
Sebagaimana dijelaskan di atas, komunikasi adalah
sebuah proses rangkap. Ia meliputi –minimal- empat komponen. Yaitu, ide atau
risalah, pengirim atau mursil, wasilah atau media, dan penerima atau mustaqbil.
Berikut penjelasan singkat seputar keempat komponen komunikatif tersebut,
ssebagaimana ditulis Thaimah dan Naqah (2006,35).
1.
Ide, adalah isi atau maksud yang ingin
disampaikan oleh penyampai kepada selainnya, dengan tujuan agar mereka bisa
mengiuti atau faham maksud penyampai. Pada dasarnya, ide merupakan pemikiran
yang hendak diungkapkan oleh penyampai dengan menggunakan bahasa yang dapat
diterima kedua belah pihak.
2.
Penyampai, adalah sumber ide yang sekaligus
menjadi point utama terjadinya sebuah komunikasi. Penyampai bisa berupa person
atau kelompok, bisa juga berupa manusia atau sebuah media.
3.
Media, adalah alat yang digunakan
sebagai perantara penyampaian ide dari penyampai ke penerima.
d. Penerima, adalah tujuan disampaikannya satu ide.
Sebagaimana penyampai, penerima juga bisa berupa person, atau kelomok.
Penerimalah yang bertugas memecahkan rumusan penyampaian ide dari penyampai.
Dalam perkteknya, komunikasi adalah media interaksi
dua pihak (sender-receiver) untuk menyampaikan segala hal dan aktifitas, baik
yang berhubugan dengan pikiran atau tenaga. Seorang yang ingin menyampaikan apa
yang ada di pikirnnya kepada orang lain, ia bisa melakukannya secara lisan atau
tertulis. Dengan cara lisan, sender dituntut mampu menyususn kalimat dan
diungkapnya sesuai rumusan yang berlaku agar apa yang dikehendakinya bisa
ditengkap receiver. Dalam istilah ilmu komunikasi, sender dituntut mampu
ber-encoding, yakni penyusunan rumus-rumus bahasa agar pesan bisa tersampaikan;
sementara receiver yang aktif akan ber-decoding, yakni berusaha memecahkan
rumusah bahasa sebagai media penyampaian pesan dari sender.[8]
4.Pendekatan Komunikatif
Dari penjelasan seputar kata pendekatan dan
komunikatif, dapat disimpulkan bahwa pendekatan komunikatif maksudnya adalah
proses pembelajaran yang berbasis komunikasi. Dengan kata lain, satu pola
pengajaran disebut komunikatif jika pelaksanaannya mengandung beberapa kegiatan
inti.
Dalam bukunya, Jeramy Harmer (2003) memaparkan
perbedaan mendasar antara kegiatan-kegiatan yang bersifat komunikatif dan yang
tidak komunikatif. Ia membandingkan keduanya, sebagaimana dalam gambaran
berikut:
Non-communicative Activities
|
Communicative Activities
|
|
a disire to communicate
|
|
a communicative purose
|
|
a content not form
|
|
variety fo language
|
|
no teacher intervention
|
|
no materials control
|
Pada kenyataannya, pendekatan ini cukup populer
dalam pengajaran bahasa. Ia lahir karena ketidakpuasan para praktisi atau
pengajar bahasa atas hasil yang dicapai oleh metode qaidah-terjemah, yang hanya
mengutamakan penguasaan kaidah tatabahasa, dan mengenyampingkan kemampuan
berkomunikasi sebagai bentuk akhir dalam pembelajaran bahasa. Di Indonesia,
pendekatan ini baru dikenal pata era tahun 80-an.
Banyak pakar bahasa di Indonesia yang disibukkan
dengan perdebatan difinisi dari pendekatan komunikatif itu sendiri, karena
semua hal yang dianggap berhasil dalam pengajaran bahasa dikatakan menggunakan
pendekatan komunikatif yang baik. Tentu saja, hal ini masih diperlukan
pemikiran yang lebih dalam. Demikian tulis Iskandar dan Dadang (2009,
54). [9]
4.
Kompetensi Pendekatan Komunikatif
Dalam pelaksanaannya, pendekatan komunikatif tidak
bisa terlepas dari beberapa kompetensi yang harus diperhatikan. Doglas Brown
(2007,79) mengelompokkan kompetensi komunikatif sebagai berikut:
Organizational competence ( grammatical and discourse),
Pragmatic competence (functional and sociolinguistic), Strategic competence,
Psychomotor skill.
Serupa dengan Doglas, Thaimah dan Naqah (2006,52)
menyebutkan komponen-komponen pendekatan komunikatif dengan istilahnya:
al-kifayah an-nahwiyah, al-kifayah al-lugawiyyah al-ijtima’iyah, kifayatu
tahlili al-khitab, dan al-kifayah al-istiratijiyyah.
Dari sini lantas timbul pertanyaan, dimana letak
perbedaan antara kecakapan komunikatif dengan kecakapan bahasa? Bukankah antara
bahasa dan komunikasi merupakan dua hal yang tidak bias dipisahkan antara satu
dengan lainnya?
Thaimah dan Naqah (2006,53) melihat adanya perbedaan
antara kecakapan berkomunikasi dan kecakapan berbahasa. Kecakapan yang pertama
adalah kemampuan individu menggunakan bahasa sebagai alat tutur dengan
menggunakan insting kebahasaan yang berbeda-beda sesuai situasi dan kondisi,
agar pembicaraan menjadi efektif.Sedangkan kecakapan berbahasa menjadi indikasi
bahwa seseorang memahami aturan yang mengitari satu bahasa, dan mampu
mengaplikasikannya tanpa memerlukan pemikiran mendalam.Dengan kecakapan ini,
seseorang mampu mengutarakan pemikirannya secara tepat dan akurat sesuai
rumusan satu bahasa tertentu.
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan
Di akhir makalah ini, penulis tetap optimis bahwa
pendekatan komunikatif tetap bisa dilaksanakan dalam pembelajaran di kalangan
pelajar.
Menurut hemat penulis seyogyanya menjadi garapan
pengajar yang disampaikan secara simultan dalam pelaksanaan proses pembelajaran
di ruang kelas. Inilah mungkin salah satu poin dasar pendekatan komunikatif
dalam pengajaran.
0 komentar:
Posting Komentar