
FILSAFAT BAHASA
“Ontologi”
Oleh:
Kelompok III
Muh. Harjum Nurdin
Auliah Wildani
Anwar
Andi Muhammad
Rizqullah
PRODI PENDIDIKAN
BAHASA INDONESIA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah
SWT. Yang telah memberikan kenikmatan kepada kita semua, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan Makalah Pengantar Pendidikan mengenai “Ontologi” ini.
Penulisan makalah ini
tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak, olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih terutama
kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan Bapak
Dr.
Miswati M.Si. dan juga
ucapan terima kasih yang tulus kepada teman-teman yang telah memotivasi dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Olehnya itu, penulis mengharapkan saran serta kritik
konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita sekalian.
Makassar,
5 September 2018
Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................
1.
Latar
Belakang......................................................................................................
2.
Rumusan Masalah……………………………………………………………….
3.
Tujuan Penulisan…………...................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN……......................................................................................................
1.
Pengertian Definisi Ontologi...................................................................................
2.
Objek
dan Aliran-aliran yang ada
dalam Ontologi………………………………..
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................
1.
Simpulan…............................................................................................................
2.
Saran.................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang berakal sehat
pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur
tentang suatu objek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau
melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya.
Filsafat membahas segala sesuatu yang
ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan,
manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat
sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa
menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis
besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori
pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau
teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan
pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna
pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting
dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya
sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda
dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas
tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat
membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita
kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.
Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan
pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini penulis
akan menitik-beratkan pembahasannya kepada masalah ontologi yang mana membahas
tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan
hubungannya dengan daya pikir.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi ontologi ?
2. Apa saja objek dan aliran-aliran yang ada
dalam ontologi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi ontologi.
2. Untuk mengetahui objek dan aliran-aliran
yang ada dalam ontologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Ontologi
Ontologi dalam bahasa Inggris
“ontology”, Tokoh pertama yang membuat istilah ontologi adalah Christian Wolff
(1679-1714). Istilah itu berakar dari
bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ontos berarti “yang berada
atau keberadaan”, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran atau juga
pemikran (Lorens Bagus:2000). Maka ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau
teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu. Menyoal tentang wujud hakiki
objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi)
itu apa ?
Ontologi juga dapat diartikan sebagai
pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Sedangkan menurut Jujun S
.Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”, Menurut Pandangan The Liang Gie
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah
eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan.
Objek ilmu atau keilmuan itu empirik,
dunia yang dapat dijangkau dengan panca indra. Jadi objek ilmu adalah
pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontology adalah ilmu yang mempelajari
hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran
logis. Bidang pembicaraan teori tentang ontologi (hakikat) ini luas sekali, segala yang ada dan yang
mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk
teori tentang hakikat ialah teori tentang keadaan (Langeveld).
Apa itu hakikat ? hakikat ialah
realitas; realitas adalah ke-real-an; real artinya kenyataan yang sebenarnya.
Jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu,
bukan keadaan sementara atau menipu, bukan keadaan yang berubah.[1]
Dari teori hakikat (ontologi) ini
kemudian munculah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain: Filsafat
Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme, Filsafat Dualisme,
Filsafat Skeptisisme, dan Filsafat Agnostisisme.[2]
Argumen ontologis ini pertama kali
dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud
oleh Plato adalah definisi atau konsep universal dari setiap sesuatu. Plato
mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal
yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda
yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah
mati. Idea itu adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk
seluruh kuda yabg berada di Benua manapun di Dunia ini. [3]
Demikan pula manusia juga punya idea.
Idea manusia menurut Plato adalah “badan hidup” yang kita kenal dan dapat
berfikir, dengan kata lain, idea manusia adalah “binatang yang berfikir”.
Konsep binatang ini bersifat universal, berlaku untuk semua manusia baik itu
besar atau kecil, tua atau muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, India, Asia,
China, dan sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea
inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu.
Idea-idea itu berada di balik yang nyata dan idea itulah yang abadi.
Benda-benda yang kita lihat atau yang
dapat ditangkap oleh panca-indra senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah
hakikat”, tetapi hanya “bayangan”, “kopi” atau “gambaran” dari idea-idea-nya.
Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca-indra ini
hanyalah khayal dan ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari
apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas
(wujud) dari kategori-kategori yang
logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat
dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori
mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya
akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya
tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi
ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah
bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai
bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan
kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu
suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang
kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata
atau real.
Dengan demikian, metafisika umum atau
ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau
paling Dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang
filsafat yang secara khusus membicarakn tentang jiwa manusia. Teologi adalah
cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.
B.
Objek Ontologi
1.
Objek Materi
Secara antologis, artinya metafisis
umum, objek materi yang dipelajari dalam plural ilmu pengetahuan, bersifat
monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan
berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya
sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, prulalitas ilmu pengetahuan berhakikat
satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut
menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek
materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi
pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses
kausalistik.
Keberadaan manusia didahului dengan keberadaan binatang; keberadaan
binatang didahului keberadaan tumbuh-tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-tumbuhan
didahului oleh zat kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada dalam
sistem saling bergantung ( interdependence ), dan zat kebendaan terkecil ( atom
) secara eksistensial berfungsi sebagai sumber ketergantungan makhluk-makhluk
lain sesudahnya. Tetapi secara substansial, keberadaan atom sebagai zat
kebendaan terkecil itu bukanlah dalam tingkat kesempurnaan (berdiri sendiri),
melainkan berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara
ditentukan.
Keberadaan zat kebendaan demikian
ditentukan oleh penyebab terdahulu, sekaligus sebagai penyebab pertama dan
terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh karena itu, pada tingkat substansi
tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan, sebagai akibat prulalitas
objeknya, berada dalam satu kesatuan di dalam diri causa primanya.
2. Obek Forma
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu
ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada
mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah kematian maupun segala sumber yang
ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek forma ontologi adalah hakikat seluruh
realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan
menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,
idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam
ontologi dibagi menjadi tiga tingkatan abstraksi yaitu : abstraksi fisik,
abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik mendeskripsikan
keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan
sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metafisik
mendeskripsikan tentang prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realita.
Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan adalah abstraksi metafisik
karena dalam ontologi menerangkan teori-teori tentang realitas.[4]
Menurut Lorens Bagus, metode
pembuktian dibagi menjadi dua yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a
posteriori.[5] Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada
lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian a posteriori disusun dengan term
tengah ada sesudah realitas kesimpulan, dan term tengah menunjukkan akibat
realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktiannya disusun
dengan tata silogistik, dimana term tengah dihubungkan dengan subjek sehingga
term tengah menjadi akibat dari realitas kesimpulan.[6]
Objek forma ini sering dipahami
sebagai sudut atau titik pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup.
Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang
menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan
yang lain. Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya atau filsafat. Ilmu
pengetahuan pada umumnya atau filsafat, ilmu pengetahuan mempersoalkan
kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang selanjutnya desebut
kebenaran objektif, yang selanjutnya disebut kebenaran objektif. Kebenaran
demikian tingkat kepastiannya lebih kuat, karena didukung oleh fakta-fakta
konkret dan empirik objektif. Dalam hubunganya dengan perilaku, kebernaran
objektif memberikan landasan stabil dan es tabil sehingga suatu perilaku dapat
diukur nilai kebenarannya, dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak.
Sedangkan objektifitas suatu objek materi, apapun jenisnya, bukan terletak pada
keseluruhan tetapi pada bagian-bagian kecil dari objek itu. Mengingat di dalam
diri objek materi terdapat bagian-bagian yang prular, dan mengingat
keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan ilmiah, subjek prular memilah-milah
objek studi ke dalam bagian-bagian, dan kemudian memilih salah satu bagian
sebagai lapangan studi. Lapangan studi inilah yang dimaksud dengan objek forma.
C.
Aliran-aliran
Di dalam pemahaman
ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1. Materialisme
Aliran ini menganggap
bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga
disebut dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh itu
hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu
cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa
materialisme sering disebut naturalism, sebenarnya ada sedikit perbedaan
diantara dua paham itu. Namun begitu, materlialisme dapat dianggap seatu
penampakan diri dari naturalism. Naturlisme berpendapat bahwa alam saja yang
ada, yang lainnya diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini ialah
segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya
dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh
adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti dalam
naturalisme.
Dalam perkembangannya,
sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbum dan tenggelam seiring roda
kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan agama. Alasan
mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan
hakikat adalah:
Ø Pada
pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya
dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu
di luar ruang yang abstrak.
Ø
Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh
sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol
dalam peristiwa ini.
Ø
Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti padi. Dewi
Sri dan Tuhan muncul disitu. Kesemuanya ini memperkat dugaan bahwa yang
memperkuat hakikat adalah benda.
2. Idealisme
Sebagai lawan
materialisme adalah aliran idealism yang dinamakan juga spiritualisme.
Idealisme berarti serba cita, sedang
spiritualisme berarti serba ruh.
Idealism diambil dari
kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau
sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menepati ruang.
Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang
menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
Ø
Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupan manusia. Ruh ini dianggap sebagai hakikat yang
sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.
Ø
Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia diluar dirinya.
Ø
Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang
ada energi itu saja.
Materi bagi penganut
idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia
adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu
tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi
kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya
aliran ini dapat disebut idealisme dan dapat disebut spiritualisme.
Aristoteles (284-322
SM) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide
itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan
menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
3. Dualisme
Setelah kita memahami
bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan
yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran ini disebut dualisme. Aliran
ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda.
Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Ubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua
hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Umumnya manusia tidak
akam mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualisme ini, kerana setiap
kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita, sedang kenyataan
batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
4. Pluralisme
Paham ini berpandangan
bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme ddalam Dictionary of Philosophy and Religion
dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu
atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah substansi yang
ada itu terbentuk dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini
William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang
psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth james
mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat
tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab sebab
pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam
perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa
yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena
itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat
diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang
berdiri sendiri.
5. Nihilisme
Nihilisme berasal dari
Bahasa Latin yang berate nothing atau tidak ada. Sebuah dokrin yang tidak
mengakui validitas alternative yang positif.
Dokrin tentang
nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan
Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama,
tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah
Zeno juga perna sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada
paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas
dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena kontradiksi tidak dapat
diterima, maka pemikiran lebih baik tid menyatakan apa-apa tentag realitas.
Kedua, bila sesuatu itu
ada, ia dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat
dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu menyakinkan
kita tentang alam semesta ini karena kita telah dikukung oleh dilemma
subjektif. Kita berfikir dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada
fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain.
6. Agnotisisme
Paham ini mengingkari
kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi ataupun
hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal
dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan
mutlak yang bersifat trancedent.
Agnostisisme
adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan manusia mengetahui hakikat benda baik materi ataupun ruhani.
Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan
kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih baik dari
itu karena menyarah sama sekali.
BAB
III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Menurut bahasa,
ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan logos =
ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, Ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate
reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling
dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Objek ontologi terbagi
menjadi dua, pertama, objek materi, Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi
semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi
itu. Semua makhluk, sebagai objek materi
pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses
kausalistik.
Kedua, objek forma,
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang
selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah
selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan
cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Aliran-aliran yang ada
pada ontologi yaitu materialisme, idealisme, dualisme, pluralisme, nihilisme,
agnotisisme.
DAFTAR
PUTAKA
Adib, Mohammad. 2015.
Filsafat Ilmu; Ontologi, Enpistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Anwar, Saeful. 2007.
Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi, Bandung: Pustaka
Setia.
Hamersa, Harry. 2012.
Pintu masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanius.
Mustansyir, Rizal, dkk.
2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tafsir, Ahmad. 2009.
Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hidayat, Anwar, Ruang
Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7 Januari
2014),
https://plus.google.com/111276199-303520579310, diakses pada tanggal 10
April 2016.
Noor, J. (2013)
Metodelogi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
[1] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal
dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal.
28
[2] Drs. H. Mohammad Adib, Filsafat Ilmu;
Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015), hal. 68
[3] Ibid, hal. 69
[4] Dr. Harry Hamersa. Pintu masuk ke Dunia
Filsafat, (Yogyakarta: Kanius, 2012), hal. 25
[5] Dr. H. Saeful Anwar, MA. Filsafat Ilmu
Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),
hal. 120
[6] Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. Filsafat
Ilmu. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 49
0 komentar:
Posting Komentar