Pages

Senin, 19 November 2018

MEMBACA PEMIKIRAN PRAMOEDYA ANANTA TOER LEWAT KARYANYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER






Aku tahu Mama sedang tidak bicara denganku. Ia sedang menguji pikirannya sendiri. Ia berusaha mendapatkan pegangan pada kebenaran yang berakar pada kebenaran. Ia mencoba menghadapi dan bertahan terhadap tragedi kehidupan. Lambat tapi pasti sorak-soraiku sendiri dan dunia akan datangnya jaman modern hanya satu kesia-siaan semata. Yang modern memang hanya alat-alatnya, kata Mama, dan caranya. Manusia tetap, tidak berubah, di laut, darat, di kutub, dalam kekayaan dan kemiskinan bikinan manusia sendiri." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 338-339)

”Yang modern memang hanya alat-alatnya, kata Mama, dan caranya. Manusia tetap, tidak berubah, di laut, darat, di kutub, dalam kekayaan dan kemiskinan bikinan manusia sendiri." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 338-339)

"Beda pula dari Mama, seorang manusia bebas-merdeka seperti termaktub dalam mata semboyan Kebebasan dari Revolusi Prancis, namun menganggap jaman modern tidak mengandung berkah sesuatu pun kecuali dalam kemajuan peralatan dan cara." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 278-279)

"Jangan kau jadi seperti bangsamu, Minke. Harus ada seorang yang sadar, jadi otak dan pancaidera mereka." " (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 409)

"Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa. Di sana, setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya." (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca)

“Ibu saya itu, menurut saya, seorang ibu yang ideal. Bukan karena saya anaknya, tapi makin lama saya makin kenang apa yang dilakukannya, dididikkannya terhadap saya, saya makin menghormati. Seperti: ‘Jangan jadi pegawai negeri, jadilah majikan atas dirimu sendiri. Jangan makan keringat orang lain, makanlah keringatmu sendiri.’ Dan itu dibuktikan dengan kerja. ‘Kalau kau nanti sudah besar, belajarlah di Eropa.’ Walaupun pada waktu tidak ada kemampuan untuk itu. Tidak mungkin itu. Tapi, dia sudah menggariskan begitu. Dan ternyata juga sebagian anak-anaknya belajar di Eropa kemudian, kecuali saya.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Saya di dalam pandangan saya hanya berpihak pada yang adil, benar! Itu saja. Berkemanusiaan. Kalau yang ini yang lebih adil, saya bantu, saya sokong dia. Lebih dari itu, tidak.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Komunisme itu ada dua macam: sebagai ideologi perorangan dan sebagai sistem politik. Sebagai sistem politik, sudah membuktikan tidak demokratis. Sampai sekarang. Dan, manusia hidup ini untuk sistem, apakah sistem untuk manusia? Itu persoalannya. Kalau manusia itu dilahirkan untuk sistem, maka manusia itu akan menderita. Walaupun manusia itu lahir tidak atas kemauannya sendiri, tapi aturan-aturan dari sistem belum tentu sesuai dengan individu. Maka itu, menurut saya, bagaimanapun jeleknya demokrasi sebagai sistem, toh lebih baik daripada yang ada. Sebab, manusia punya hak untuk bicara.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Seorang politikus tidak mengenal Multatuli, praktis tidak mengenal humanisme secara modern. Dan, politikus tidak mengenal Multatuli, bisa menjadi politikus kejam: pertama dia tidak kenal sejarah Indonesia; dua, tidak mengenal humanisme secara modern, dan bisa menjadi kejam. ...Saya yakin , para politikus sekarang tidak membaca apa-apa.”  (Pramoedya Ananta Toer)

"Saya mengharapkan, apa yang dibaca dari tulisan saya, itu memberikan kekuatan pada pembaca saya untuk tetap berpihak pada yang benar, pada yang adil, pada yang indah." (Pramoedya Ananta Toer)

“Perkawinan politik kolonialisme dengan foedalisme ini melahirkan kelas priyayi.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Sejak lahirnya Orde Baru, saya tahu taktik-taktik Orde Baru. Jadi, saya tidak heran kalau ada terjadi penangkapan mahasiswa hanya karena baca buku saya. Itu kekuasaan Orde Baru adalah kekuasaan fasis, yaitu membuat orang menjadi takut supaya manut. (Pramoedya Ananta Toer)

“Waktu Orde Baru, tidak ada yang menghendaki perbaikan. Semua tiarap membenarkan Soeharto. Termasuk kaum intelektual dengan gelar berlapis-lapis juga membenarkan Harto. Ini mahasiswa menentang. Itukan sudah hebat itu. Itu saja, sudah hebat.” (Pramoedya Ananta Toer)

"Sekali Tuan menggauli bangsa Tuan sendiri, Tuan akan menemukan sumber tulisan yang takkan kering-keringnya, sumber tulisan abadi. Kan dalam salah satu tulisannya pada salah seorang sahabatnya, Kartini pernah mengatakan: mengarang adalah bekerja untuk keabadian? Kalau sumbernya abadi, bisa jadi karangan itu menjadi abadi juga." (Pramoedya Ananta Toer, ASB, h. 161-162)

"Dalam kepalaku terbayang para raja dan bupati Pribumi yang gila kebesaran. Orang-orang harus membungkuk dan merangkak di hadapan mereka, menyembah dan dan diperintah untuk menyenangkan hati mereka. Dan mereka belum tentu lebih terpelajar daripada orang yang diperintahnya." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 403)

"Orang rakus harta-benda selamanya tak pernah membaca cerita, orang tak berperadaban. Dia tak pernah perhatikan nasib orang. Apalagi orang yang hanya dalam cerita tertulis." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 512)

"Semua yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 522)

"Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang memang berjiwa kriminil, biar pun dia sarjana." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 522)

"Yang dinamakan jaman modern adalah jaman kemenangan modal. Setiap orang dijaman modern diperintah oleh modal besar, juga pendidikan yang Tuan tempuh di H.B.S. disesuaikan dengan kebutuhannya—bukan kebutuhan Tuan pribadi. Begitu juga surat kabarnya. Semua diatur oleh dia, juga kesusilaan, juga hukum, juga kebenaran dan pengetahuan." (Pramoedya Ananta Toer,Anak Semua Bangsa, h. 394-397)

"Menulis bukan hanya untuk memburu kepuasan pribadi. Menulis harus juga mengisi hidup." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 280)

"Aku bangga menjadi seorang liberal, liberal konsekwen. Memang orang lain menamainya liberal keterlaluan. Bukan hanya tidak suka ditindas, tidak suka menindas, lebih dari itu: tidak suka adanya penindasan." (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, h. 407-408)

"Anak-anak pembesar Pangreh Praja tak suka jadi dokter, pada pekerjaan mengabdi kemanusiaan. Mereka lebih memilih pekerjaan memerintah, menguasai, menjilat dan terutama dijilat." (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 68)

"Setiap orang dilahirkan sama, kata Rousseau, kan? Bapak Revolusi Prancis itu? Soalnya memang: bagaimana memimpin dan dipimpin, membawa dan dibawa diri. Nah, kau mengakui setiap orang sama. Mengapa kau gunakan juga gelarmu? Raden Mas?" (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 71)

"...apa telah kau berikan pada kehidupan ini, hei kau manusia terpelajar? ...golongan orang terpelajar, golongan beruntung yang mendapat lebih banyak ilmu dan pengetahuan daripada sebangsa selebihnya. Bagi orang intelligen, orang cerdas--bukan hanya berilmu dan berpengetahuan--tak mungkin terlepas perhatiannya dari masalah-masalah kehidupan, apalagi kehidupan yang vital, memikirkannya, memecahkannya, dan menyumbangkan pikirannya." (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 182)

"Dunia modern akan sedemikian memperinci kehidupan, percabangan dan perantingan ilmu dan kehidupan akan membikin seorang akan jadi asing satu dari yang lain. Orang bertemu hanya karena urusan, atau hanya karena kebetulan." (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 190)

"Kau, Nak, paling sedikit harus bisa berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudianhari." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 112)

"Setidak-tidaknya semua percuma kalau toh harus diperintah oleh Angkatan Tua yang bodoh dan korup tapi berkuasa, dan harus ikut serta jadi bodoh dan korup demi mempertahankan kekuasaan. Percuma. Sepandai-pandai ahli yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 88)

"Sekali Tuan menggauli bangsa Tuan sendiri, Tuan akan menemukan sumber tulisan yang takkan kering-keringnya, sumber tulisan abadi. Kan dalam salah satu tulisannya pada salah seorang sahabatnya, Kartini pernah mengatakan: mengarang adalah bekerja untuk keabadian? Kalau sumbernya abadi, bisa jadi karangan itu menjadi abadi juga."  (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 161-162)

"Dan untuk kesekian kalinya terpikir olehku: lulus HBS ternyata hanya makin membikin orang tahu tentang ketidaktahuan sendiri. Maka kau harus belajar berendahhati, Minke! Kau, lulusan HBS! Sekolahmu itu belum lagi apa-apa." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 163)

"Wujud dan wajah manusia itu tetap sama, tidak lebih baik daripada di jaman-jaman sebelumnya. Dia tetap tinggal makhluk yang tak tahu apa sesungguhnya dia kehendaki. Semakin sibuk orang mencari-cari dan menemukan, semakin jelas, bahwa dia sebenarnya diburu-buru oleh kegelisahan hati sendiri." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 143)

"Sekarang, kalau ada seorang Pribumi bicara Jawa kromo padamu, Tuan Minke, apa kau akan anjurkan ngoko? Ha, kau tidak bisa menjawab. Kau belum mampu melepaskan keenakan-keenakan yang kau dapatkan dari leluhurmu sebagai penguasa atas Pribumi bangsamu sendiri. Kau curang! Mata semboyan Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan Revolusi Prancis itu kau pungkiri, demi keenakan warisan itu. Kau baru dihayati oleh mata semboyan Kebebasan, itu pun kebebasan untuk dirimu sendiri semata. Kau tidak malu pada dirimu sendiri mengaku pengagum Revolusi Prancis." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 276)

"Tulisan Tuan berseru-seru pada perikemanusiaan, menolak kebiadaban, kecurangan, fitnah, dan kelemahan... Tuan betul-betul anak revolusi Prancis." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 263)

"...jawaban dari parasiswa paling-paling akan jadi bahan pelengkap. Apa bisa diharapkan dari mereka yang hanya bercita-cita jadi pejabat negeri, sebagai apa pun, yang hidupnya hanya penantian datangnya gaji?" (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 213)
"Bukan golongan kuat saja punya kekuatan, juga golongan lemah, asal berorganisasi. Dan hanya dengan organisasi, golongan lemah bisa menunjukkan kekuatan diri sebenarnya." (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 396)

"Ada gerak dari minus ke plus pada umat manusia, dan itu dinamai gerak juang." (Pram, Jejak Langkah, h. 409)

"Semua yang berarti dalam usaha manusia bukan hanya berasal, juga dipimpin oleh impian, khayal. Apa kau kira otomobil dan lokomotif berasal dari kenyataan yang sudah tersedia? Tidak. Juga dari impian, dari khayal." (Pram, Jejak Langkah, h. 440)

"Siapa golongan terpelajar dan maju itu sesungguhnya? Bukan kaum priyayi. Di Hindia ini, begitu seorang terpelajar mendapat jabatan dalam dinas Gubermen, dia berhenti sebagai terpelajar. Kontan dia ditelan oleh mentalis umum priyayi: beku, rakus, gila hormat, dan korup. Yang harus dipersatukan memang bukan kaum priyayi, mungkin justru orang-orang yang samasekali tidak punya jabatan negeri." (Pram, Jejak Langkah, h. 464-465)

"Mereka yang tidak punya jabatan negeri, boleh kita masukkan dalam golongan 'kaum bebas', bukan hamba Gubermen, pikiran dan kegiatannya tidak dipagari oleh pengabdian pada Gubermen." (Pram, Jejak Langkah, h. 465)

"Memang semakin jauh orang dari jabatan negeri, semakin bebas jiwanya, semakin bebas sepak-terjangnya, karena pikirannya lebih lincah, bisa produktif dan bisa kreatif, mempunyai lebih banyak inisiatif, tidak dibatasi dan dibayangi-bayangi ketakutan akan dipecat dari jabatannya." (Pram, Jejak Langkah, h. 465)

"Hanya golongan terpelajar dan termaju yang bisa memimpin, di luar itu orang harus dipimpin." (Pram, Jejak Langkah, h. 466)

"Sebelum manusia mengenal politik sebagaimana bentuknya sekarang ini, agama itu ya politik sekaligus." (Pram, Jejak Langkah, h. 467)

"Telah aku sediakan diri jadi organisator. Jadi dalang dengan cerita pembangunan landasan organisasi bangsa-ganda untuk jadi bangsa tunggal. Dalam bayangan telah dapat kureka-reka apa saja bakal terjadi, kuhadapi, kukerjakan, kuatur, dan kuselesaikan." (Minke/ Pram, Jejak Langkah, h. 547)

"Dalam organisasi, orang bukan melulu bisa mendamaikan pertentangan dan menarik suatu kompromi, juga bertindak kalau perlu demi memenangkan azas, dan tidak boleh takut kehilangan anggota, kehilangan saudara, bahkan kehilangan satu-dua cabang sekalipun!" (Pram, Jejak Langkah, h. 550)

"Di mana-mana aku harus tolak persembahan gelar, jongkok, dan sembah. Kita menuju ke arah masyarakat, di mana setiap manusia sama harganya." (Pram, Jejak Langkah, h. 575)

"Bukan darah, bukan keturunan, yang menentukan sukses-tidaknya seseorang dalam hidupnya, tetapi: pendidikan lingkungan dan keuletan. Bahwa sukses bukan hadiah cuma-cuma dari para dewa, dia hanya akibat kerja keras dan belajar. Pandangan salah tentang keturunan dan darah begitu mengakar dalam literatur dan kehidupan Jawa." (Pram, Jejak Langkah, h. 576)

"Dengan sabar dan hati-hati terpaksa aku terangkan, jaman modern ini tidak mengagumi orang kebal. Kita menjurus pada kehidupan demokrasi modern, setiap orang sama dengan yang selebihnya. Tidak ada yang luarbiasa, tidak ada yang lebih dekat pada atau menjadi kekasih para dewa atau Tuhan." (Pram, Jejak Langkah, h. 578)

"Umat manusia memerlukan kemakmuran untuk memuliakan diri sebagai manusia dan sesuai dengan kodratnya. Di situ pentingnya terpelajar Pribumi." (Pram, Jejak Langkah, h. 42)

"Yang ada di sekelilingnya adalah penderitaan karena kebodohan, ketidaktahuan; di atasnya: kepandaian, ilmu pengetahuan, kekuasaan berlebih-lebihan, yang justru membikin dan mempertahankan penderitaan." (Pram, Jejak Langkah, h. 146)

"Aku seorang yang bercita-cita jadi manusia bebas." (Pram, Jejak Langkah, h. 155)

"Dan aku pun mulai menyusun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Van Heutsz. Jawaban dari parasiswa paling-paling akan jadi bahan pelengkap. Lagipula, baru besok bahan-bahan itu bisa terkumpul. Apa bisa diharapkan dari mereka yang hanya bercita-cita jadi pejabat negeri, sebagai apa pun, yang hidupnya hanya penantian datangnya gaji." (Pram, Jejak Langkah, h. 213)

"Apa pun pakaian yang dikenakan, bukankah dia tetap telanjang bulat di dalamnya?" (Pram, Jejak Langkah, h. 536)

"Tetapi para petani itu adalah saudara-saudara kita sendiri, sebangsa kita sendiri, yang hendak diperas tanah dan duitnya secara gegabah oleh perusahaan-perusahaan raksasa Eropa, Arab, dan Cina. Kalau Tuan-tuan membenarkan pemerasan itu, Tuan-tuan membenarkan kejahatan, apa itu dibenarkan dalam Islam? Kan kita akan malu sebagai Muslim membiarkan yang demikian terjadi?" (Pram, Jejak Langkah, h. 626)

PERCAKAPAN PRAM

"Tuan bermaksud menjadi apa setelah kegagalan ini?"
"Hanya jadi manusia bebas, Tuan. Pemecatan ini hanya aku anggap sebagai karunia."
"Jadi manusia bebas lebih cocok bagiku daripada dokter Gubermen, Tuan-tuan. Kita akan bertemu di masyarakat besar nanti." (Pram, Jejak Langkah, h. 234-235)

Kata Bijak

"Justru persyaratan modern itu yang membikin seseorang atau sesuatu bangsa dapat dikatakan modern, pada mulanya persyaratan itu adalah ilmu dan pengetahuan modern, kemudian organisasi modern, kemudian peralatan modern." (Pram, Jejak Langkah, h. 257)

"Orang-orang di sekelilingku ini tidak pernah mengenal apa yang aku kenal. Duduk di bangku sekolah pun mungkin tak pernah. Mereka tak tahu apa-apa kecuali mencari rejeki dan membiakkan diri. Oh, makhluk-makhluk dalam peternakan! Bahkan mereka tak tahu kehidupannya begitu rendah. Kekuatan raksasa di luar sana, yang tumbuh dan berkembang makin lama makin menelan apa saja, tanpa kenyang-kenyangnya, mereka tak tahu. Tahu pun tak akan ambil peduli." (Pram, Jejak Langkah, h. 266)

"Perjuangan zaman modern membutuhkan cara-cara yang modern pula: berorganisasi." (Pram, Jejak Langkah, h. 255)

"Ah, peduli amat keturunan siapa seseorang. Yang jadi ukuran tetap perbuatannya sebagai pribadi pada sesamanya." (Pram, Jejak Langkah, h. 289)

"Kekuasaan mempunyai jantung dan wajahnya sendiri. Dia hanya moral berlapis-lapis menurut kebutuhan." (Pangemanann dalam Pram, Jejak Langkah, h. 716)

"Rampas segala yang menjadi hakmu." (Pram, Jejak Langkah, h. 717)


"Deposuit potentes de sede et exaltavat humiles; Dia rendahkan mereka yang berkuasa dan naikkan mereka yang terhina." (Pram, Rumah Kaca, h. 646)

"Ada kekuatan-kekuatan dahsyat tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi, dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya." (Pram, Rumah Kaca, h. 548)

"Semua berpautan dengan politik! Semua berjalan dengan organisasi. Apakah Tuan-tuan kira petani yang buta huruf yang hanya dapat mencangkul itu tidak mencampuri politik? Begitu ia menyerahkan sebagian penghasilannya yang kecil itu kepada pemerintahan desa sebagai pajak, dia sudah berpolitik, karena dia membenarkan dan mengakui kekuasaan Gubermen.Sejak jaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila.
Selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai, orang berpolitik." (Pram, Rumah Kaca, 562-563)

“Apa artinya partai politik? Sebuah organisasi yang didirikan dengan tujuan menghimpun kekuatan.” (Pram, Rumah Kaca, 217)

"Kalau ahli hukum itu hanya tahu uang, tentunya tak perlu lagi ada hukum yang harus mereka pertahankan dan mereka bela... Apakah arti semua itu dibandingkan dengan seluruh umat manusia yang bergulat untuk menemukan hukumnya? Berapakah yang bisa disumbangkan oleh seorang individu sebagai ahli hukum pada perbendaharaan hukum umat manusia? Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan." (Pram, Rumah Kaca, h. 584)

"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang, karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka kemajuan sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia." (Pram, Rumah Kaca, h. 584-585)

"Bagaimana pun masih baik dan masih beruntung pemimpin yang dilupakan oleh pengikut daripada seorang penipu yang jadi pemimpin yang berhasil mendapat banyak pengikut." (Pram, Rumah Kaca, h. 594)

"Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa, terutama Prancis. Di Prancis, setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapat tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya." (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca, h. 602)

"Apa artinya partai politik? Sebuah organisasi didirikan dengan tujuan menghimpun kekuatan." (Pram, Rumah Kaca, h. 217)

"Jangan jadi kuli mereka, katanya seperti mengulangi kata-kata bapakku mendiang. Jangan bikin mereka jadi lebih kaya dan lebih berkuasa karena keringatmu. Rebut ilmu dan pengetahuan dari mereka sampai kau sama pandai dengan mereka. Pergunakan ilmumu itu kemudian untuk menuntun bangsamu keluar dari kegelapan yang tiada habis-habisnya ini." (Pram, Rumah Kaca, h.340)

"Dalam setiap sektor kerja produksi dan jasa, tenaga manusialah yang terpenting, bukan mesin, bukan pula uang, maka tenaga manusia harus diganti dengan upah yang layak." (Pram, Rumah Kaca, h. 468)

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." (Pram, Rumah Kaca, h. 473)

"Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (R.A. Kartini dalam Pram, Rumah Kaca, h. 473)

"Nama-nama yang dikenal di depan umum masih dianggap kurang berbobot bila belum dikenal di kertas." (Pram, Rumah Kaca, h. 473)

"Aku dapat bayangkan waktu kau belajar, membukai lembaran-lembaran buku dengan kepercayaan semua yang kau pindahkan dari buku-buku itu ke dalam dirimu untuk menjadi kekuatanmu dalam menyeberangi padang kehidupan ini." (Pram, Rumah Kaca, h. 536)

"Penerobosan kegelapan adalah tugas setiap terpelajar untuk menyambut masa depan yang cerah, dan sekolahan tidak mengajarkan itu." (Pram, Rumah Kaca, h. 313)

"Aku lebih mengenal lagi tata-susun kekuasaan kolonial. Kekuasaan ini didukung oleh sekelompok kecil manusia kolonial putih yang pada gilirannya didukung oleh manusia kolonial coklat dalam kelompok yang berganda lebih besar. Dari atas ke bawah yang ada adalah larangan, penindasan, perintah, semprotan, hinaan. Dari bawah ke atas yang ada adalah penjilatan, kepatuhan, dan perhambaan. (Pram, Rumah Kaca, h. 323)

"Perjuangan tidak bisa berjalan tanpa organisasi-organisasi yang berani, cerdas, dan berwatak." (Pram, Rumah Kaca, h. 233)

"Orang menjadi besar karena tindakannya besar, pikirannya besar, jiwanya besar." (Pram, Rumah Kaca, h. 313)

"Agama adalah juga politik." (Pram, Rumah Kaca, h. 325)

"Di negeri dengan penduduknya yang kekanak-kanakan dengan penguasanya yang pongah dan manja itu, hasil sosial yang paling sah hanya penindasan." (Pram, Rumah Kaca, h. 519)

“Bagaimanapun jeleknya demokrasi sebagai sistem, toh lebih baik daripada yang ada. Sebab, manusia punya hak untuk bicara.” (Pramoedya Ananta Toer)

"Keinginan menjadi pegawai negeri adalah salah satu faktor kenapa korupsi mustahil diberantas. Di birokrasi itulah korupsi itu merajalela. Orang suci pun bisa jadi korup di sana. Dan, pegawai negeri sudah bertumpuk-tumpukkan. Pendidikan yang membentuk itu semua." (Pramoedya Ananta Toer)

"Banyak orang jadi dokter atau meester, hanya karena orang tuanya mampu membiayai, atau dia diongkosi oleh orang lain. Itu tak mengagumkan. Hanya orang yang kuasa mengangkat dirinya sendiri jadi dokter, atau meester, atau insinyur, dengan tenaga dan kekuatannya sendiri itulah yang patut mendapat pujian." (Pramoedya Ananta Toer, Keluarga Gerilya, Jakarta: PT. Pembangunan, 1955, h. 190-191).

"Titel akademi itu bukan tujuan manusia. Hanya alat belaka. Tak ubahnya dengan pisau, mobil, atau pacul—alat untuk memudahkan orang dalam mencapai cita-citanya." (Pramoedya Ananta Toer, Keluarga Gerilya, h. 191).

"Menjadi pegawai negeri kolonial menghilangkan kemerdekaan diri dan kebebasan berpikir." (TirtoAdhiSoerjodalam Prameodya Ananta Toer,SangPemula, Jakarta: Hasta Mitra, 1985, h.185)

"Selama di tanah Jawa masih belum ada handelsstand (golongan pedagang, golongan menengah, kaum mardika), yang diindahkan oleh bupatinya, maka nafsu Pribumi untuk bekerja dengan membuang-buang tenaga bertahun-tahun hanya demi pangkat dengan gaji kecil itu tidak akan lenyap. Inilah fatsal pertama yang jadi sebab kemunduran tanah Jawa." (Tirto Adhi Soerjo dalam Prameodya Ananta Toer, SangPemula, Jakarta: Hasta Mitra, 1985, h.203).

"Lukisan adalah sastra dalam warna-warni. Sastra adalah lukisan dalam bahasa." (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, 1985: 313)

"Semuanya harus dituliskan. Apapun...." (PramoedyaAnantaToer)

“Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu. Hilang athusiasme para guruku dalam menyambut hari esok yang cerah bagi ummat manusia. Dan entah berapa kali lagi aku harus mengangkat sembah nanti. Sembah, pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.”  ― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia

“Seorang politikus tidak mengenal Multatuli, praktis tidak mengenal humanisme (humanitas) secara modern. Dan politikus tidak mengenal Multatuli, bisa menjadi politikus kejam. Pertama, dia tidak kenal sejarah Indonesia. Dua, tidak mengenal humanisme secara modern, dan bisa menjadi kejam. Saya yakin, para politikus sekarang tidak membaca apa-apa.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Priyayi adalah anak perkawinan politik kolonialisme dengan feodalisme. Ini melahirkan kelas priyayi.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Ibu saya itu, menurut saya, seorang ibu yang ideal. Bukan karena saya anaknya, tapi makin lama saya makin kenang apa yang dilakukannya, dididikkannya terhadap saya, saya makin menghormati. Seperti: ‘Jangan jadi pegawai negeri, jadilah majikan atas dirimu sendiri. Jangan makan keringat orang lain, makanlah keringatmu sendiri.’ Dan itu dibuktikan dengan kerja. ‘Kalau kau nanti sudah besar, belajarlah di Eropa.’ Walaupun pada waktu tidak ada kemampuan untuk itu. Tidak mungkin itu. Tapi, dia sudah menggariskan begitu. Dan ternyata juga sebagian anak-anaknya belajar di Eropa kemudian, kecuali saya.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Saya di dalam pandangan saya hanya berpihak pada yang adil, benar! Itu saja. Berkemanusiaan. Kalau yang ini yang lebih adil, saya bantu, saya sokong dia. Lebih dari itu, tidak.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Komunisme itu ada dua macam: sebagi ideologi perorangan dan sebagai sistem politik. Sebagai sistem politik, sudah membuktikan tidak demokratis. Sampai sekarang. Dan, manusia hidup ini untuk sistem, apakah sistem untuk manusia? Itu persoalannya. Kalau manusia itu dilahirkan untuk sistem, maka manusia itu akan menderita. Walaupun manusia itu lahir tidak atas kemauannya sendiri, tapi aturan-aturan dari sistem belum tentu sesuai dengan individu. Maka itu, menurut saya, bagaimanapun jeleknya demokrasi sebagai sistem, toh lebih baik daripada yang ada. Sebab, manusia punya hak untuk bicara.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Seorang politikus tidak mengenalMultatuli, praktis tidak mengenal humanisme secara modern. Dan, politikus tidak mengenal Multatuli, bisa menjadi politikus kejam: pertama dia tidak kenal sejarah Indonesia; dua, tidak mengenal humanisme secara modern, dan bisa menjadi kejam. ...Saya yakin , para politikus sekarang tidak membaca apa-apa.”  (Pramoedya Ananta Toer)

"Saya mengharapkan, apa yang dibaca dari tulisan saya, itu memberikan kekuatan pada pembaca saya untuk tetap berpihak pada yang benar, pada yang adil, pada yang indah." (Pramoedya Ananta Toer)

“Perkawinan politik kolonialisme dengan foedalisme ini melahirkan kelas priyayi.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Sejak lahirnya Orde Baru, saya tahu taktik-taktik Orde Baru. Jadi, saya tidak heran kalau ada terjadi penangkapan mahasiswa hanya karena baca buku saya. Itu kekuasaan Orde Baru adalah kekuasaan fasis, yaitu membuat orang menjadi takut supaya manut. (Pramoedya Ananta Toer)

“Waktu Orde Baru, tidak ada yang menghendaki perbaikan. Semua tiarap membenarkan Soeharto. Termasuk kaum intelektual dengan gelar berlapis-lapis juga membenarkan Harto. Ini mahasiswa menentang. Itukan sudah hebat itu. Itu saja, sudah hebat.” (Pramoedya Ananta Toer)

Waktu Orde Baru tidak ada yang menghendaki perbaikan. Semua tiarap membenarkan Soeharto. Termasuk kaum intelektual dengan gelar berlapis-lapis, juga membenarkan Harto. Ini mahasiswa menentang. Itukan sudah hebat itu. Itu saja, sudah hebat. (Pramoedya Ananta Toer)

“Saya lebih memikirkan nasib individu sebagai manusia. Dan saya alami penindasan, perampasan, penghinaan, yang tidak patut dialami oleh warga negara Indonesia merdeka. Saya rasai penindasan-penindasan itu. Dan saya rasai orang lain yang mengalami seperti saya. Lebih mengalami lagi. Lebih merasakan. Maka itu, lain daripada dulu. Dulu, masih muda sekali, umur dua puluhan saya menulis. Dan tidak sehebat sekarang yang saya alami. Saya merasa sampai titik dasar kehinaan. Di dalam republik Indonesia Orde Baru.” (Pramoedya Ananta Toer)

“Semua kemajuan di Indonesia itu dimotori oleh angkatan muda dan mahasiswa. Ya, saya terangkan latar belakang sejarahnya dulu: mula-mula para mahasiswa di negeri Belanda, tahun belasan, yang menemukan tanah air dan nasionnya dan dinamai Indonesia, tahun belasan di negeri Belanda, dan itu pengaruhnya ke indonesia, terjadi gerakan-gerakan. (Pramoedya Ananta Toer)

"Kasta bangsawan-priyayi merupakan golongan atas masyarakat yang konsumtif, tidak produktif, dan lebih lagi: tidak kreatif. Hampir tanpa kekecualian. Ia kenal watak dan impian kasta ini: pangkat dan kehormatan yang diinderai: bintang, payung, selempang, pita, gelar. Dan gelar tertinggi yang diimpikan adalah: Pangeran, Arya, Adipati, Tumenggung." (Prameodya Ananta Toer,SangPemula, Jakarta: Hasta Mitra, 1985, h. 14. Maksud Pram adalah tentang sikap Tirto Adhi Soerjo yang keluar dari keluarga ningrat-priyayinya serta menolak untuk menjadi ambtenar)

"Komunisme itu ada dua macam: sebagai ideologi perorangan dan sebagai sistem politik." (Pramoedya Ananta Toer)

"Saya mengharapkan, apa yang dibaca dari tulisan saya, itu memberikan kekuatan pada pembaca saya untuk tetap berpihak pada yang benar, pada yang adil, pada yang indah." (Pramoedya Ananta Toer)

"Lukisan adalah sastra dalam warna-warni. Sastra adalah lukisan dalam bahasa." (Pramoedya Ananta Toer,BumiManusia, 1985: 313)

"Semua harus ditulis. Apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna." --PramoedyaAnantaToer

"Orang boleh pandai setinggi langit, namun selama tak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan arus pusaran sejarah." -Pramoedya Ananta Toer

"Kau, Nak, paling sedikit kau harus bisa berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis, suaramu tak akan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari... Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." (PramoedyaAnantaToer dalamAnakSemuaBangsa)
"Keberanian itu sama seperti otot manusia. Kalau tidak latih, dia akan menjadi lemah. Dalam hidup ini, kita banyak menghadapi tantangan. Latihan pertama adalah jangan lari. Hadapi semuanya. Itu cara untuk melatih keberanian." (Pramoedya)

"Sastra menjadi kekuatan bagi mereka yang sama sekali tidak mempunyai kebebasan dan kekuasaan. Maka, dengan mengaranglah Kartini bisa menunjukkan kekuatannya." (Pramoedya Ananta Toer)

"Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa. Di sana, setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya." (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca)

"Lihat, biar kau kaya bagaimana pun, kau harus bertindak terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang tergeletak di bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat berharga bagimu. Azasnya: mengambil milik tanpa ijin: pencurian; itu tidak benar, harus dilawan. Apalagi pencurian terhadap kebebasan kita. Barang siapa tidak tahu bersedia pada asas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati." (PAT, ASB, h. 4-5)

Episode Anak Semua Bangsa adalah semacam titik balik perjalanan Minke menelusuri kehidupan masyarakatnya dari titiknya yang paling dekat yang dengan perjalanan itu semangat itu pun terkukuhkan: "Dan bukan hanya Eropa! Jaman modern ini telah menyampaikan padaku buah dada untuk menyusui aku, dari Pribumi sendiri, dari Jepang, Tiongkok, Amerika, India, Arab, dari semua bangsa di muka bumi ini."

"Semua percuma kalau toh harus diperintah oleh Angkatan Tua yang bodoh dan korup tapi berkuasa, dan harus ikut jadi bodoh dan korup demi mempertahankan kekuasaan. Sepandai-pandai ahli yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 87-88)

"Kau, Nak, paling sedikit harus bisa berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudianhari." (Mama pada Minke /Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 112)

"Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Dan satu yang tetap, Nak, abadi: yang kolonial, dia selalu iblis." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 110)

"Tidak lain dari Mama yang mengatakan: nama berganti seribu kali dalam sehari, makna tetap. Dan birokrat dan ningrat Jawa, bangsaku, suka memilih nama indah-indah sebagai hiasan. Juga untuk mengesani, mempengaruhi diri sendiri serta umum selingkungannya, dengan keindahannya. Shakespear dramawan Inggris itu tak pernah mengenal birokrat dan ningrat Jawa yang suka berindah-indah dengan nama, malahan suka mengukuhkan jabatan pada namanya pula. Jurutulis sebuah kantor suka menggunakan nama Sastra, maka Sastradiwirya akan berarti Jurutulis yang baik dan tegas. Priyayi pengairan suka mengukuhkan diri dengan nama Tirta, maka Tirtanata akan berarti Pejabat yang mengatur pengairan." (Minke/Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 26)

"Kalau hati dan pikiran manusia sudah tak mampu mencapai lagi, bukankah hanya pada Tuhan juga orang berseru?" (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 43)

"Aku sendiri telah kembali pada kegiatan semula: membacai koran, majalah tertentu, buku dan surat-surat, menulis catatan dan karangan. Dan: membantu Mama di kantor dan di lapangan. Semua bacaan itu mengajarkan padaku tentang pribadi di tengah-tengah lingkunganku, dunia besar, dan perederan waktu yang ogah belot." (Minke/ Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 55)

"Betapa aneh kalau setiap kemuliaan dilahirkan di atas kesengsaraan yang lain." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 57)

"Tak ada guna menyewa tenaga Eropa kalau Pribumi bisa melakukan." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 58)

"Mendapat upah karena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan hati sendiri, kan itu di dalam seni namanya pelacuran? Kau masih lebih beruntung dapat tumpahkan isi hati dalam tulisan. Aku tidak." (Jean Marais pada Minke/ Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 78)

"Kau Pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 72)

"Dengan rendah hati aku mengakui: aku adalah bayi semua bangsa dari segala jaman, yang telah lewat dan yang sekarang. Tempat dan waktu kelahiran, orangtua, memang hanya satu kebetulan, sama sekali bukan sesuatu yang keramat." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa)

"Yang kolonial selalu iblis. Tak ada yang kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu." (Pramoedya Ananta Toer, dalam Anak Semua Bangsa, h. 127)

Yang modern memang hanya alat-alatnya, kata Mama, dan caranya. Manusia tetap, tidak berubah, di laut, darat, di kutub, dalam kekayaan dan kemiskinan bikinan manusia sendiri." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 338-339)

"Saya belajar dari Maxim Gorky yang betul-betul saya kagumi. Gorky kalau menulis bagai memegang tiang rumah, kemudian mengguncangkannya sehingga semuanya berubah." (Pramoedya Ananta Toer)

"Beda pula dari Mama, seorang manusia bebas-merdeka seperti termaktub dalam mata semboyan Kebebasan dari Revolusi Prancis, namun menganggap jaman modern tidak mengandung berkah sesuatu pun kecuali dalam kemajuan peralatan dan cara." (Pram, Anak Semua Bangsa, h. 278-279)

"Keberanian itu sama seperti otot manusia. Kalau tidak latih, dia akan menjadi lemah. Dalam hidup ini, kita banyak menghadapi tantangan. Latihan pertama adalah jangan lari. Hadapi semuanya. Itu cara untuk melatih keberanian." (Pramoedya)

Itulah Hindia, koran-koran tak berani memberitakan kebenaran,takut digulung atau diberangus, sedang para priyayi rakus sekaligus beku dalam jabatannya, seprti katamu sendiri, pembesar hanya tahu menghukum. Kehidupan dikuasai sassus. Setiap orang boleh jadi korbannya tanpa bisa membela diri. Hentikan itu, Nak. Bikin Harianmu jadi satu-satunya di Hindia, melulu bekerja untuk kebenaran, untuk keadilan, untuk semua sebangsamu.” (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 363)

“Janganlah Harian Tuan yang sudah baik itu dipergunakan untuk melampiaskan ambisi-ambisi pribadi. Harian Tuan dan Tuan sendiri sudah jadi milik bangsa Tuan.” (Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, h. 370)

LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL HALLIDAY

LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL


Teori linguistik fungsional, apapun sebutan yang ada, teori ini tidak bisa lepas dari seseorang yang bernama Michael Alexander Kirkwood Halliday (MAK Halliday) yang telah menemukan dan mengembangkan teori kebahasaan tersebut. Ia merupakan salah seorang murid dari Firth, seorang ahli bahasa yang mengembangkan aliran Firth, guru besar di Universitas London, dimana Halliday belajar.

Sebagai penerus Firth dalam bidang kemasyarakatan bahasa serta pada sebuah karangannya Categories of the Theory of Grammar, Halliday mengembangkan suatu teori linguistik, yang mula-mula dikenal sebagai Neo-Firthian Linguistics atau Scale and Categories Linguistics. Namun dikemudian waktu, muncul nama baru untuk teori ini, Systemics Linguistics (dalam bahasa Indonesia disebut Linguistik Sistemik). Karya besar pertamanya tentang masalah tata bahasa adalah "Kategori dari teori tata bahasa", yang diterbitkan dalam jurnal Firman pada tahun 1961 .

Dalam tulisan ini, ia berpendapat untuk empat "kategori fundamental" bagi teori tata bahasa: "Unit", "struktur", "kelas" dan "sistem". Kategori-kategori ini menurutnya adalah "dari urutan tertinggi abstraksi", tapi dibela seperti yang diperlukan untuk "memungkinkan account koheren tentang apa tata bahasa dan tempatnya dalam bahasa" Dalam mengartikulasikan unit 'kategori', Halliday mengusulkan gagasan tentang 'skala peringkat' a. Unit tata bahasa membentuk "hierarki", skala dari "terbesar" ke "terkecil" yang diusulkan sebagai: "kalimat", "klausul", "kelompok / frase", "kata" dan "morfem" .

Linguistik fungsional sistemik (SFL) adalah sebuah pendekatan untuk linguistik yang menganggap bahasa sebagai sistem semiotik sosial. Ini dikembangkan oleh Michael Halliday, yang mengambil gagasan sistem dari gurunya, JR Firth. Sedangkan Firth dianggap sistem untuk merujuk kemungkinan subordinasi struktur, Halliday dalam arti tertentu "dibebaskan" dimensi pilihan dari struktur dan membuat dimensi pokok berbagai teori ini. Dengan kata lain, sedangkan banyak pendekatan untuk linguistik struktur deskripsi tempat dan sumbu sintagmatik di latar depan, Hallidean teori fungsional sistemik mengadopsi sumbu paradigmatik sebagai titik tolak. Istilah sistemik sesuai foregrounds Saussure "poros paradigmatik" dalam memahami bagaimana bahasa bekerja. Untuk Halliday, prinsip teoritis sentral kemudian bahwa setiap tindakan komunikasi melibatkan pilihan. Bahasa adalah sistem, dan pilihan yang tersedia di setiap berbagai bahasa dipetakan menggunakan alat representasi dari "jaringan sistem". Michael Halliday, yang mendirikan linguistik fungsional sistemik.

Linguistik fungsional sistemik juga "fungsional" karena menganggap bahasa telah berevolusi di bawah tekanan fungsi tertentu bahwa sistem bahasa harus melayani. Oleh karena itu fungsi yang diambil telah meninggalkan jejak mereka pada struktur dan organisasi bahasa di semua tingkatan, yang dikatakan dicapai melalui metafunctions. Term metafunction ini khusus linguistik fungsional sistemik. Organisasi kerangka fungsional di sekitar sistem, yaitu, pilihan, perbedaan yang signifikan dari lainnya pendekatan "fungsional", seperti, misalnya, tata bahasa fungsional Dik ini (FG, atau seperti sekarang sering disebut, fungsional wacana tata bahasa) dan tata bahasa fungsional leksikal.
Konsep sistemik fungsional linguistik pertama kali diperkenalkan oleh MAK Halliday. Di dalam pandangan SFL, bahasa mempunyai dua aspek utama yaitu ‘sistemik’ dan ‘fungsional’. Santosa (2011) menyatakan bahwa secara sistemik bahasa mempunyai sistem yang secara hirarkis bekerja secara simultan dan sistemik dari sistem yang lebih rendah, fonologi/grafologi, menuju ke sistem yang lebih tinggi, leksikogramatika, semantik wacana dan struktur teks. Masing-masing level tidak dapat dipisahkan karena masing-masing level tersebut merupakan organisme yang mempunyai peran saling terkait dalam merealisasikan makna holistik suatu wacana. Kemudian Santosa (2011: 1) menambahkan bahwa secara fungsional, bahasa digunakan untuk mengekspresikan suatu tujuan atau fungsi proses sosial di dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural. Setiap tataran bahasa mempunyai fungsi sendiri-sendiri untuk merealisasikan tujuan sosial tersebut.


Konteks kultural adalah suatu sistem nilai dan norma yang merepresentasikan suatu kepercayaan di dalam suatu kebudayaan. Sistem nilai ini mencakup apa-apa yang dianggap benar dan salah, baik dan buruk, termasuk di dalamnya ideologi yang mengatur keteraturan sosial yang berlaku umum di suatu kebudayaan. Sementara, norma merupakan realisasi sistem nilai yang mengatur proses sosial, yaitu apa yang harus dan tidak harus dikerjakan anggota masyarakat dalam kehidupan sosial (Santosa, 2011: 2)


Selanjutnya, Santosa (2011: 2) menyatakan bahwa konteks situasi merupakan lingkungan langsung yang berada di dalam penggunaan bahasa. Menurut Halliday & Hasan (1985: 62-63), Martin (1992: 495), Santosa (2011: 2) konteks situasi terdiri dari tiga aspek yaitu field (medan), tenor (pelibat), dan mode(sarana) yang  bekerja secara simultan membentuk suatu konfigurasi kontekstual atau konfigurasi makna. Konfigurasi ini akan menentukan ekspresi (bentuk) dan makna kebahasaan (register) yang digunakan untuk merealisasikan proses sosial. Selanjutnya, Santosa (2011: 2) menjelaskan bahwa medan atau field merupakan suatu kejadian dengan lingkungannya, yang sering diekspresikan dengan apa yang terjadi, kapan terjadinya, di mana kejadiannya, dan bagaimana terjadinya. Pelibat atau tenor merupakan tipe partisipan yang berada atau terlibat di dalam kejadian tersebut, status dan peran sosial yang dilakukan partisipan tersebut. Kemudian yang terakhir yaitu sarana (mode) meliputi dua aspek. Pertama, saluran (channel) merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan kejadian tersebut. Saluran ini juga meliputi apakah apakah gaya bahasa yang digunakan tersebut lisan atau tulis. Kemudian aspek yang kedua dari sarana adalah medium. Medium merupakan jenis saluran yang digunakan untuk menyalurkan proses sosial tersebut. Medium dapat berupa medium lisan atau tulis, medium audio, visual atau audio visual.


Halliday (1985: xiii) menyatakan bahwa terdapat tiga metafungsi bahasa baik lisan maupun tulis berkenaan dengan penggunaannya, yaitu makna ideasional (yang terdiri dari eksperiensial dan logikal), makna interpersonal, dan makna tekstual. Santosa (2011: 4) menjelaskan bahwa makna ideasional meliputi dua hal yaitu eksperiensial dan logikal. Di dalam  metafungsi, eksperiensial  mengekspresikan makna realitas pengalaman. Sementara itu, metafungsi logikal merealisasikan makna atau realitas logis yang menghubungkan antar pengalaman tersebut. Kemudian, metafungsi interpersonal mengekspresikan makna yang dibangun dari hubungan antar partisipan yang berada di dalam suatu bahasa yang sedang digunakan. Santosa menambahkan, makna interpersonal terdiri dari makna interaksional (interaksi personal) dan makna transaksional (interaksi antara informasi dan barang/ jasa). Pada akhirnya, makna tekstual merealisasikan kedua metafungsi yaitu ideasional dan interpersonal ke dalam simbol bahasa yang disebut dengan ekspresi tekstual. Dengan demikian, di dalam SFL, ke tiga metafungsi tersebut memiliki hubungan erat dalam suatu bahasa yang sedang melaksanakan fungsinya.


Linguistik fungsional sistemik (SFL) adalah sebuah pendekatan untuk linguistik yang menganggap bahasa sebagai sistem semiotik sosial. Ini dikembangkan oleh Michael Halliday, yang mengambil gagasan sistem dari gurunya, JR Firth. Sedangkan Firth dianggap sistem untuk merujuk kemungkinan subordinasi struktur, Halliday dalam arti tertentu "dibebaskan" dimensi pilihan dari struktur dan membuat dimensi pokok berbagai teori ini. Dengan kata lain, sedangkan banyak pendekatan untuk linguistik struktur deskripsi tempat dan sumbu sintagmatik di latar depan, Hallidean teori fungsional sistemik mengadopsi sumbu paradigmatik sebagai titik tolak. Istilah sistemik sesuai foregrounds Saussure "poros paradigmatik" dalam memahami bagaimana bahasa bekerja. [1] Untuk Halliday, prinsip teoritis sentral kemudian bahwa setiap tindakan komunikasi melibatkan pilihan. Bahasa adalah sistem, dan pilihan yang tersedia di setiap berbagai bahasa dipetakan menggunakan alat representasi dari "jaringan sistem".

Michael Halliday, yang mendirikan linguistik fungsional sistemik


Linguistik fungsional sistemik juga "fungsional" karena menganggap bahasa telah berevolusi di bawah tekanan fungsi tertentu bahwa sistem bahasa harus melayani. Oleh karena itu fungsi yang diambil telah meninggalkan jejak mereka pada struktur dan organisasi bahasa di semua tingkatan, yang dikatakan dicapai melalui metafunctions. Term metafunction ini khusus linguistik fungsional sistemik. Organisasi kerangka fungsional di sekitar sistem, yaitu, pilihan, perbedaan yang signifikan dari lainnya pendekatan "fungsional", seperti, misalnya, tata bahasa fungsional Dik ini (FG, atau seperti sekarang sering disebut, fungsional wacana tata bahasa) dan tata bahasa fungsional leksikal .

Dengan demikian, penting untuk menggunakan penuh fungsional linguistik-agak sebutan-sistemik dari tata bahasa hanya fungsional linguistik orfunctional.

Untuk Halliday, semua bahasa melibatkan tiga fungsi umum, atau metafunctions: satu menafsirkan pengalaman (makna tentang dunia luar dan dalam); satu memberlakukan hubungan sosial (makna berkaitan dengan hubungan interpersonal), dan salah satu merajut bersama dari kedua fungsi untuk membuat teks (kata-kata). . Karena fungsi-fungsi ini dianggap terwujud secara bersamaan-yaitu, seseorang tidak dapat berarti tentang dunia tanpa harus baik penonton-bahasa nyata atau virtual juga harus mampu membawa makna ini bersama-sama: ini adalah peran organisasi struktural, bahwa gramatikal, semantik atau kontekstual. Ketiga fungsi umum yang disebut "metafunctions



Sistem semiotik Multidimensional


Titik keberangkatan untuk bekerja Halliday dalam linguistik telah menjadi pertanyaan sederhana: "bagaimana cara kerja bahasa?".  Di seberang karirnya ia telah menggali sifat bahasa sebagai sistem semiotik sosial; yaitu, sebagai sumber daya untuk berarti seluruh banyak dan terus berubah konteks interaksi manusia. Pada tahun 2003,  a menerbitkan menetapkan prinsip-prinsip akumulasi dari teorinya, yang muncul saat ia terlibat dengan banyak masalah yang berhubungan dengan bahasa yang berbeda kertas.

Prinsip-prinsip ini, ia menulis, "muncul sebagai produk sampingan dari mereka keterlibatan seperti yang saya berjuang dengan masalah tertentu",   

Dalam Pada Bahasa dan Linguistik. Volume 3 di Pekerjaan Dikumpulkan dari M.A.K.  Halliday. Disunting oleh Jonathan Webster.  berbagai analisis sastra dan terjemahan mesin..

Halliday telah mencoba, kemudian, untuk mengembangkan teori linguistik dan deskripsi yang appliable untuk setiap konteks bahasa manusia. Teori dan deskripsi nya didasarkan pada prinsip-prinsip ini, atas dasar bahwa mereka diwajibkan untuk menjelaskan kompleksitas bahasa manusia.

Ada lima prinsip:

1. '' Dimensi paradigmatik: '' Makna adalah pilihan, yaitu pengguna pilih dari "Pilihan yang timbul dalam lingkungan pilihan lain", dan bahwa "kekuatan bahasa berada dalam organisasi sebagai jaringan besar pilihan yang saling terkait"


2. '' Dimensi Stratifikasi. '' Dalam evolusi bahasa dari SD ke tingkat tinggi semiotik, "ruang diciptakan di mana makna dapat diselenggarakan dalam istilah mereka sendiri, sebagai jaringan abstrak murni dari keterkaitan"

 Antara isi form-pasangan dari sistem semiotik sederhana muncul "ruang organisasi" disebut sebagai [[lexicogrammar]]. Perkembangan ini menempatkan bahasa di jalan untuk menjadi makna pembuatan tampaknya tak terbatas sistem.


3. '' dimensi Metafunctional. '' Menampilkan bahasa "saling melengkapi fungsional". Dengan kata lain, itu telah berkembang di bawah kebutuhan manusia untuk membuat makna tentang dunia di sekitar dan di dalam diri kita, pada saat yang sama bahwa itu adalah cara untuk menciptakan dan memelihara hubungan interpersonal kita. Motif-motif ini dua mode makna dalam wacana-apa istilah Halliday yang "ideasional" dan "antarpribadi" Mereka diatur melalui ketiga. modus makna, tekstual  yang bekerja pada dua mode lain untuk menciptakan aliran koheren wacana.


4.  '' dimensi sintagmatik. '' Bahasa terungkap syntagmatically, struktur ditetapkan dalam waktu (diucapkan) atau ruang (tertulis). Struktur ini melibatkan unit pada peringkat yang berbeda dalam setiap strata dari sistem bahasa. Dalam lexicogrammar, misalnya, yang terbesar adalah klausa, dan yang terkecil morfem tersebut; penengah antara jajaran ini adalah jajaran kelompok / frase dan kata.


5.  '' dimensi Instansiasi. '' Semua sumber daya ini, pada gilirannya, "didasarkan pada vektor Instansiasi", yang didefinisikan sebagai "hubungan antara contoh dan sistem yang ada di baliknya". Instansiasi adalah hubungan formal antara potensial dan aktual. Teori fungsional sistemik mengasumsikan hubungan yang sangat intim umpan balik terus-menerus antara contoh dan sistem. Sehingga menggunakan sistem dapat mengubah sistem yang

Sumber:

http://rosevensitinjak.blogspot.co.id/2011/07/teori-linguistik-sistematik.html

http://gurubahasaindonesiasmkn10mlg.blogspot.co.id/2015/01/linguistik-fungsional-sistemik-sfl.html

Minggu, 18 November 2018

BAHASA DAN FILSAFAT DARI ABAD RENAISSANCE MENUJU ABAD PENCERAHAN

BAHASA DAN FILSAFAT DARI ABAD RENAISSANCE MENUJU ABAD PENCERAHAN

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
RUANGAN B PROGRAM STUDI BAHASA
PASCASRJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT.Yang telah memberikan kenikmatan kepada kita semua, sehingga penyusun makalah Filsafat Bahasa  mengenai Bahasa dan Filsafat Dari Abad Renaissance Menuju Abad Pencerahan dapat diselesaikan.
Ungkapan terimakasih kepada Dr. Azis, S.Pd.,M.Pd. sebagai pengampu mata kuliah Filsafat Bahasa
Penulis  menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan. Olehnya itu, penulis mengharapkan saran serta kritik konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah  ini dapat memberikan manfaat bagi kita khususnya untuk kelompok lima.


Makassar, 17 Nopember 2018
















DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I   PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................ 1
Rumusan Masalah…………………………………………… 5
Tujuan Penulisan…………..................................................... 5
BAB II  PEMBAHASAN
Keragaman Bahasa………………………………………….
Filosofi Sejarah, Filsafat Bahasa……………………………
Mutasi dari Trivium…………………………………………
Pikiran dan Bahasa………………………………………….
Penggunaan Bahasa………………………………………….
Kesalahan Penerjemahan…………………………………….
Asal dan Sejarah Hewan Berbicara………………………….
BAB  III  PENUTUP
Simpulan...................................................................................
Saran.........................................................................................
Daftar Pustaka
Lampiran Translate Chapter 5
Lampiran Teks Bahasa Inggris








BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Zaman Renaissance merupakan perubahan peradaban dan kebudayaan Eropa menuju kehidupan modern. Pada masa renaissance yang sangat berpengaruh adalah humanisme (kemanusiaan). Humanisme adalah prinsip pendidikan yang memakai bahasa kuno sebagai dasar studi, jadi mempelajari bahasa dan kebudayaan klasik dengan tujuan pedagogis dan ilmiah.  Pada masa Renaissace menjadikan tata bahasa latin sebagai media pembantu dalam memahami sastra dan penggunaan bahasanya. https://himaindo.blogspot.com/2017/10/aliran-linguistik-pada-zaman-renaissance.html. (Online 17 Nopember 2018)
Zaman Renains dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu: (1) selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab; (2) selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan , penyusunan tata bahasa dan malah juga perbandingan.atkhurtia.blogspot.com/2014/12/abad-renaisans.html. (Online 17 Nopember 2018)
Para sarjana linguistik zaman Renaissance  ini menolak pandangan sebelumnya (Abad Pertengahan). Sarjana-sarjana Renaissance berpikir bahwa mereka yang telah memutuskan secara radikal hubungan kaum Skolastika abad pertengahan. Pada zaman ini dianggap sebagai jalan pembukaan abad pemikiran, abad modern. Akan tetapi, kenyataan tidak demikian sepenuhnya, khususya dalam bidang linguistik. Renaissance juga merupakan suatu perolehan kebelakang hasil-hasil karya klasik zaman Greko Latin.  Salah satu tokoh linguistik yang cukup berpengaruh pada zaman Renaissance adalah Cicerus. Cicerus mencoba memperbaiki pandangan sebelumnya dengan berpegang pada pandangan bahwa kesastraan kuno klasik merupakan sumber segala nilai yang beradab. Selanjutnya, ia lebih berkonsentrasi mengumpulkan dan mempublikasikan naskah-naskah kuno klasik. Kondisi ini sempurna dengan ditemukan mesin cetak abad ke-15 yang memungkinkan kelancaran dalam menyebarkan cetakan-cetakan  baru nakah-naskah kuno klasik secara luas dan cepat.
Pada masa Renaissace menjadikan tata bahasa latin sebagai media pembantu dalam memahami sastra dan penggunaan bahasanya. Ada dua hal yang perlu dicatat pada zaman ini khususnya dibidang linguistik.
·         Pertama, mereka menuntut adanya manusia Homo Trilinguis. Para sarjana pada zaman ini pasti mengenal bahasa Yunani, Latin, dan Ibrani. Sebagai tambahan dan penting pula ialah mereka juga menguasai linguistik dan bahasa Arab.
·         Kedua, bahasa-bahasa lain di Eropa, selain Latin, Yunani, dan Arab hal yang mendapatkan perhatian adalah penyusunan tata bahasa dan perbandingan bahasa.
           Pada masa Renaissance ini, bahasa-bahasa daerah di Eropa juga mulai mendapat perhatian khusus para sarjana linguistik, seperti
1.     Tata bahasa Gaelih (Irlandia) abad ke-7,
2.     Tata bahasa Islan abad ke-13,
3.     Tata bahasa Pruvenso abad ke-13 serta tulisan-tulisan yang mengamati tentang bahasa Baska abad ke-10 dan sebuah buku tata bahasa Prancis.
Salah satu orang yang sangat berjasa dalam menggalakkan studi bahasa daerah Eropa ini adalah Dante. Dante melalui bukunya berjudul De Vulgari Eloquentina (gaya bahasa orang banyak), mengembangkan minat terhadap bahasa daerah sehingga berkembang luas dan buku-buku tata bahasa dicetak dalam jumlah besar.
Jika masa Renaissance merupakan peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern dan dianggap sebagai masa peremajaan bangsa, maka peristiwa Aufklärung merupakan masa pendewasaan bagi Bangsa Eropa. Meski keduanya sama-sama membawa pencerahan bagi penduduk Eropa, tapi ternyata dua peristiwa ini merupakan peristiwa yang berbeda.
Istilah Aufklärung berasal dari Bahasa Jerman yang berarti “pencerahan”, yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan enlightenment. Peristiwa ini terjadi pada 1695-1815. Di masa ini manusia optimis dengan kemampuannya untuk menciptakan kemajuan yang dapat memberikan cahaya baru, dalam hal ini adalah kemajuan ilmu pengetahuan. Kemudian banyak muncul pikiran-pikiran filosofis dari Eropa.
Meski sama-sama disebut pencerahan, ternyata Renaissance dan Aufklärung berbeda, Squad. Di Masa Renaissance, kesadaran akan kemampuan akal manusia sudah berkembang, tetapi hal tersebut hanya menghasilkan kemajuan di bidang humaniora, filsafat, politik, seni, sastra serta hukum. Perubahan dalam bidang ekonomi belum mampu dikembangkan demi kesejahteraan manusia.
Melalui slogan Aufklärung, “Sapere Aude!” yang berarti “Beranilah Berpikir Sendiri”, Immanuel Kant, filsuf asal Jerman mengajak orang-orang untuk semakin berani dan bebas menggunakan akalnya. Menurut Kant, manusia masih belum yakin akan kemampuan akalnya untuk menciptakan kemajuan dan kebahagiaan di dunia. Jika manusia belum mampu melakukan hal tersebut, itu berarti tanda bahwa manusia tersebut belum dewasa. Immanuel Kant (Sumber: thegreatthinkers.org). https://blog.ruangguru.com/aufkl%C3%A4rung-masa-pencerahan-di-eropa. (Online 17 Nopember 2018).
Abad Pencerahan atau Zaman Pencerahan (bahasa Inggris: Age of Enlightenment ; bahasa Jerman: Aufklärung) adalah suatu masa di sekitar abad ke-18 di Eropa yang diketahui memiliki semangat revisi atas kepercayaan-kepercayaan tradisional, memisahkan pengaruh-pengaruh keagamaan dari pemerintahan. Bertolak dari pemikiran ini, masyarakat mulai menyadari pentingnya diskusi-diskusi dan pemikiran ilmiah. Ideologi Sekularisme menjadi dasar tonggak peradaban maju Eropa. Semangat ini kemudian ditularkan pula kepada koloni-koloni Bangsa Eropa di Asia, termasuk Indonesia, walaupun Indonesia bukan negara yang berpaham Sekularisme. Contoh nyatanya adalah pendirian Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Museum Gajah), suatu perhimpunan untuk menelaah ditinjau dari riset-riset ilmiah.
Zaman Pencerahan terjadi sekitar tahun 1687 - 1789M, adalah masa-masa yang produktif bagi sejarah budaya barat. Seperti ditemukannya bubuk mesiu, mesin cetak, dan kompas yang menjadi perubahan besar, serta mempengaruhi dunia hingga saat ini, Terdapat 4 ciri Transformasi di Zaman Pencerahan, Early Capitalism/ Mercantilism, Kemandirian/ Individualism, Berperannya aspek-aspek rasional, Pesatnya kemajuan teknologi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Abad_Pencerahan
Perkembangan ilmu bahasa pada dasarnya bermua dari dua wilayah, yaitu wiayah Barat dan wilayah Timur. Sejarah bahasa di dunia Barat dan Timur hampir bersamaan masanya, yaitu sekitar abad IV sebelum masehi. Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia barat diawali dari tradisi Yunani kuno, sedangakan sejarah perkembangan bahasa di dunia Timur diawai dari tradisi India.
Sejarah ilmu Linguistik (bahasa Inggris: History of linguistics) adalah catatan mengenai perkembangan studi tentang linguistik dari zaman Yunani kuno hingga modern. Ilmu mengenai linguistik telah dibahas sejak peradaban Babilonia, namun proses penelitian yang terstandar baru dimulai sejak periode Yunani kuno. Dari perjalanan ilmu bahasa zaman Yunani, berkembang aliran linguistik tradisional, beranjak ke linguistik strukturalis, dan terakhir linguistik transformasional atau modern.
Linguistik tradisional terdiri:
Linguistik zaman Yunani
Kaum Alexandria
Zaman Romawi
Zaman Renaisans
Linguistik bahasa Ibrani dan bahasa Arab
Linguistik strukturalis
Ferdinand de Saussure
Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Linguistik transformasional dan aliran sesudahnya
Beberapa aliran-aliran Bahasa telah dipaparkan., namun yang akan dibahas dalam materi ini mengenai Bahasa dan Filsafat dari Abad Renaissance Menuju Abad Pencerahan.



Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah dikemukakan, maka adapun yang akan dibahas adalah:
Keragaman Bahasa
Filosofi Sejarah, Filsafat Bahasa
Mutasi dari Trivium
Pikiran dan Bahasa
Penggunaan Bahasa
Kesalahan Penerjemahan
Asal dan Sejarah Hewan Berbicara

Tujuan
Untuk mengetahui Keragaman Bahasa
Untuk mengetahui Filosofi Sejarah, Filsafat Bahasa
Untuk mengetahui Mutasi dari Trivium
Untuk mengetahui Pikiran dan Bahasa
Untuk mengetahui Penggunaan Bahasa
Untuk mengetahui Kesalahan Penerjemahan
Untuk mengetahui Asal dan Sejarah Hewan Berbicara



BAB II
PEMBAHASAN

Keragaman Bahasa
Lebih dari seribu tahun, sebelum dan sesudah tahun 1000, Eropa memiliki masyarakat yang multibahasa, ditandai dengan hubungan yang rumit antara Latin dan vernaculars. Percival (1999) mencatat, pengembangan vernaculars tidak stabil dan teratur.
Bilingualism adalah kondisi normal dari semua orang yang berpendidikan. Semua orang terpelajar mempelajari bahasa Latin, yang dianggap sebagai faktor kuat untuk mengidentifikasi hubungan sosial dan kohesi, bertentangan dengan linguae alienae dan bahkan bahasa ibu  seorang pembicara (Murphy 1980).
Beberapa pandangan mengenai keragaman Bahasa adalah Pendekatan bahasa Yunani dan Ibrani berbeda. Bahasa Latin sebagai bahasa suci terdaftar secara tradisional, keduanya masih merupakan bahasa yang hidup di barat. Bahasa Yunani digunakan di pemukiman Yunani di Italia Selatan, sementara Bahasa Ibrani digunakan oleh minoritas di semua kota besar di Eropa.
Bahasa daerah adalah bahasa yang kita ucapkan sejak bayi, tanpa perlu
belajar tata bahasanya (I, i, 2). Orang Latin, seperti orang Yunani dan beberapa orang lain juga memiliki bahasa 'sekunder', yang diperoleh hanya melalui belajar. Menjadi lebih stabil, membantu memberikan identitas umum dalam menghadapi geografis dan perbedaan kronologis (I, ix, 11). Semua bahasa berbagi lokus forma
terkesan dalam pikiran; itu adalah struktur umum dari semua idiom, dikaburkan oleh kebingungan Babelic, tetapi masih terlihat dalam bahasa Ibrani                                  (ibid., I, vi, 4–5).
Fransiskan Inggris Roger Bacon (dikutip dalam Dahan et al. 1995: 265) menyatakan tentang bagaimana kesadaran bahasa Latin dapat diserap dari dua bahasa yang berbeda dari budaya Barat. Roger Bacon membedakan antara kata-kata asli, Latin murni atau derivasi, dan Yunani atau Ibrani, baik diimpor tanpa perubahan morfologi atau dinaturalisasi dan disesuaikan dengan Infeksi Latin.
Bacon menguraikan kajian bahasa, bahwa bahasa Latin muncul jauh dari rasionalitas, itu bahkan tidak menyerupai model 'buatan' (lingua latina valde defisit ab hac arte). Untuk alasan ini sulit untuk mengucapkannya dengan lancar jika seseorang tidak mempelajarinya di awal kehidupan. Anglo-Saxon malah lebih dekat kemodel buatan, lebih mudah daripada bahasa Latin 'dalam hal kriteria komposisi' (itu syntactically), meskipun lebih sulit 'dalam hal substansi suara produksi '(yaitu, secara fonetik).
Menurut Biard (1981), Pengenaan sebagai tindakan yang dilakukan pembicara pada bahasa adalah konsep operasi utama dalam teori Roger Bacon. Rosier telah berulang kali menekankan (misalnya, Rosier 1994) pentingnya studi tata bahasa semantik oleh Roger Bacon, Robert Kilwardby, dan banyak anonim
jagoan seni trivium, yang memusatkan perhatian mereka pada pragmatis
aspek pidato, maksudnya sesuatu yang menandakan pembicara dan
kekhususan semantik dari ekspresi figuratif, singkatnya, semua perangkat internal
dan kondisi eksternal yang mengatur tindakan produksi dan penerimaan
pidato. Pertanyaan-pertanyaan yang secara tradisional tergolong retorika dan bukan
tata bahasa di sini termasuk dalam analisis gramatikal khusus. Tatabahasa
meledak di bawah tekanan faktor yang berkaitan dengan komunikasi biasa
prosedur, praktik linguistik liturgi sakramental, dan keyakinan dalam
kemanjuran tanda-tanda magis atau astrologi.
universalitas vs. historisitas bahasa, dll tentu masuk akal untuk mengasumsikan bahwa selama pengaruh zaman pertengan bahwa kesatuan bahasa manusia dan universalitas tata bahasa berfungsi sebagai
prinsip eksploratif yang kuat. Untuk para sarjana Abad Pertengahan, berbagai macam kecelakaan bahasa tidak meruntuhkan persatuan linguistik yang substansial, dijamin oleh struktur kategori gramatikal, dan ditandai dengan dasar ontologis. Namun, sebagaimana dibuktikan gagasan kesatuan linguistik hidup berdampingan dengan deskripsi naturalistik asal-usul manusia, di antara Modistae, oleh Boethius dari Denmark.
Roger Bacon (Opus tertium X, 33–34), mengemukakan pengetahuan gramatikal bahasa ini tertinggal di belakang dari pengetahuan praktis.
Di antara orang-orang yang berbahasa Latin juga berbicara bahasa Yunani, Arab, atau Ibrani, kata Roger Bacon, hanya sedikit yang tahu tata bahasa dan mampu
untuk mengajarkannya. Bahkan penutur asli tidak dapat menjelaskan 'alasan dan
penyebab terjadinya bahasa mereka. Di sisi lain, hubungan jaringan interlinguistik
memang berkembang berkat kedekatan geografis, perdagangan,
pertukaran diplomatik, dan peristiwa militer dan agama. Di Opus majusnya,
Roger Bacon merekomendasikan studi bahasa untuk kegunaannya dalam komersial
pertukaran, kontroversi hukum antara negara-negara asing, perjanjian, dan evangelisasi.
Bahasa Arab memiliki status ambivalen, salah satunya bahasa terpelajar pada Abad Pertengahan Latin dan sejumlah teks-teks Arab filosofis dan ilmiah (versi bahasa Arab asli Yunani) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sepanjang abad 12 dan 13. Tetapi juga merupakan bahasa lisan, digunakan dalam pertukaran komersial di Mediterranean. Akhirnya, menjadi bahasa dunia, dunia Islam.
Tata bahasa Abad Pertengahan sering didiskreditkan karena dugaan mereka fokus pada aspek formal bahasa dan ketidakpedulian mereka untuk berbicara dan penggunaannya. Tetapi pengertian penggunaan sebagai kriteria bahasa, yang mana untuk mendominasi teori dan praktek sastrawan Renaissance, sebenarnya sudah ditemukan di Anselmus dari De Grammatico, Canterbury,  di Anselm membedakan antara bahasa ilmiah dan bahasa biasa. Demikian pula, di De signis, diyakini sebagai bagian dari Opus majus Roger Bacon, penggunaan diperlakukan sebagai spesifik modalitas impositio, disebut kebetulan, yang berbeda dari pengenaan yang disengaja.
Sirridge (1995) telah memberikan bukti adanya polaritas analog antara
alam dan konvensi dalam kontemporer dari Boethius, John dari Denmark. Di dalam dirinya, kasus materi artikulasi vokal adalah titik di mana struktur linguistik umum menghasilkan keragaman bahasa. Manusia memiliki kesamaan dengan hewan, hasrat ‘selera dan imajinatif’ untuk vokalisasi. Tapi hanya terjadi pada manusia apakah ini mengarah ke sebuah artikulasi internal yang bahkan terlihat bodoh , dan kemudian diartikulasikan yang sesuai.
Risalah Dante Alighieri tentang kefasihan vernakular (De vulgari eloquentia) adalah kedua deskripsi sistematis pertama dari bahasa dan garis tentatif dari sebuah teori umum yaitu vernaculars. Dalam pemetaannya dialek Italia (I, ix, 4–7; x, 5–8), menekankan tidak hanya perbedaan regional, tetapi juga lebih banyak lokal, seperti mereka yang berada antara kota tetangga atau bahkan antara lingkungan yang berbeda dari kota yang sama. Perbedaan-perbedaan lokal ini, kata Dante, telah berkembang secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang, mulai dari kutukan Babel. Mereka sangat tak terlihat bahwa pembicara lokal gagal mencatat perubahan.
Selama berabad-abad, Babel dipanggil menjelaskan misteri antropologi kesatuan manusia dalam keberagaman, apakah dalam ras, bahasa, agama, atau adat istiadat. Dalam tradisi Yahudi-Kristen, Babel adalah lebih dari sekedar kebiasaan retorik atau eksploratif empiris yang nyaman prinsip, lebih tepatnya adalah peristiwa pendirian sejarah sekuler, menandai berbatasan dengan sejarah suci, acara setelah penjelasan empiris tentang kejadian manusia menjadi sah dan masuk akal.
De vulgari eloquentia adalah ringkasan sejarah linguistik kontemporer.
Dante mendalilkan keberadaan satu bahasa Eropa kuno sebagai sumber dari tiga kelompok bahasa utama di Eropa: bahasa Jermanik, Yunani, dan apa yang kami sebut bahasa Roman. Untuk Dante, yang terakhir miliki sebuah sumber umum yang bukan bahasa Latin tetapi mungkin suatu bahasa yang merupakan sastra Bahasa Latin adalah bentuk kodifikasi tata bahasa (I, ix, 2).
Tata bahasa Italia dan Spanyol pertama muncul pada akhir abad ke-14, menandakan awal dari  produksi buku-buku tata bahasa, leksikon, dan ejaan yang tumbuh secara signifikan di abad berikutnya. Diagram dalam Auroux (1994: 74-75), menyediakan representasi visual yang baik dari produksi ini. Prosesnya diperpanjang secara bertahap ke bahasa dari benua lain, terutama dari penduduk asli Amerika, semakin dideskripsikan terutama oleh para misionaris Spanyol. Baggioni (1997) tanggal 'revolusi ekolinguistik' pertama hingga abad ke-15 dan ke-16: teritorial redistribusi bahasa karena penyebaran pencetakan dan peningkatan
kompetisi melawan bahasa Latin dari vernaculars dalam administrasi, sastra dan
diskursus ilmiah, dan bahkan wacana keagamaan, terutama setelah Reformasi.
Revolusi ekolinguistik kedua terjadi pada abad ke-19, kapan
negara-negara bangsa mulai menyatukan wilayah mereka juga secara linguistik melalui peningkatan sekolah dan pembentukan struktur administrasi yang homogen.
Penyebaran vernaculars dan kontak langsung dengan keragaman linguistik tidak mencegah sarjana Renaisans melanjutkan pencarian asli
bahasa kesatuan. Padahal kecenderungannya bisa dikaitkan dengan nostalgia untuk seorang Eden kondisi, untuk mukjizat Pantekosta, dan keinginan untuk menemukan kembali bahasa ibu, itu juga diantisipasi sampai batas tertentu ilmu pengetahuan modern pendekatan komparatif..
Dalam sejarah filologi, akhir Abad Pertengahan hingga awal abad ke-19 tradisi teolinguistik memainkan peran penting menyebabkan para ilmuwan mengidentifikasi bahasa Ibrani sebagai bahasa ibu manusia dan mencari konfirmasi Alkitabiah acara melalui perbandingan linguistik. Keutamaan bahasa Ibrani adalah yang pertama dipertanyakan pada pertengahan abad ke-17, ketika apa yang disebut hipotesis Scythian mulai mendapatkan kredit, yaitu gagasan bahwa semua bahasa yang kemudian disebut Indo-Eropa memiliki asal yang sama di wilayah yang terletak di utara Laut Hitam (Scythia). Bahasa-bahasa ini dengan demikian dibedakan dari bahasa Ibrani, yang mana diidentifikasi sebagai bahasa 'Aramaic' (yaitu Semit).
Dalam sejarah filologi, dari akhir Abad Pertengahan hingga awal abad ke-19 tradisi teolinguistik memainkan peran penting menyebabkan para ilmuwan mengidentifikasi Bahasa Ibrani sebagai bahasa ibu manusia dan mencari konfirmasi Alkitabiah dengan cara melalui perbandingan linguistik.
Pertimbangan pada batas semantik adalah yang pertama, mendasar
aspek filosofi Leibniz. Dalam bahasa buatan, tanda itu bisa
benar-benar sewenang-wenang. Tetapi dalam bahasa alami, bahasa ini relatif dikondisikan oleh penyebab lainnya, yaitu dengan alasan yang melekat pada pembentukan kata-kata. Penyebab paling sering dikutip oleh Leibniz adalah korespondensi antara bunyi dan kasih sayang internal, yang memanifestasikan dirinya dalam onomatopoeia. Bahasa tidak terbentuk ex instituto atau oleh hukum. Mereka berkembang dari dorongan alami manusia,
Teori onomatopoeia sebagai ciri khas dari bahasa asli
dan prinsip yang mendasari bahasa-bahasa selanjutnya memiliki sejarah panjang. Seperti yang kita miliki dilihat, itu tanggal kembali ke Plato Cratylus dan ilmu etimologi dariStoa, dan telah diwariskan kepada keturunan oleh Isidore dari Seville dan Ensiklopedis abad pertengahan.
Gensini (1995) menjelaskan jalinan antara Leibniz dengan alam dan
sewenang-wenang dalam produksi linguistik dengan pengaruh Epicurus dan
tradisi Epicureanisme yang dimediasi di mana linguistik kuno
naturalisme diwariskan ke pemikiran modern. Namun, gagasan tentang
simbolisme suara, yang mungkin diambil Leibniz dari Epicurus, bukan
hanya membatasi pada kesewenang-wenangan tanda-tanda. Batas lain yang lebih radikal adalah sintaksis: ‘proporsi’ antara tekstur tanda dan tekstur benda. Ini,
juga, adalah batasan alami.
Dalam tulisan Leibniz, gagasan tentang makna muncul dalam berbagai konteks. Gensini (2000: 23–34).
Perbedaan antara makna leksikal (significatio, significatus) dan
yang berarti dalam konteks (sensus). Menurut Gensini, Leibniz khususnya
sensitif terhadap perbedaan ini, sudah diuraikan oleh semantik Abad Pertengahan, pada penjelasan tentang minatnya dalam hermeneutika yuridis: analisis makna kata-kata yang berinteraksi dalam suatu teks sangat menentukan dalam penafsiran hukum;
Peran kiasan (metafora, metonimi, synecdoche, dll.) dalam transformasi
berarti;
Perbedaan antara kata-kata (verba) yang digunakan dalam bahasa sehari-hari, secara semantis terbuka, dan istilah yang didefinisikan secara kaku (termini) dari bahasa ilmiah;
ketidaksempurnaan bahasa sehari-hari dan bagaimana mereka digunakan dalam komunikasi;
Kurangnya logika dikompensasi oleh kekuatan imajinasi,
ekspresi idiomatis yang akrab, dan berbagi pengetahuan tentang materi pelajaran.
Kekuatan yang harus kita bicarakan tentang hal-hal yang tidak dapat kita miliki
gambar mental (misalnya: poligon dengan seribu sisi), dan
kekuatan yang kita miliki untuk mengantisipasi dan memadatkan pikiran.
Proyek-proyek mengenai bahasa buatan adalah pertanyaan yang banyak diperdebatkan di pada waktu Leibniz. Dalam bahasa buatan
proyek, motivasi praktis - menyatukan komunitas para sarjana terfragmentasi
oleh munculnya vernaculars, membebaskan komunikasi yang dipelajari dari
ambiguitas bahasa sehari-hari - dikaitkan dengan yang religius, seperti
konversi populasi non-Kristen di abad 13 dan 14, sebagai
dalam kasus Ars magna Ramón Lull, atau, kemudian, menyatukan kembali berbagai Pengakuan Kristen, dibagi dengan perang agama. Adapun ilmu mistik,
teori tentang asal ilahi alam semesta simbolis, yang telah dipicu
pada dekade awal abad ke-17 oleh popularitas mistik Jerman
Jacob Boehme, tidak bertentangan dengan representasi alam saat ini sebagai a
khotbah oleh Tuhan untuk makhluk-Nya. Akhirnya, baik pembangunan bahasa yang sempurna dan rekonstruksi simbolisme alamiah yang diwakili tanggapan terhadap skeptisisme linguistik.
Dari awal hingga akhir Renaisans, para intelektual menunjukkan sikap ambivalensi terhadap bahasa biasa. Perwakilan utama ilmu Humanitatis
seperti Lorenzo Valla dan filsuf seperti Mario Nizolio mempresentasikannya sebagai dari wacana yang wajar dan menentangnya seperti jargon
sekolah.

 Filosofi Sejarah, Filsafat Bahasa
Asal-usul tradisi 'logomistik' dapat ditelusuri ke tulisan-tulisan
Pseudo-Dionysius dan sinkretisme Yahudi-Kristen Melalui Platonis abad pertengahan, telah menembus budaya humanistik, seperti dalam kasus Pico
della Mirandola, dan telah menemukan tradisi Kabbala, sistem teosofi yang dikembangkan dalam komunitas Yahudi Eropa pada tanggal 12 dan 13 berabad-abad, dengan interpretasi mistis dan simbolis dari Pentateuch.
Vico's Scienza Nuova (The Science baru, diterbitkan dalam dua versi, 1725, 1744: lihat Vico 1984, Vico 2002). Bahasa adalah bagian penting dari studi hukum alam, karenahukum itu sendiri diwujudkan dalam bentuk bahasa, dan bahasa telah disertai semua fase pengembangan institusi. Sejarah sekuler dimulai dengan Banjir, yang menghasilkan keturunan laki-laki seperti hewan, kekurangan akal, dan didorong oleh sensualitas dan fantasi. Karena pengetahuan mereka tercapai melalui fantasi, itu adalah 'logika puitis', berdasarkan personifikasi kekuatan alam. Ini adalah zaman para dewa; diikuti oleh usia para pahlawan, yaitu,
fase kekuasaan patriarkal dan aristokrat, dan akhirnya, oleh zaman manusia, dengan munculnya alasan dan pembentukan republik. Sama halnya dengan bahasa
pergi dari ekspresi diam berdasarkan gerakan dan representasi simbol,
untuk prosedur sensual simbolis khas dari mentalitas primitif, dan
akhirnya ke ekspresi pengertian abstrak. Contoh dari proses ini adalah nyata
hukum harta benda. Akuisisi lapangan di Yunani didasarkan pada interpretasi
tanda-tanda ilahi; dalam hukum Romawi awal, Dua Belas Tabel membutuhkan akuisisi.
Dalam komunitas primitif, bahasa, bersama dengan dewa dan hukum,
berkontribusi pada identitas kelompok. Mereka yang mengendalikan mereka membentuk kasta dari patres, yang bisa berbicara dengan para dewa melalui ritual. Jadi, hak aristokratis didirikan pada monopoli bahasa dan secara bertahap hilang karena bahasa diperpanjang ke kelas bawah. Hukum kemudian dapat diekspresikan secara umum bahasa, tidak lagi sakral dan misterius. Berakhirnya monopoli bahasa
menandai awal dari pemerintahan persamaan dan linguistik dan yuridis
konvensi. Manusia primitif tidak mampu mengabstraksikan, membedakan, dan
membandingkan konsep. Dengan demikian, mereka terikat pada materialitas dari formula di mana norma-norma yuridis pertama dilemparkan, dan sangat dihormati
surat perjanjian, hukum, dan sumpah. Dengan munculnya rasionalitas, kata-kata hilang materialitas mereka; mereka menjadi tanda-tanda konvensional dan mencapai status konsep universal. Orang-orang sekarang adalah tuan dari kata-kata, karena merekaartinya dinegosiasikan melalui pertukaran verbal dalam komunitas.
Ilmu mystik merasuki teori linguistik dalam berbagai bentuk. Konsep Matematis, misalnya, dilihat sebagai manifestasi langsung dari beberapa ilmu, dan
pengetahuan matematika bertentangan dengan pengetahuan tentang bentuk-bentuk alami, terkondisi oleh modalitas pengalaman tubuh dan oleh penggunaan bahasa umum.
Pada abad 16 dan 17, doktrin jus naturae, yaitu dari suatu bilangan hak alami asli milik manusia, telah menciptakan minat baru dalam cara hidup pra-institusional, keadaan alam, dan asal-usul institusi. Hipotesis tentang asal-usul kemanusiaan dibahas dalam risalah filsafat politik dan hukum, seperti karya terkenal tentang hukum alam dan bangsa oleh Samuel Pufendorf (De iure naturae et gentium, 1672).
Vico mengambil analogi antara bahasa dan institusi lain bahkan
lebih lanjut. Sama seperti ada kesinambungan antara hukum alam dan hukum positif, jadi apakah ada komponen alami dalam bahasa konvensional, inti 'puitis', yang terus aktif dalam bahasa modern dan dapat dibuktikan oleh
etimologi. Karena ketidakmampuan mereka untuk berpikir dalam istilah abstrak, pria primitif lebih rentan untuk merasakan analogi antara hal-hal yang berbeda dan karenanya untuk temukan metafora.
Dalam bahasa primitif laki-laki, bagaimanapun, mereka adalah kebutuhan alam. Teori bahasa Vico konsisten dengan metafisikanya, terbagi
antara keunggulan pikiran murni dan tekanan dari dorongan tubuh. Ini
Ketegangan menyebabkan Vico menjadi bukti lemahnya pemikiran manusia, yaitu,
kelemahan pikiran yang kekuatannya “berakar di dalam tubuh dan menariknya
kekuatan dari itu ”(Vico 1984: 313), dan untuk melihat bahasa sebagai proses yang melelahkan percobaan dan kesaalahan, yang mengikuti di belakang setiap pikiran yang baru lahir. Bahasa adalah sistem strategi adaptif. Tradisi materialis zaman klasik telah menyoroti fungsi imajinasi dan gairah dalam asal-usul bahasa.
Teori Epicurus ditemukan kembali pada abad ke-17 oleh para ahli dalam hukum alam, sarjana Alkitab filologi, dan filsuf seperti Gassendi dan Hobbes. Vico, Epicurus hebat musuh, mengambil teori Epicurus lebih jauh; imajinasi dan semangat tidak hanya menghasilkan bentuk-bentuk ekspresi pertama tetapi terletak pada inti linguistik.

Mutasi dari Trivium
Model anti-retoris Augustine mempertahangkan kriteria
untuk praktek pengkhotbah dan sebagai prinsip etika profesional mereka. Sebuah
ucapan yang sangat ringkas dari kriteria yang disediakan pada abad ke-12
Teolog Perancis, Alain dari Lille, dalam bukunya Regulae (xxxiv). Pengkhotbah harus mengikuti penggunaan, karena Gereja menolak inovasi verbal duniawi. Mereka ucapan harus mudah dimengerti, karena ditujukan untuk semua orang, dan
"Sesuai dengan hal-hal yang dibicarakannya". Tujuan-tujuan yang tidak masuk akal ini sejalan dengan posisi subordinat retorika dalam kurikulum pendidikan kontemporer.
Pada prinsipnya peningkatan emansipasi ilmu linguistik ini seharusnya telah membawa kemerdekaan mereka dari logika. Padahal, bagaimanapun, perkembangan ini terhambat untuk waktu yang lama oleh otoritas Latin. Itu sudah biasa percaya bahwa, seperti yang dikatakan Dante di Convivio (The Banquet, I, v), bahasa Latin, seperti logika, ‘Abadi dan tidak fana’. Ini mungkin tampak aneh, mengingat transformasi bahwa bahasa Latin Abad Pertengahan sedang mengalami, karena faktor-faktor seperti pengaruh dari vernaculars, praktik linguistik baru yang terkait dengan kelahiran kembali kota-kota, dan pertukaran ekonomi yang semakin kompleks setelah tahun 1000.
Pada abad ke-17, gagasan tentang tata bahasa universal dimanfaatkan oleh
Tommaso Campanella, antara lain, sebagai cabang dari 'filsafat rasional' dan
dipisahkan dari tata bahasa sipil berdasarkan otoritas klasik.
Kontinuitas dengan tata bahasa spekulatif (kesinambungan yang kuat menurut Seuren 1998: 30–48) dapat diperdebatkan dengan lebih meyakinkan dalam kasus yang disebut tata bahasa umum. Dua teks pendiri dalam tradisi ini adalah
Grammaire générale et raisonnée oleh Arnauld dan Lancelot (1660) dan Logika
oleh Arnauld dan Nicole, yang dikandung sebagai 'seni berpikir' (Logique ou art de
penser, 1662).
Grammaire dan Logique membawa redistribusi peran di antara
kesenian kuno dari trivium. Grammaire adalah teori bagian-bagian pidato,
didahului oleh bab tentang prinsip-prinsip fonetik. Logique bergerak dalam
perspektif filosofis yang lebih luas. Ini memperhitungkan korespondensi
antara struktur penilaian dan struktur proposisi, dan
termasuk semantik, yaitu domain 'mengandung' sebagai tindakan yang mendahului
menilai. Rhétorique karya Lamy melampaui batas-batas tradisional
disiplin. Ini merupakan teori umum bahasa, mengambil studi tentangnya
asal dan sejarah, semiotika termasuk simbolisme suara, klasifikasi dari
bagian pidato, teori kiasan sebagai prinsip perubahan semantik, dan, akhirnya,
teori persuasi berdasarkan psikofisiologi Cartesian.
Meskipun ada kontinuitas, perbedaan mendasar tetap ada
Tata bahasa umum abad 17 dan 18 serta tata bahasa spekulatif.
Secara umum tata bahasa representasi pemikiran tidak dikaitkan dengan 'apa pun
komunitas alami dengan dunia yang mereka wakili '(Auroux 1986: 106). Di
tata bahasa spekulatif, sebaliknya, dasar ontologis tata bahasa dipastikan oleh
korespondensi antara modi essendi dan modi intelligendi. Secara umum
tata bahasa yang tersisa adalah korelasi antara operasi mental dan
struktur bahasa, sebagaimana dirangkum dalam judul bab dari Grammaire
Port-Royal (II, i): 'Untuk memahami dasar-dasar tata bahasa, penting untuk
tahu apa yang terjadi di pikiran kita.
Dalam klasifikasi ilmu yang diajukan oleh teolog Robert Kilwardby, siapa
mengajar tata bahasa dan logika di Paris, retorika hanya satu langkah di atas seni panduan (De ortu scientiarium). Poetics tidak kurang memiliki status yang tidak pasti; itu sering terjadi direduksi menjadi grammar atau dipelajari sebagai genre retoris bersama dengan ars dictaminis (seni menulis prosa) dan ars praedicandi (seni berkhotbah [Murphy 1974: 135–193]).
Namun, prestise retorika tetap tidak dipertanyakan dalam bahasa Italia
universitas, di mana keakraban dengan karya Cicero tersebar luas. Cicero
adalah otoritas terbesar dalam retorika hingga abad ke-13, ketika Aristoteles
Retorika mulai dikenal melalui komentar Arab dan kemudian beredar
dalam terjemahan (Dahan 1998). Untuk Cicero, retorika adalah puncaknya
hubungan sipil. Di Italia, prinsip ini mempengaruhi profesi hukum dan
praktek chanceries, dan dibudidayakan dan diumumkan pada tanggal 13 dan 14
abad oleh orang-orang dari surat seperti Brunetto Latini dan Francesco Petrarca.
Penemuan versi integral dari oratoria Institutio Quintilian di 1416 dan, tak lama setelah itu, dari orator De Cicero dan Oratoribus De Titus, berjalan seiring dengan studi langsung dari tradisi Yunani, disebarkan oleh Imigran Bizantium ke Barat. Melalui tulisan-tulisan salah satunya, George dari Trebizond, bersama dengan Lorenzo Valla, Julius Caesar  caliger, Speroni Speroni dan banyak lagi yang lain, ‘pencerahan kebenaran baru’ (Lardet 1986: 92) dirayakan di Budaya Italia antara abad ke-15 dan ke-16; kedekatan contoh-contoh (monstrare) menang atas kelambanan pemberontakan demonstran.
Revolusi memiliki dampak penting di seluruh Eropa. Beberapa tugas tradisional dialektika ditugaskan untuk retorika, dan ini akhirnya efek membebaskan pada logika, yang berhenti menjadi ars disputandi dan diperoleh peran modernnya dari teori penyelidikan umum. Di sisi lain, logika telah berkembang sebagai ilmu formal yang berbeda dari ilmu
bahasa, melalui ahli logika Inggris abad ke-14 pertama, dan kemudian di Paris
sekolah, berkat elaborasi gagasan bahasa mental dan sifatnya prioritas atas bahasa yang disuarakan (Biard 1989: 67-68).
Bahasa Latin dikenakan variasi diakronis yang diperoleh kredit hanya pada abad ke-15, dengan perkembangan Humanistik program 'restorasinya', sementara pada saat yang sama Humanisme, mengatur Klasik latin sebagai model yang sempurna dan tidak bisa dicapai, cenderung membangun yang baru ide meta-historis bahasa. Risalah Lorenzo Valla tentang 'keanggunan' dari Bahasa Latin (Elegantiae linguae latinae) adalah teks kanonik dari ini
perspektif, yang harus dibaca berdampingan Dialecticae, di mana
Valla menyerang prosedur dan bahasa teknis Skolastik dan set
maju dengan teori argumentasi sendiri, berdasarkan pada contoh yang meyakinkan dan keampuhan dari enthymemes. 'Pesona abad pertengahan dengan logika' (Giard
1984: 42–43), dicabut oleh gagasan penggunaan sebagai kriteria tertinggi.
Filologi dibentuk sebagai seni kritis tertinggi. Nizolio resor untuk itu mengadvokasi posisi nominalis dalam perdebatan tentang universal, subjek tradisional dari dialektika. Universal adalah nama yang digunakan secara figuratif untuk menunjuk pluralitas entitas individu. Ini ditunjukkan oleh praktek Yunani dan Latin penulis klasik yang tidak ragu menggunakan infleksi jamak untuk keduanya kata-kata yang menunjukkan universal ("Quicquid patimur mortale genus..."), dan mereka menunjukkan keragaman yang sebenarnya ("Sic dixeruntmultitudo ..." [Nizolio 1956: 41-54]).
Dari seni wacana, tata bahasa terlibat dalam hal
perubahan epistemologis. Model tata bahasa Modistae sudah ada
diserang pada abad ke-14 dan menjadi usang pada abad berikutnya.
Namun, sulit untuk mengatakan pada tingkat apa tata bahasa Latin yang paling penting. Renaissance dipengaruhi oleh model Abad Pertengahan.
Tata bahasa universal, sebagai teori prinsip-prinsip yang mengatur konstruksi kalimat dalam bahasa apa pun, selalu mengandaikan keberadaan bahasa
universal, yaitu, ciri-ciri umum dalam semua bahasa yang ada atau bisa dibayangkan. Noam Chomsky (1966) mengusulkan tata bahasa Port-Royal dan secara umum, 'Linguistik Cartesian' atau rasionalis, sebagai preseden untuk generasinya sendiri tata bahasa (lihat 8.1 di bawah). Bahkan, sepanjang abad ke-17 dan seterusnya, para gagasan tentang struktur dalam yang umum untuk semua bahasa juga tersebar luas di kalangan pengikut Empirisme, seperti Locke, Condillac, dan lainnya.
Pada akar teori bagian-bagian tuturan terdapat teori bahasa sebagai
terjemahan (Auroux 1986), gagasan bahwa urutan kata adalah cerminan dari sebuah
urutan pemikiran. Menurut teori ini, unit-unit bahasa berbicara dalam semua bahasa
sesuai dengan unit pemikiran dan harus sesuai digunakan sesuai dengan
kriteria gramatikalitas. Prinsip ini dapat didefinisikan dengan benar sebagai linguistik universal. Tetapi sementara semua bahasa memiliki bagian-bagian pidato, tidak semua bahasa memiliki semuanya bagian-bagian pidato; dengan kata lain, tidak semua bahasa mengaktualisasikan universal dengan cara yang sama; memang ada beberapa bahasa di mana universal yang diberikan tetap ada hanya potensi. Dengan kata lain, itu bukan bagian dari pidato atau gramatikal kategori, tetapi fungsi yang mendasari yang universal. Beberapa contohnya disediakan oleh Beauzée. Tidak semua bahasa menggunakan artikel, tetapi semuanya teraktualisasi artikel fungsi ada dalam bahasa tertentu, yaitu, untuk menunjukkan
entitas individu dimana nama umum diterapkan. Temporalitas sangat penting
ke kata kerja, tetapi diaktualisasikan dengan cara yang sangat berbeda dalam bahasa yang berbeda (Beauzée, Gramm., I, 423–424). Adapun nomor, yang penting adalah penggunaan (universal) tunggal dan jamak.
Ucapan adalah bagian dari alat bahasa yang digunakan untuk menganalisa pemikiran. Mereka muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuan di antara individu dan populasi. Meskipun mereka berbeda dari satu bahasa ke bahasa lainnya, mereka tidak sewenang-wenang.
Mempelajari tata bahasa berarti mempelajari metode yang digunakan manusia untuk menganalisa pemikiran: 'Sistem bahasa dimasukkan ke dalam setiap orang yang berbicara' (hlm. 63).
Linguistik historiography telah lama menetapkan posisi Condillac, bermerek sebagai rasionalistik, bertentangan dengan pendekatan induktif komparatif penelitian bahasa. Dengan demikian, sebuah divisi telah dibentuk antara (biasanya Perancis) tradisi tata bahasa umum dan sejarah (secara umum Jerman)
sekolah komparatif yang berkembang pada awal abad ke-19.
Bagi Beauzée, urutan analitis adalah cara di mana 'sebagian ide dimiliki
pikiran yang sama dihubungkan secara berurutan berdasarkan hubungan yang terhubung mereka satu sama lain dan untuk keseluruhan '(Beauzée, Gramm. I, vii).

Pikiran, Bahasa
Pada abad ke-18 begitu sedikit yang sarjana merasakan kontradiksi antara
pendekatan historis, naturalistik, genetika dan semantik, kognitif, sinkronis
salah satu yang keduanya tidak pernah terpisah. Para filsuf mengembangkan sejarah
semantik mengikuti tradisi naturalistik yang sama yang telah mengilhami Leibniz,
dan semantik kognitif mengikuti filosofi pikiran Locke. Keduanya
pendekatan berjalan seiring dan bersama-sama mereka melayani untuk menjelaskan hal-hal ganda asal bahasa, alam dan sejarah, institusional dan mental.
Pada 1660, Port-Royal Grammar meresmikan tradisi belajar dalam filsafat
tata bahasa. Tiga puluh tahun kemudian, pada 1690, teks lain menjadi
kanonikal diterbitkan, Esai John Locke tentang Pemahaman yang manusiawi.
Tema sentral dalam filsafat pikiran Locke adalah kekuatan bahasa
mengklasifikasikan dunia yang bisa diketahui, kemandirian relatifnya dari berbagai hal, dankonsekuen kesewenang-wenangan pada tanda-tanda linguistik. Dalam definisi tentang tanda Locke tidak hanya mencakup kata-kata tetapi juga representasi (gagasan) objek, peristiwa, dan relasi.
Sebagian besar kosakata kita terdiri dari kata-kata umum. Bahasa hanya berdasarkan nama yang tepat akan melebihi batas 108 Sejarah Filsafat Bahasa mengenai ingatan manusia. Selanjutnya, nama hanya dapat dimengerti karena memang bersifat  umum, yaitu antar-subjektif mereka mengacu pada koleksi entitas yang tidak tentu sama untuk semua lawan bicaranya. Asal mereka dapat dijelaskan serta mengamati cara fungsi abstrak dari pikiran. Inti dari jenis (atau kelas, atau sejenisnya) mengenai  hal-hal individu sesuai dengan abstrak
ide, atau esensi nominal, yang ditunjuk oleh sebuah nama.
Kategorisasi mental adalah kegiatan semiotik, dan proses produksi linguistik proses meniru, sehingga untuk berbicara  proses di mana kita membangun pengalaman.Semuanya berasal dari tanda ide-ide yang masuk akal dan mereka yang dimanfaatkan untuk tindakan dan gagasan cukup dihilangkan dari akal,  yang telah bangkit dari sana, dan dari ide-ide yang masuk akal yang jelas ditransfer ke signifikansi lebih sulit dimengerti, dan dibuat berdiri untuk ide-ide yang datang tidak di bawah kesadaran indera kita
Bahasa dan filsafat dari Renaissance ke Pencerahan 109 mereka sesuai dengan ide-ide kompleks, yaitu kumpulan ide yang tidak terjadi di antara orang lain. Ada beberapa kasus di mana kamus dwibahasa menunjukkan korespondensi antara kata-kata yang artinya sebenarnya berbeda. Misalnya, kata-kata Latin hora, pes, libra berhubungan dengan ide-ide yang secara substansial berbeda dari yang diindikasikan oleh bahasa Inggris mereka setara dengan jam, kaki, pound. Perbedaan ini antara tampaknya analog kata-kata dalam bahasa yang berbeda adalah konsekuensi dari kompleksitas ide yang mereka kaitkan. Banyak kata adalah "kumpulan gagasan yang disatukan pada kesenangan pikiran mengejar ujung wacana sendiri ”, bergabung“ tanpa aturan atau pola apa pun ”(ibid., III / ix, 7). Dalam hal demikian, nama adalah satu-satunya jaminan persistensi dan kesatuan ide.
Makna adalah hasil dari penggunaan saat ini, bahasa yang diadopsi dan
kebutuhan praktis komunikasi yang membuat beberapa aspek
110 Sejarah Filsafat Bahasa. Hal yang dimaksud relevan dan yang lain tidak relevan. Ini memberi bahasa kekuatan atas pemikiran bahwa itu tidak akan ada jika kata-kata adalah terjemahan sederhana makna stabil berdasarkan esensi nyata. Pikiran demikian sebagian ditentukan oleh bahasa; berbagai bahasa alami membawa kita untuk memahami realitas, mengklasifikasikan hal-hal dalam cara-cara tertentu daripada yang lain.
Penggunaan kata-kata yang telah kehilangan rujukan asli tanpa lawan bicara menyadari, ketidakjelasan yang disengaja, termasuk semua kasus penyalahgunaan kata-kata. Tren ini dapat dimentahkan melalui penggunaan bahasa yang kritis, yaitu, dengan beralih ke contoh dan definisi dan menggunakan kata-kata secara konsisten. Tetapi hanya sampai titik tertentu: “Untuk mengharuskan pria harus menggunakan kata-kata mereka secara konstan dalam arti yang sama, dan hanya untuk gagasan yang ditentukan dan seragam, akan berpikir bahwa semua pria harus memiliki gagasan yang sama, dan harus berbicara tentang apa pun kecuali apa yang mereka miliki jelas danide yang berbeda dari ”(Esai, III / xi, 2).
Pengamatan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Francis Bacon, dalam doktrinnya tentang idola mengkritisi jenis gambar terdistorsi  dari hal-hal yang dipendam dalam kata-kata. Hobob juga menjelaskan kesalahan dan penipuan yang dilakukan dan melalui bahasa. Karena ketidaktahuan atau kedengkian, alami
makna dikaitkan dengan kata-kata, seolah-olah mereka mengacu pada zat. Tetapi bijaksana pria tahu bahwa kata-kata hanyalah token yang digunakan untuk perhitungan hanya orang bodoh yang mengambil mereka sebagai koin yang bagus. Tema ini diambil oleh para filsuf Pencerahan, yang menggunakannya untuk menyerang Skolastisisme dan mempercayakan analisis ide dengan fungsi mencegah kekerasan dan penipuan, dalam filsafat
seperti dalam politik, muncul penggunaan bahasa yang salah.
Dalam teori Locke tentang nama umum kita mudah mengenali pertanyaan lama tentang sifat genera dan spesies (lihat 4.3 di atas). Tokoh Locke cenderung
untuk menafsirkan teorinya sebagai bentuk nominalisme radikal. Memang, dia tidak menghilangkan posisi realis dengan berdebat sebagai ketidaktahuannya terhadap esensi nyata, dan dia tentu tidak berurusan dengan prosedur pengkategorian dari ontologis perspektif, tetapi hanya dari operasi mental. Namun, pikiran, seperti yang dijelaskan oleh Locke, berperilaku berbeda tergantung pada apakah harus mengklasifikasikan Bahasa dan filsafat dari Renaisans hingga pada masa Pencerahan benda alami atau buatan, zat nyata atau abstrak. Ini adalah konseptualis pikiran, ketika mengklasifikasikan zat alami: ia melakukan survei kualitas dan, atas dasar ini, kemampuan dan tujuan praktisnya membangun sebuah
kelas, bagaimanapun, tetap kabur dan dapat dimodifikasi. Ini adalah nominalis yang mengklasifikasikan entitas yang dapat dipikirkan tetapi tidak dapat ditemukan secara empiris, oleh karena itu hanya ada berkat nama. Dengan kata lain apa yang Locke gambarkan adalah pikiran oportunis, yang mengadopsi strategi berbeda sesuai dengan tujuannya.
Selalu ada beberapa alasan praktis di balik munculnya kembali teori,
penggabungan kembali, aplikasi ulang, dan penerimaannya. Dalam kasus Locke, alasannya 'anti-realisme' -nya bersifat politis dan epistemologis. Pada abad ke-17,
perdebatan tentang hukum alam dan positif telah mengemukakan sifat dan institusi
(kontrak, perjanjian, dll) sebagai dua landasan teoritis otoritas. Di
ranah institusi, bahasa adalah kriteria tertinggi untuk penilaian nilai;
satu-satunya cara untuk mengevaluasi keadilan suatu tindakan adalah dengan mengajukan banding ke hal yang positif norma yang menentukan kata-kata apa yang tepat dan tidak adil.
Prinsip panduan kedua di balik semiotika Locke adalah kebutuhan untuk
menetapkan teori bahasa yang memadai untuk epistemologi baru. Masalah
adalah menjelaskan apa yang tetap tidak berubah dalam zat alami ketika mereka
mengalami perubahan fisik dan kimia. Untuk Locke, dasar keabadian
bukan 'bentuk substansial', yaitu, bentuk yang membuat sesuatu apa adanya,
sebagai filsuf skolastik telah dipelihara. Apa yang memungkinkan kita untuk menjaga gagasan tetap stabil dalam pikiran kita terlepas dari semua perubahan dan transformasi hal-hal adalah denominasi spesifik dari berbagai status materi (esensi nominal).
Dengan demikian, itu bukan esensi nyata yang membuat pengetahuan menjadi mungkin, yaitu alam analisis terakhir, kami menggunakan nama.
Dari sekian banyak polemik yang dipicu oleh 'nominalisme' Locke, saya hanya akan menyebut salah satu yang terutama berkaitan dengan diskusi kita: kritik Leibniz, diarahkan untuk membatasi (tidak mengingkari) peran kesewenang-wenangan.
Ketidaksepakatan antara Locke dan Leibniz pada bahasa alami tidak
radikal. Keduanya setuju bahwa proses psikologis alamiah aktif
di genesis mereka. Di antara proses-proses ini, Locke memiliki kecenderungan untuk berpikir secara metafora menjadi dominan, sedangkan Leibniz fokus untuk mekanisme phono-simbolik.

Penggunaan Semantik
Teori bahasa Berkeley harus dibaca dengan latar belakangnya
kritik terhadap gagasan Locke tentang gagasan abstrak umum. Untuk Berkeley tidak ada ide umum selain yang digunakan sebagai nama untuk kelas objek.
Esai tentang Teori Baru Visi (1709) hubungan di antara tanda-tanda linguistik adalah direduksi menjadi kasus khusus dari relasi yang ada di antara ide-ide heterogen (misalnya, ide-ide yang berkaitan dengan perasaan yang berbeda), yang tidak pernah berhubungan melalui kesamaan atau kausalitas, tetapi hanya melalui kebiasaan kejadian.
Komunikasi pada akhirnya diberikan oleh
intervensi pikiran ilahi. 'Bahasa' dari fungsi persepsi bahkan tidak adanya referensi material, karena sistem representasi yang lebih tinggi
sedang bekerja dalam persepsi. Sistem ini adalah pemikiran Tuhan. Di balik persepsi dan pengelompokan mereka yang sewenang-wenang ada Subjek yang berpikir (dan ‘berbicara’ juga lewat bentuk yang terlihat alam) dan dengan demikian menciptakan rujukan untuk bahasa itu sendiri tidak berlabuh ke dunia material benda apa pun.
Sedangkan Berkeley memiliki pemikiran ilahi untuk menjelaskan yang tidak material bagaimana tanda-tanda dapat digunakan untuk berbicara tentang berbagai hal dan untuk menimbulkan kepercayaan dan perilaku mengenai hal-hal, David Hume resor menjelaskan kebiasaan dan penggunaan dalam fungsi bahasa. Fungsi nama tidak ditampilkan, atau mewakili, semua entitas individu milik kelas tertentu, atau ide-ide itu ada dalam pikiran pembicara.
Hume fokus pada perspektif pendengar dibandingkan dengan pembicara. Apa yang terjadi ketika kami mendengar nama? Bagaimana itu? itu berarti sesuatu untuk kita? Untuk Hume, itu adalah kebiasaan yang menuntun kita untuk menerapkannya nama, sesuai dengan tujuan dan kebutuhan kita, kepada salah satu entitas individu bahasa itu telah membuat kita terbiasa untuk mengaitkannya. Artinya, singkatnya, adalah  potensi nama, yang aktualisasinya tergantung pada faktor pragmatis.
Dengan demikian, analisis bahasa sehari-hari menawarkan akses terbaik ke keadaan mental (berpikir, belajar, percaya, menginginkan, dll.) yang belum bisa didefinisikan secara logis jelas bagi semua orang yang berbagi bahasa tertentu. Penggunaan linguistik umum (yaitu, konsensus tentang arti kata-kata) adalah kriteria untuk menilai kebenaran kombinasi dari mana ide-ide umum berasal.
Burke, representasi dapat menjadi salah satu efek sekunder dari kata-kata, tetapi itu bukan yang paling penting. Seluruh kelas kata-kata tidak memiliki perwakilan nilai, dan ide (keabadian, tak terbatas, dll.) yang paling sedikit
representatif dan paling menggugah dari semuanya.
Ada sebuah perbedaan tak terelakkan antara simultanitas representasi dalam pemikiran dan suksesi suara dalam bahasa verbal.
Sebagaimana Burke (ibid.) Menjelaskan memang tidak mungkin, dalam kecepatan dan deretan kata-kata yang cepat dalam percakapan, untuk memiliki gagasan baik dari  kata dan dari hal itu diwakili. selain itu, beberapa kata, mengungkapkan esensi nyata, sangat tercampur orang lain dari umum dan nominal, bahwa hal itu tidak praktis untuk melompat dari akal untuk berpikir, dari khusus ke jenderal, dari hal-hal ke kata-kata, sedemikian cara untuk menjawab tujuan hidup, juga tidak perlu bahwa kita harus mengatakan bahwa kita dapat memahami kata-kata tanpa memiliki sedikit pun gagasan tentang hal-hal yang mereka wakili; kita bisa memahaminya dengan sangat baik untuk menggunakannya kembali, dalam acara yang sangat memadai, dalam konteks lain.
Cesare Beccaria juga menekankan otonomi kata-kata dari representasi.
Seiring waktu, tautan sintaksis yang semakin kompleks memungkinkan kata-kata untuk membangkitkannya lebih mudah, sedangkan persepsi korespondensi satu-ke-satu antara kata-kata dan ide menjadi redup.
Dalam bahasa tingkat lanjut rangkaian kata dan ide tidak lagi simetris. Penggunaan banyak kata dan kata-kata yang sangat akrab, yang sangat mudah menyarankan satu sama lain, menyelamatkan kita dari menaruh banyak perhatian pada ide-ide yang mereka wakili.

Kesalahan Penerjemahan
Bahasa diproduksi secara spontan atas dasar kebutuhan manusia dan dari
prasyarat alami yang dapat dianggap sebagai bahasa bawaan. Elemen terlahir dengan manusia dan elemen-elemen ini adalah organ yang menjadi Pengarang sifat Jadi, ada bahasa bawaan, meskipun ada tidak ada ide bawaan. Untuk prosedur analitis dasar yang diperlukan untuk setiap vital aktivitas perlu untuk unsur-unsur bahasa ada sebelum gagasan siap pakai.
Gagasan bahasa sebagai metode analisis terkadang disebut sebagai bukti
Rasionalisme abstrak Condillac, ketidakmampuan untuk memahami spontanitas
dalam proses linguistik. Kritik ini tidak memperhitungkan peran Condillac
untuk prosedur analitik di semua tingkat aktivitas mental. Ini muncul
jelas, misalnya, dalam Logique 1780-nya (karya terakhir yang diterbitkan selama itu seumur hidup) di mana dia berdiam di analisis sebagai 'satu-satunya metode untuk memperoleh pengetahuan'.
Berdasarkan prosedur pengkategorian spontan, bahasa 'dikembangkan, untuk berbicara, (ibid., 22). Dan sistem bahasa terus diadaptasi
sistem pengkategorian dalam filogenesis seperti dalam ontogenesis pada manusia.
Teori Condillac telah berangsur-angsur diuraikan, mulai dari miliknya
Essai (1746). Namun, ada inovasi penting. Dalam pekerjaan pertamanya, dia telah membuat survei filosofis yang menyapu, di mana bahasa tanda-tanda alam (gerakan, postur, suara inartikulata, yaitu, Bahasa action) dipahami sebagai tahap kronologis aktual dalam sejarah kemanusiaan.
Dalam Grammaire, tidak digambarkan sebagai tahap historis yang sebenarnya tetapi sebagai prakondisi teoritis komunikasi. Tanda-tanda komunikatif adalah buatan dari awal. Buatan, tetapi tidak sewenang-wenang, dapat dipahami, mereka harus mempertahankan analogi yang dekat dengan tanda-tanda alam. Seperti itulah kasusnya pantomim dan bahasa tuli-bisu, di mana tanda-tanda alam berada. Jadi untuk berbicara, diritualkan dan digunakan secara sadar untuk tujuan komunikatif.
Bahasa tanda-tanda alam secara spontan muncul sebagai respons terhadap rangsangan, untuk subyek yang menghasilkannya, simultanitas pikiran dan perasaan yang sama. Namun, ini tidak berlaku untuk lawan bicaranya, yang mendaftar dan memecahkan kode mereka berturut-turut.
Para pembicara dan penterjemah belajar menganalisa pemikiran mereka. Karena untuk menganalisa tidak ada yang lain selain mengamati secara berurutan, dan dengan cara yang teratur  Untuk memfasilitasi analisis, mereka 'membayangkan tanda-tanda baru, analog dengan tanda-tanda alam' (1986: 15–16; lihat juga 65–67). Ini, untuk Condillac, adalah asal mula bahasa.
Mengingat tempat ini, apa menjadi persyaratan bahasa? Ada
hanya satu persyaratan dasar: bahwa bahasa tersebut sesuai dengan kebutuhan
pembicara, bahwa itu membuat prosedur analitik mungkin yang memadai
kebutuhan mereka. Menjadi tidak cocok untuk tugas itu, ketika pikiran yang halus dan visioner memaksakan jargon yang membingungkan dan melipatgandakan bentuk-bentuk linguistik di luar kebutuhan.
Bukan kebetulan bahwa reformasi bahasa ilmiah dimulai dalam disiplin ilmu dimana metode analitik menjadi dominan, seperti matematika, kimia, dan fisika. Sebuah bien faite langue adalah prasyarat untuk seni penalaran; sains adalah 'bahasa buatan'. Bahasa yang dibuat dengan baik tidak ada hubungannya dengan bahasa buatan (Auroux 1981: X ii).
Alam bahasa terbuka dan disesuaikan dengan kebutuhan yang dapat berubah, mereka menolak formalisasi. Itu Fakta bahwa bahasa adalah metode analitis, yang memungkinkan pembongkaran dan penyusunan kembali pemikiran, tidak sedikit pun menyiratkan bahwa ia dapat direduksi menjadi beberapa bentuk perhitungan. Sebaliknya, ini adalah perhitungan  aljabar, misalnya, subjek karya Condillac yang terakhir dan belum lengkap La langue des calculs (The Bahasa Komputasi, 1798) - yang dapat direduksi menjadi bahasa; 'bukan itu
matematika yang berfungsi untuk mewakili bahasa, itu adalah tata bahasa yang berfungsi untuk mewakili matematika '(Auroux 1993: 130). analisis objeknya.
Logika adalah seni berpikir, yaitu, melakukan operasi mental dengan benar. Tata bahasa adalah bagian yang pertama dan utama justru karena berfungsi, sehingga untuk berbicara, untuk menyempurnakan alat. Tidak ada yang lebih jauh dari Condillac daripada gagasan pengalaman awalnya ditafsirkan dan dimediasi oleh bahasa.

Asal dan Sejarah Hewan Berbicara
Asal-usul bahasa, tanda yang tersisa pada mereka dan bahkan sebelum itu negara yang baru lahir dari fakultas bahasa adalah masalah teoritis yang tidak dapat dihindari untuk para filsuf zaman modern awal seperti Vico, Condillac, Rousseau,
Herder, Maupertuis, dan Condorcet.
Mempelajari asal-usul manusia berarti menyelidiki perbatasan antara hewan dan dunia manusia, dan kemungkinan bahwa manusia berevolusi dari yang asli dalam kondisi liar. Kekerabatan morfologis antara manusia dan hewan,
ditegakkan oleh tradisi Aristoteles dan Galenic, telah menemukan pendukung
bukti dalam hasil anatomi komparatif tahun 16 dan 17. Suara manusia (satu-satunya yang mampu mengartikulasikan kata-kata) menandai perbatasan antara hewan dan manusia dan pada saat yang sama titik di mana area keduanya saling tumpang tindih. Aspek ritmis dan intonasional dari bahasa manusia jejak komunikasi hewan, seperti ekspresi fisiognomik, gerak tubuh, dan menangis.
Komunikasi non-verbal bersaing dengan bahasa dalam variasi dan juga dipraktekkan oleh manusia, yang menggunakannya "Jari-huruf dan tata bahasa gerakan" (Montaigne 1991: 508). Peran dari dogmatis dapat dengan mudah ditugaskan untuk Descartes. Jiwa binatang, dia mempertahankan, hanya mampu tayangan, dan ini merangsang gejala murni tanggapan vokal, kurang kapasitas komposisi khas linguistic tanda-tanda.
Naluri manusia lebih mudah salah daripada itu hewan karena harus berurusan terus menerus dengan keadaan baru. Tapi tidak seperti itu
naluri hewan, yang hanya digunakan untuk tujuan praktis, naluri
manusia merangkul praktik dan teori itu sering membawa kita untuk 'memiliki firasat kebenaran, sebelum memahami demonstrasi '(ibid., 364).
Pemahaman hewan juga, mengikuti mekanisme stimulus-respons. Ini adalah prinsip yang dipegang oleh semua orang yang ingin menekankan perpecahan antara manusia dan bahasa binatang.
Di sisi lain, dualisme Cartesian dari jiwa dan tubuh melegitimasi
perbedaan antara operasi otomatis yang diatur secara kaku oleh hukum
fisika dan operasi bebas, diatur oleh prinsip inkorporeal. Gerauld de Cordemoy dalam Discours physique de la parole (Wacana Fisik tentang Pidato, 1668), dan banyak lainnya setelah dia, menggunakan prinsip ini untuk menjelaskan aspek bahasa yang lebih bebas dan kreatif. Hewan, seperti mesin bicara, akan selalu memancarkan suara dan hanya suara-suara yang telah deprogram untuk mengeluarkan. Mereka tidak memiliki prinsip dialogis yang memungkinkan kita untuk menyesuaikan ekspresi kita kepada orang-orang dari teman bicara.
Bahasa tindakan terdiri dari isyarat dan tangisan yang tidak jelas dan masih
menanggung jejaknya. Penggunaan tanda-tanda dilembagakan menetapkan memori dan imajinasi bebas dari kontingensi pengalaman indera, memungkinkan manusia
untuk menggunakannya dengan bebas, tidak seperti hewan lain, dan untuk mendapatkan akses ke apa yang disebut fakultas superior, yang berada di bawah judul refleksi.
Condillac berpendapat refleksi berasal dari perilaku naluriah. Manusia sangat bergantung pada naluri, yaitu kebiasaan yang diperoleh, automatisme yang menggantikan perilaku sadar. Dalam arti, setiap orang memiliki dua
pikiran. Yang pertama dipandu oleh kebiasaan dan mengatur kemampuan hewan kita berurusan dengan tugas yang berulang dan non-kreatif. Yang kedua dipandu oleh refleksi: itu pikiran yang mengeksplorasi, dirangsang oleh keinginan dan keingintahuan, bersemangat oleh rintangan dan kesalahan, bertekad untuk mendapatkan pengalaman baru dan pengetahuan baru. Keduanya pikiran, bagaimanapun, selalu beroperasi bersama. Berkat sinergi ini, misalnya, ahli matematika yang diserap dalam solusi teorema dapat berjalan
jalan-jalan kota Paris menghindari bahaya dan rintangan.                                            (Condillac 1947: 362–365).
Herder tidak mengalami kesulitan dalam menjelaskan kekhasan bahasa manusia mengacu pada fakultas refleksi, karena sejak awal ia jelas pantulan yang dibedakan dari naluri. Untuk Condillac, sebaliknya, perbedaannya antara manusia dan hewan adalah salah satu derajat dan bukan esensi. Manusia dan kode binatang tentu berbeda dan terpisah. Bahasa yang umum hanya muncul di antara individu dari suatu spesies yang berbagi konstitusi organik yang sama dan kebutuhan dan pengalaman yang sama. Tetapi jika hewan berpikir, 'jika mereka berkomunikasi beberapa perasaan mereka, jika ada beberapa yang mengerti sedikit bahasa kita, Kekerabatan ini ditunjukkan juga oleh insting peran dalam memori
dan akibatnya dalam praktik linguistik
 Untuk menjelaskan fungsi motorik pikiran ini, yang mana mereproduksi, ketika dirangsang oleh kebiasaan naluriah, gerakan yang disebabkan oleh ide atau sensasi, Condillac berulang kali resor ke metafora dari harpsichord
dan gerakan-gerakan kebiasaan yang dimainkan oleh seorang musisi yang berlatih
jari-jari di atas keyboard. Karena jari-jari 'mempertahankan kebiasaan suksesi
gerakan dan dapat, dengan sedikit usaha, bergerak karena mereka telah pindah.
Teori kecerdasan motor ini menjadi model praktik linguistik:
Karya lain yang berpengaruh pada asal-usul bahasa adalah Johann Gottfried Esai Herder tentang asal-usul bahasa (Abhandlung über den Ursprung der
Sprache, 1772). Jika dibandingkan dengan karya-karya Condillac yang diperiksa di atas, itu mengungkapkan kehadiran, di bawah kemiripan yang tampak, yang sangat berbeda model interpretatif. Sebagai contoh, kedua penulis berpendapat bahwa manusia memiliki gairah hidup yang sama, dan mengekspresikannya dengan cara yang sama.
Esai Herder terbuka dengan pernyataan peremptory bahwa manusia, sejauh ia adalah hewan,sudah memiliki bahasa. Tetapi pada sifat kesamaan inilah keduanya penulis berbeda. Dalam semua bahasa sejarah, kita menemukan gema aksen alami, tetapi struktur bahasa untuk Herder tidak didasarkan pada ini; akar dari
bahasa ada di tempat lain. Suara langsung dari sensasi memang a
bahasa, tetapi tidak ada kesinambungan antara bentuk ekspresi binatang ini
(Yang termasuk manusia, juga, sebagai hewan) dan bahasa.
Manusia dipisahkan dari hewan oleh perbedaan alam dan bukan dari derajat. Ini adalah tesis sentral dalam antropologi Herder. Dalam semua operasi
jiwa manusia kekuatan tunggal memanifestasikan dirinya sendiri, yaitu, refleksi (Besonnenheit). Dari aktivitas refleksi muncul bahasa, yang memungkinkan manusia untuk mengenali benda-benda yang muncul ditandai oleh satu atau lebih ciri khas.
 Asal muasal dari Bahasa internal adalah tindakan dimana kita mengidentifikasi atau mengenali representasi melalui tanda. Kami pindah dari bahasa internal ke bahasa yang diekspresikan ketika kita memilih suara sebagai tanda nemonik dan menggunakannya untuk mengenali objek.
Penamaan dan pengakuan adalah satu dan hal yang sama. Kapasitas untuk mengidentifikasi kembali hal-hal melalui tanda adalah instrumen yang tepat untuk merapikan Dunia. Kognisi adalah operasi semiotika, re-kognisi melalui tanda-tanda.



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Perkembangan ilmu bahasa pada dasarnya bermua dari dua wilayah, yaitu wiayah Barat dan wilayah Timur. Sejarah bahasa di dunia Barat dan Timur hampir bersamaan masanya, yaitu sekitar abad IV sebelum masehi. Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia barat diawali dari tradisi Yunani kuno, sedangakan sejarah perkembangan bahasa di dunia Timur diawai dari tradisi India.
Sejarah ilmu Linguistik (bahasa Inggris: History of linguistics) adalah catatan mengenai perkembangan studi tentang linguistik dari zaman Yunani kuno hingga modern. Ilmu mengenai linguistik telah dibahas sejak peradaban Babilonia, namun proses penelitian yang terstandar baru dimulai sejak periode Yunani kuno. Dari perjalanan ilmu bahasa zaman Yunani, berkembang aliran linguistik tradisional, beranjak ke linguistik strukturalis, dan terakhir linguistik transformasional atau modern.
Linguistik tradisional terdiri:
Linguistik zaman Yunani
Kaum Alexandria
Zaman Romawi
Zaman Renaisans
Linguistik bahasa Ibrani dan bahasa Arab
Linguistik strukturalis
Ferdinand de Saussure
Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Linguistik transformasional dan aliran sesudahnya
Saran
Pemahaman Bahasa Inggris membuat makalah tidak beraturan, Oleh karena itu dalam pembelajaran filsafat Bahasa sebaiknya teks dalam bentuk Bahasa Indonesia.

 

Blogger news

Blogroll

Change Background of This Blog!


Pasang Seperti Ini

About