16 January 2014
Bergelantunan merebah malam yang tawar oleh
rerumputan sepanjang pagi tak berembun angin pun plin plan harus bermalam,
kalimat itu selalu kau bisikkan dengan nyaring pada alam nadiku pertanyaan
konyol yang tak pernah mampu kujawab dengan pasti “yang tampan siapa yang
punya?” *yang punya yang bertanya*
Kembali kau palingkan merah delima mu saat
hendak kusapu sehelai rambut iseng mengendap di pelipis bibirmu, lalu kau lari
mengitari pohon palm yang layu oleh senyummu, CINTA “andai kau tau aku siap
mati untukmu” pesanmu lewat semilir angin, sungguh kau telah membuatku Pikun
tanpa ampun! kulihat dirimu disana bersandar pada kaki palm rambut hitam
membentuk kaligrafi di keningmu; binari ini berkata, “Kau Begitu Cantik, kau
terlalu indah untukku”.
Sambil lambaikan tangan kau berucap “dekap aku,
disini kuinginkan dirimu” berlalu kudekati dirimu dengan paras terarah pada
wajah yang sungguh tak kuat aku melihatnya karena disaat ku tatap wajah indahmu
terngiang dalam benakku “apa jadinya bila hidupku tanpamu?”
CINTA, Terlepas dari mu sungguh aku tak mau
Bagaimana mungkin aku tinggalkanmu, sementara
aku selalu memikirkanmu
Ya, begitu juga aku rasakan, CINTA!
Hadirmu telah menyelamatkan buramku yang selama
ini terbungkus kesendirian dalam lamunan
Hadirmu mencairkan senyumku dalam mimbar pagi
dan malamku
Cinta, kalau boleh aku bertanya kenapa kau
mencintaiku?
Itu pertanyaan yang tak pernah ku tau
jawabannya kenapa aku mencintai dirimu? bahkan sekian lama kucari dalam kamus
hatiku, yang kutemukan hanya aku tak mampu jauh darimu
Mungkinkah aku berdosa telah mencintaimu,
sementara kau terlalu indah untukku!
Bagiku kau sangat berarti, dan aku tak pernah
merasa kalau aku lebih darimu karena yang kurasa kau adalah pelengkap hidupku,
selamanya
Cinta, sungguh kau begitu, kalau saja bukan
dirimu yang kumau; laut terlalu dengkal untuk kutenggelamkan, tapi sirohmu
telah buat aku tak mampu, tak mau, bahkan telah buat aku dungu
Mugkin kau tak tau, betapa aku telah pikun
terlalu sering memikirkanmu dan berharap kau selalu menjadi bintang yang terang
dalam gelapku.
Selalu dan selamanya diri ini tak kan sanggup
hidup tanpamu dan aku tetap terjaga dalam gelapmu, dengan sebatang cinta segar
untukmu
Melewati jejak malam yang kelabu oleh sabda
bintang, siapa sangka rembulan begitu tega meninggalkan jejak mentari
membiarkannya menunggu hingga esok pagi
Aku ada di antara rasa mesra yang mengalir di
sekujur angan marambat ke halaman axterium dukster lalu singkat begitu cepat
terasa kala aku tak melukis rupamu dalam ranjang malamku lantaran tak sampai
aku menemuimu di pulau bantal.
Simpang siur celetukan burung membangunkan
bunga-bunga di halaman rumah, saat itu kulihat sepasang kelelawar yang bangun
kesiangan mungkin lemburnya terlalu larut,
Wahai pagi yang baik hati sampaikan salamku
pada puteri yang masih terlentang menunggu sapaku, lalu bisikkan padanya kalau
aku mencintainya dan kau embun; basahilah kelopak matanya agar dia merasa
ringan menatap kebun yang sepanjang malam menjaganya.
Hai cinta! senang melihatmu hari ini dengan
manis bibirmu yang salalu kau tancapkan pada hatiku saat pertama kau tatap aku
Oya, gimana auramu hari ini? aku memikirkanmu
semalaman
Aku selalu pasang aura yang adem untuk kau lihat
agar hatimu tak beku oleh tidurmu
Cinta, aku ingin bersama denganmu selamanya,
adamu menenangkan risauku
Dirimu dan diriku kan selalu terangkai dalam
lingkaran cinta sejati yang akan tetap bersama dari hidup sampai mati, bahkan
sampai tangan tuhan menyatukan kita kembali
Selalu teruntai doa di setiap nafas “cinta yang
kumiliki adalah pitutur hati yang tak kuasa kulepaskan meski harus kutinggalkan
dunia dan akan ku pertahankan meski kesusahan hurus dijadikan kawan, semuga
Tuhan berpihak pada cinta kita berdua
Bagimana aku harus tinggalkan belaianmu
Sementara ruasmu sisir termahal yang kupunya
Bagaimana aku harus tinggalkan pelukmu
Aku nyaman terlontar ke dalamnya
Bagaimana aku harus tinggalkan senyummu
Karena akan kumulai darimana langkah kupijakkan
setiap harinya, tapi!
CINTA, aku akan pergi tuk sementara, BESOK!!
Kau siap untuk semua ini tanpa diriku
Aku pergi karena panggilan bibi yang sengat
butuh tenagaku, aku harap kamu paham, ini hanya sementara
Tak ada kuasa bagiku untuk melarangmu, karena
kebahagianmu adalah senyumku
Baiklah kalau bigitu, tapi izinkan aku membawa
rinduku untukmu
Sebut namaku jika kau rindukan aku, telah ku
titipkan cintaku untuk menemani dan menjagamu
Akan selalu kurindukan pantai, sawah, pohon
palm dan senyum orang yang sangat aku cintai
aku percaya padamu
aku juga mempercayaimu!
terlintas dalam benak entah apa jadinya kalau
separuh hati kan berjauh jarak demi prioritas masa depan nanti, mungkinkah
hari-hari kan seperti semula walau warna tak kan seindah pelangi lagi, pastinya
angan tenang selalu mengambang dalam kesendirian karena kan berlalu menyusuri
waktu yang pilu, duh ya Tuhan berilah bekal tabah nan sabar aku menunggunya
Malam terbaring tenang dalam selimut rembulan,
rimbun pohon yang melambai melayani tarian bintang walau berat melihat malam
terlentang telanjang
Malam ini akan terhimpit glamor rembulan yang
vakum lantaran sapa mulai kandas dari waktu
Cinta, biarlah lengan ini mendarat erat di
tubuhmu agar disana kau percaya kalau aku tidak akan pernah mampu berhenti
mengingatmu.
Bukan inginku pergi jauh darimu, ini adalah
hatiku yang pecah lantaran harus melawan waktu dan rindu, kalau saja…?
Kuyakin senja pun bersaksi meski harus
menangisi hati ini, setia dan cintaku selalu terlipat rapi dan hanya untukmu
akan kubuka
Yang kubisa hanya mencintaimu
Yang kutahu hanyalah menyayangimu
Yang kumampu hanya kalau aku hidup denganmu
Janjiku padamu tak sedikit pun aku akan
menghianatimu
Sungguh aku meyerah tak bisa hidup tanpamu
Malam sumbang
Bisu
Berkabut malu
Akan menjadi seperti apa 5 jam lagi? aku tak
tau
Kelelawar itu semakin bercumbu mesra saja
bersama sang princes di dadanya
Sementara cerita itu akan berpaling menjadi
derita, jika?
“Terimakasih ya!”
“Buat?”
“Yee siapa yang sama kamu kale?”
“Emmmpt”
“Aku berteimakasih pada kunang-kunang ini”
“Buat?”
“Karena sinarnya aku bisa melukis ihklas wajah
cantikmu”
“Satu kata buat kamu, GOMBAL”
Wajahmu telah menjamah diriku yang sebentar
lagi akan pupus dari tatapku
Cinta, izinkan aku memelukmu sakali lagi, agar
tegar diri ini
Semoga kau baik-baik saja bersama kasih di
pundakmu
“Aku pergi”
“Hati-hati”
Dunia menangis
Langit menangis
Hujan pun menangis
Kalimat itu, tragis bagiku
Tiada sangka tiada paksa, sucingan ini harus
menorehkan palu tak berpenghulu
Sandiwara ini mulai mengusik hatiku rasa tak
tenang dengan tiadamu, kabarmu bagaimana? selalu kutanyakan pada diriku
sendiri, kutanyakan pepohonan, kutanyakan kertas kumal, kutanyakan seisi rumah
bahkan ku bertanya pada jalan-jalan sampai ka pusat kota, tapi masih saja tak
kutemukan titik terang dari kabar dan keadaanmu; yang ada hanya penantian
panjang melintasi langkah tak pasrahku tiap pagi dan malam. Lalu pada siapa
lagi ku bertanya?
Sepi telah membunuhku tiap saat kenangan
merayap pada dinding imajinasi tiada lelap dalam tidurku tiada senda dalam
cakapku, kini aku bersama lilin putih yang semakin lama semakin memuai oleh api
sebentar lagi ia kan tiada, terus aku bagaimana?
Kemana langkah ini kupijakkan sementara seluruh
penjuru telah lusuh bersama raut ademmu, aku benar-benar berteman sepi, sudah
enam bulah kau tiada kuraba, tiada surat, tiada SMS, tiada suara lewat
telfonmu, mungkinkah kau telah melupakan aku atau kau tak lagi merasa kalau aku
mengingatmu bahkan mungkin kau tak mau merasa selalu kutunggu dirimu meskipun
hanya satu kata “aku masih disini dengan cintamu” itu terlontar ikhlas dari
bibirmu adalah bahagia untukku.
Semakin bingung saja arah fikirku, dirimu yang
kucinta sampai kapanpun aku akan tetap menanti, tapi satu hal yang tak bisa aku
pungkiri “FITNAH” kampungan itu selalu mengahantui benakku, kini hanya ada satu
pilihan bagiku, aku harus tunangan bahkan kalau mampu aku harus menikah, terus
bagaimana dengan janjiku padamu? sungguh hatiku tak menduga fenomena ini
kembali memenjarakanku, jikalau aku tak tepati janjiku padamu aku tau kau akan
tersakiti dan aku tak mau kau berlalu meninggalkanku, tapi jika aku hanya
seperti ini itu sama halnya diriku telah membunuh diriku sendiri, orangtua dan
lembaga yang telah membesarkanku, aku harus bagaimana? kemana dan pada siapa
harus ku eja kembali pita hidup ini, kalau saja kau ada disini sekarang mungkin
pilahanku adalah dirimu, namun itu hanya angan yang terlintas tak lugas, segala
tentang hati ini menuai klimaks pilu mendalam karena harus aku jatuhkan pilihan
pada dia bukan kamu
Harus dengan apa ku utarakan maaf ini,
sementara kata-kataku telah tertimbun rasa menyesal dan sayang, hari ini adalah
hari dukaku terbesar yang kusadar, harus jalani hidup yang tak pernah kutau
prolog sebelumnya, biarlah angin yang sampaikan keluh nestapa ini pada Tuhan,
mungkin ini adalah jalan-Nya bukan jalanku.
Baru sebulan pertunangan ini terjadi kau datang
lewat suara emasmu di telefon entah dari mana kau tau nomorku..
“Hallaoo… assalamu’alaiqum wr.wb”
“Wa’alaikum salam wr.wb.” suaramu tetap seperti
yang dulu, cakapku dengan hati
“Mas ini aku sudah ada di rumah kembali lho..”
“Oya, kapan pulangnya?”
“Sebulan yang lalu, dan aku baru mendapatkan
nomor hp kamu sekarang”
“Dik, kenapa kau tak ada kabar dari sana, sms
pun kau tak pernah”
“Nomor kamu terhapus, Mas”
“Terus gimana kabarmu sekarang?”
“Aku tetap seperti yang dulu…”
Memulai percakapan, pertengkaran, kenapa dan
mengapa menjadi senjata bibir diriku dan dirinya, lalu siapa yang harus
dipersalahkan?
“Mas, masihkah kau mencintaiku?”
“Aku masih mencintaimu, tapi..?”
“Tapi apa …?”
“Aku tidak bisa ceritakan ini padamu sekarang,
maaf!”
“Kenapa, tapi apa?”
“Hatimu akan terluka kalau aku jujur padamu”
“Aku akan lebih terluka kalau kamu tidak terus
terang padaku, atau kau sudah menemukan cinta baru di hatimu?”
“Enggak bukan itu”
“Lalu apa?”
“I broke my promise; AKU TUNANGAN.”
“Udahlah mas gak usah bercanda seperti itu, gak
lucu tau”
“Aku tidak bercanda, aku serius”
“Mas, sungguh tiada pernah menyangka kau
lakukan ini padaku, sakit mas, sakit”
“Cinta, dengarkan penjelasnku dulu”
“Udah lah mas gak usah bahas ini lagi”
“Aku sudah terlajur cinta padamu tapi aku tak
bisa kecewa dengan penghianatan ini, aku tau kau tak pernah mencintaiku
Dengarkan aku dulu, kau tak tau tentang diriku,
aku mencintaimu bahkan lebih dari kamu mencintai diri kamu sendiri”
Keadaan berpaling sumbang, cerita menjadi pilu,
pilukan air mata
Kemana arah pulang?
Hati terselimut kebekuan mengantarkan karang ke
bibir pantai
Ombak kembali berdiskusi menyingkap fakta
dibalik rahasia
Siapa sangka kan jadi begini
Burung pun bungkam kata setelah kutanya
“Cinta, dengar, walau aku telah bersamanya tapi
hati dan cintaku tetap untukmu”
0 komentar:
Posting Komentar